EMPAT BELAS

214 11 1
                                    

"Udah gapapa A, kasian Isha udah kita main aja sama-sama."

"Bukan gitu masalahnya. tapi dia itu perempuan, sebaik-baiknya perempuan adalah diam dirumah apalagi malam gini?"

"Iya tapi gapapa lah kan ini belum terlalu malem juga. Gapapa ya, A?"

Hudza menghembus nafasnya pasrah seraya mengangguk dirinya tidak bisa berkata-kata lagi.

"Tenang Saya gaakan malem-malem kok disini," ujar Naisha.

"Yaudah tapi kalian aja berdua, ya?" Diana menggeleng dirinya juga ingin bermain bersamanya.

"Nggak ih ayok main bareng-bareng juga. Kita ngapain gitu?" Bujuknya dengan nada seperti anak kecil namun nampak menggemaskan.

"Hah? Apaan si geli liatnya juga."

"Eh ada Isha? Kenapa jam segini masih disini, gak dicariin, Abi?" Naisha terdiam seraya tersenyum.

"Isha udah di izinin kok sama, Abi."

"Yaudah kalau gitu, ini tadi ada sedikit jagung boleh lah di bakar bareng-bareng," Kyai Hafidz menyodorkan kantong kresek berukuran sedang.

"Emang boleh yah?" Sahut Diana melirik isi kresek itu yang terdapat beberapa jagung yang siap dibakar.

"Boleh, tuh dibelakang saja bakarnya."

"Yaudah sini biar Alma bawa belanjaan tadi. Aa, bawa kresek itu kebelakang." Diana mengambil alih paper bag serta kresek berukuran sedang dari Hudza.

"Udah sini ku Aa' wae, neng." Naisha yang mendengar itu sontak menoleh mendapati panggilan yang mampu membuat dirinya sedikit mengerti akan perkataan mereka yang menggunakan bahasa Sunda.

"Harusnya aku yang dia panggil gitu, bukan kamu, Alma."

"Nggak ah. Udah gapapa Alma bisa sendiri," gerutu Diana tak mau kalah dirinya pergi berlalu dari hadapan mereka dengan beberapa kantong belanjanya.

"Udah gapapa nanti juga nyusul, sudah gih kalian kebelakang." Titah Kyai Hafidz.

"Berdua, Kek?"

"Abah pantau dari jendela dapur, sana." Hudza hanya mengangguk pasrah jika bukan perintah Kakeknya dia ingin menyusuli Diana. Kini keadaannya membuat Hudza tidak nyaman. berjalan berdua dengan perempuan yang bukan mahramnya?

Disisi lain Diana yang tampak kewalahan membawa beberapa belanjaan itu kini mulai terduduk letih.

"Aa sama Isha udah kebelakang belum yah?"

"Emm ... Kak kayaknya ini harus dinyalain dulu apinya." Ragu Naisha mencoba membuka pembicaraan, Hudza hanya mengangguk-angguk menanggapi itu.

"Maaf, kira-kira Isha boleh bicara sebentar?"

"Kalau mau bicara. Bicara saja," ucapnya datar tak menatap dirinya.

"Kakak sekarang udah bahagia ya? Emm ... Isha cuma mau ngucapin selamat ya, kak atas pernikahannya."

"Iya terimakasih." Hudza menjawab singkat rasa ingin dirinya berlari menemui Diana yang tak kunjung datang.

"Kakak masih inget, Isha?" Hudza mengernyit heran atas pertanyaan itu. apa yang membuat Naisha menanyakan hal itu.

"Kenapa? Saya belum pernah kenal sama kamu, kita kan baru kenal sekarang."

"Sejauh itu kah, Selama ini kamu gak anggap aku? Padahal aku tau kamu pernah mencintaiku."

"Kalau gitu Saya mau susul istri, saya."

"Eh tunggu, Kak." Cegahnya yang masih ingin mengatakan hal yang membuat dirinya geram.

Aa HUDZA MY HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang