𝔅𝔞𝔟 𝔡𝔢𝔩𝔞𝔭𝔞𝔫 : ༺𓆩ℍ𝕒𝕣𝕕 ℂ𝕠𝕕𝕖𓆪༻

103 12 46
                                    

"Maka dari itu!" Eren menyatukan kedua telapak tangannya. "Mohon bantuannya!"

Pemuda dengan rambut coklat keabuan itu mengelus dagunya sendiri lalu mengangguk-angguk paham. Beberapa menit lalu ia sangat terkejut ketika Eren datang menghampiri sembari menggebrak mejanya. Ia pikir Eren ingin menagih hutangnya, nyatanya pria itu malah menceritakan kisah cinta problematiknya dengan kakak kelas.

Baginya, sudah hal biasa jika teman sekelas datang menghampiri untuk sekedar curhat atau meminta saran soal masalah cinta. Panggil saja ia Jean Kirstein, si Pakar Cinta. Ia mendapat gelar itu dalam waktu dua minggu setelah masa MPLS, entah siapa yang memberikan.

"Jadi kau lagi suka sama kakak kelas kita dan kau ragu dia sudah tau tentang perasaanmu atau belum, terus dia juga gak pernah ngebahas hal ini, alhasil hubungan kalian gak maju-maju gitu?" Jean mengulangi cerita Eren versi ringkasnya.

Eren mengangguk. Ia tak menceritakan setiap detail, melainkan hanya garis besarnya saja. "Begitu ... mungkin?"

Jean menghela nafas. "Kau sudah kasih dia kode belum?"

"Hah? Kode?"

"Hm."

Eren mengingat-ingat semua hal yang telah ia lakukan sejauh ini. "Mengajaknya minum teh, merawatnya ketika sakit, membuatkan sarapan, traktir dia makan, menginap di rumahnya, menenangkan dia saat mimpi buruk." Eren menatap Jean serius. "Apa itu termasuk?"

Jean mengerjap cepat, kemudian kembali menghela nafas. "Ahh, kalau itu sih sebatas sahabat juga bisa melakukan! Kau sebut itu kode? Kodemu terlalu halus dan kurang jelas."

Eren menggumam. "Jadi aku harus membuatnya lebih jelas?"

"Ya! Beri kode yang menunjukkan jika kau ingin hubungan yang lebih dari sebatas teman." Jean merangkul pundak Eren. "Jika nantinya kau ditolak pun, itu urusan belakangan, yang penting udah ada usaha."

***

"Levi!"

Levi berjengit kaget ketika suara itu menyerukan namanya. Saat ia menoleh, lagi-lagi si surai coklat itu sudah ada di depan kelasnya, melambaikan tangan dengan senyum cerah yang biasa. Levi sudah terbiasa, benar-benar terbiasa.

Levi menghela nafas sembari menggeleng pelan, merapikan buku-buku di mejanya ketika pria itu datang menghampiri dan mengambil tempat di depannya. Pemilik kursi itu, Hange, sudah lari ke kantin sejak tadi. Eren duduk tanpa membalikkan kursinya.

"Lihat apa yang kubawa." Eren menyodorkan sebuah buku tebal.

Unconditional

Itulah yang tertulis pada sampulnya. Sebuah novel yang sengaja ia beli semalam untuk menjalankan rencananya ini.

Levi menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa menunjukkannya padaku?"

Pria itu malah tersenyum, membuat Levi mengerutkan keningnya. Entah kenapa pagi ini Eren terlihat lebih ceria dari biasanya. "Buka saja."

Levi membuka lembarannya, masuk ke bagian pertama pada buku itu. Iris kelabunya lantas terfokus pada kata yang sudah distabilo kuning.

Aku ....

Levi melirik Eren di depannya yang masih terus tersenyum. Merasa akan ada kata lainnya, ia kembali membuka halaman berikutnya, dan benar saja, satu kata lainnya juga sudah ditandai.

Ingin ....

Halaman berikutnya ....

Menjadi ....

Halaman berikutnya lagi ....

Lebih dari ....

Lagi ....

𝕄𝕚𝕤𝕥𝕒𝕜𝕖𝕤 • 𝔼𝕣𝕖𝕟 𝕩 𝕃𝕖𝕧𝕚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang