𝔅𝔞𝔟 𝔩𝔦𝔪𝔞 𝔟𝔢𝔩𝔞𝔰 : ༺𓆩𝔸𝕧𝕠𝕚𝕕𓆪༻

83 11 9
                                    

Hari ini Levi ada piket di kelasnya. Bukan hanya dia tentu saja. Selain dia, Hange, Rico, Petra, Olou, Gunther, dan Eld. Tapi meski begitu ... haha, kenapa hanya ada Levi di ruang kelas ini sekarang?

Bukannya bolos piket, keenam orang itu tadi sudah membantu, tapi Levi sendirilah yang mengatakan akan tinggal lebih lama. Sudah menjadi kebiasaan untuk pulang terlambat di hari piketnya. Di samping itu, Levi juga ingin menghindari si brunette yang ia tebak saat ini pasti tengah pulang bersama Armin.

Levi mengelap kaca jendela hingga benar-benar bening, dan dari sana ia bisa melihat anak-anak yang berhamburan keluar sekolah. Ada yang langsung menuju gerbang, ada juga yang ke tempat parkir dulu untuk mengambil kendaraan.

Dan di antara semua manusia-manusia itu, matanya tidak sengaja menangkap Armin. Pemuda pirang itu tidak sendiri, di sampingnya ada gadis dengan surai legam yang dipotong pendek. Wajahnya sangat tenang, dengan bekas luka kecil di bawah mata kanannya.

Levi mengerutkan kening. Sepertinya dugaannya sedikit meleset. Ia pikir Armin akan pulang bersama Eren seperti kemarin-kemarin. Jadi ... ke mana Eren sekarang?

Saat ia tengah sibuk dengan pemikirannya, sebuah tangan tiba-tiba datang dari belakang dan ikut bertumpu pada kusen jendela. Belum sempat Levi bereaksi, suara berat nan serak mampir menyapa telinganya.

"Apa yang kau lihat hm?"

Levi terperanjat kaget, dengan cepat ia berbalik hingga menubruk hidung mancung Eren. Refleks, lap yang ada di tangannya juga ia lemparkan.

Eren mundur selangkah saat merasakan tulang hidungnya seolah remuk. Belum selesai ia menghayati sakitnya, kain basah tiba-tiba meluncur dan mendarat tepat di wajahnya.

Double attack.

Kain lap jatuh ke lantai. Eren lalu memegangi hidungnya sendiri, memastikan itu tidak patah. Sudah kena tubruk, kena kain kotor pula. Rusak sudah aset Jepang satu ini.

Levi kehilangan kalimatnya. Haruskah ia minta maaf? Tapi bukankah Eren yang salah karena sudah mengejutkannya? Sebelum ia sempat buka suara Eren kembali maju, dan meletakkan tangannya di kusen jendela. Mengukung Levi, membuat pria itu bersandar sepenuhnya pada jendela.

"Ada apa dengan tatapanmu, Levi?" Eren bertanya dengan suara serak. "Kenapa kau tiba-tiba mengindariku? Apa aku melakukan kesalahan?"

Levi mendecak kesal. Ingin rasanya ia meninju wajah Eren agar segera menjauh. "Apa semua pria memang seperti itu? Mereka melakukan kesalahan tanpa menyadari, dan selalu bertanya pada pasangannya apa yang salah. Tidak bisakah kalian memikirkannya sendiri?"

Eren menaikkan sebelah alisnya. "Kau berbicara seolah kau bukan pria."

Mulut Levi terbuka, kemudian menutup kembali. Ia ingin menyangkal, tapi apa yang dikatakan Eren tidaklah salah. Sepertinya Levi melupakan gendernya sejenak saat berbicara tadi.

Eren tertawa kecil. Raut wajah Levi yang kebingungan oleh kalimatnya sendiri tampak sangat lucu di mata Eren.

"Aku laki-laki, bukan pria!" tukas Levi kemudian. Baiklah, sebaiknya Eren turuti saja, karena Levi selalu benar.

"Dan lagi, kenapa kau di sini? Kenapa tidak pulang bersama pacarmu itu." Levi sengaja menekankan kata pacar sebagai bentuk kekesalannya.

"Hah? Aku kan pacarmu. Jadi, ayo pulang bareng!"

Levi sudah gregetan sendiri lantaran sikap Eren yang terlihat tanpa beban ini.

Tiada angin, tiada hujan, gadis berkacamata itu tiba-tiba muncul dari pintu. "Levi! Kau masih di—" Kalimatnya terhenti saat melihat adegan di depannya.

𝕄𝕚𝕤𝕥𝕒𝕜𝕖𝕤 • 𝔼𝕣𝕖𝕟 𝕩 𝕃𝕖𝕧𝕚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang