"GUSTI SAYA!"
Seorang anak perempuan yang terkulai lemas di dekat bibir pantai itu membulatkan matanya kala melihat gelombang ombak datang. Dengan gerakan yang tiba-tiba, gelombang itu kemudian meninggi. Tingginya kira-kira sebesar raksasa laut dengan wujud paling menyeramkannya. Tanpa bisa mengambil langkah menjauh dari bibir pantai, kini anak itu hanya pasrah menerima tragedi yang akan menimpanya. Secepat kilat menyambar ke bumi, air itu langsung luruh saat puncak gelombangnya berada di atas kepala. Kemudian, sisa-sisa keberadaan anak itu pun lenyap.
•••
Perempuan dengan kebaya bermotif lurik itu berjinjit kecil mengintip sesuatu dari balik jendela. Tatapannya seru, sekiranya dapat melesat ke berbagai arah secepat menjangan. Kaki kecilnya bertumpu pada sebuah dingklik yang tersandar di tembok.
"Gusti Saya seharusnya sudah mulai diperjodohkan. Anak-anak pejabat yang lalu hari bertandang ke istana, tentunya melirik Gusti Saya untuk dipersunting. Sudah pasti sebentar lagi akan ada lamaran yang dihantarkan, ya!"
Seorang embok yang tengah mengaduk kuali berbicara keras-keras. Bersamanya, ada seorang embok lain, lebih kurus badannya, dan matanya kecil seperti biji merica. Embok yang kurus itu berdehem kecil, kemudian menaruh tampahnya yang penuh ke atas meja. "Ya, Gusti Saya sudah pasti! Namun Suro seperti ini bukan waktunya menjodohkan anak. Berjodoh ataupun berpindah rumah baiknya dilakukan selepas Suro. Tunda sajalah segala lamaran-lamaran itu, bila memang ingin mempersunting Gusti Saya pasti juga tahu soal pantangan Orang Jawa!"
"Ya, kehendak Ngarsa Dalem pun tak ada yang tahu. Bila memang sudah sabda, bisanya menaati."
Embok itu mengambil isi kuali, yang segera dituang cepat ke dalam mangkuk-mangkuk kecil. "Berikan mangkuk ini kepada Gusti Saya," titahnya kepada embok yang kurus.
Mendengar perintah itu, anak perempuan yang tengah mengintip di jendela langsung meloncat turun dari dingklik dan berlari menjauh.
•••
"Ini makanan untuk Gusti Saya?" Seorang embok lain yang berjaga di pintu kediaman memeriksa makanan yanh dibawa. Ia meminta sebuah mangkuk yang lebih kecil untuk menuangkan sedikit isinya. Setelah mencicipi makanan itu, ia mengangguk kecil. "Gusti Saya sedang berada di ruang belajar. Masuklah perlahan supaya tidak mengganggu Gusti."
"Mbok Surti!" Seorang pegawai lelaki berjalan cepat mendekati Mbok Surti—mbok yang berjaga di kediaman Gusti Saya.
Mbok Surti melirik ke arah kawannya, lalu dengan sorot matanya meminta mbok itu segera pergi mengantarkan makanan. Setibanya pegawai lelaki itu di hadapannya, ia langsung disuguhi tanya, "ada apa?"
"Malam ini Gusti Saya diminta untuk bersiap pergi ke Grobogan."
Mengernyitlah Mbok Surti mendengarnya. Ia berusaha menerka dahulu apa yang terjadi, tetapi sayang tak juga menemukannya. "Sebentar... di Grobogan adalah tempat tinggal Raden Mas Harya Diahsumitro, ya? Apakah ada sesuatu yang terjadi?"
"Raden Mas Harya Diahsumitro meninggal dunia kemarin malam, Mbok. Selepas pulang berkuda kemarin, ada sekelompok bandit yang menyerang. Kasian sekali nasibnya. Masih segar bugar, tetapi terkena musibah. Bagaimana keadaan Gusti Saya bila mendengar kabar ini?" Para mbok menghela napas berat, sedang pikiran mereka berkelana sejauh mungkin. Gusti Saya dan Raden Mas Harya Diahsumitro berkawan akrab. Mereka pernah berguru pada orang yang sama. "Apakah belum ada yang tahu tentang rencana Ngarsa Dalem menikahkan Gusti Saya dengan Raden Mas Harya Diahsumitro?"
![](https://img.wattpad.com/cover/266888516-288-k921097.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tak Selamanya Abadi
Historia Corta[Kumpulan Cerpen] Manusia tidak bisa hidup tanpa cinta. Di setiap kali ia melangkah, maka akan ada cinta yang ia berikan kepada seseorang atau sesuatu. Ada saatnya, cinta itu pergi sesaat dari kehidupan manusia karena telah tuntas tugasnya. Di saat...