𝔅𝔞𝔟 𝔱𝔦𝔤𝔞 𝔟𝔢𝔩𝔞𝔰 : ༺𓆩𝕊𝕠 𝕨𝕙𝕒𝕥?𓆪༻

51 7 5
                                    

Attention please!
Sebelum lanjut ke cerita, bolehlah ya di baca dikit tentang pasal-pasal yang mendukung pembelaan diri ini, kalo malas bisa di skip kok.

Semua ini buat mendukung kelogisan cerita, terutama aksi pembunuhan Levi. Yang aku bold itu berarti termasuk dalam aksi Levi.

1. Pasal 49 KUHP: Menjelaskan bahwa seseorang tidak dapat dihukum jika seseorang melakukan tindakan dalam rangka membela diri.

2. Pasal 34 RKUHP: Seseorang tidak dapat dipidana jika melakukan tindakan pembelaan diri terhadap serangan/ancaman yang melanggar hukum terhadap diri sendiri, orang lain, kehormatan dalam arti kesusilaan, atau harta benda.

Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, seperti harus ada serangan/ancaman yang seketika, pembelaan dilakukan karena tidak ada jalan lain, dan pembelaan harus sebanding dengan serangan.

3. Pasal 43 RKUHP: Menjelaskan bahwa seseorang tidak dapat dipidana jika melakukan pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan/ancaman serangan yang melawan hukum.

cmiiw yah teman-temannnn. Memang ini cuma cerita fiksi, tapi aku tetap ingin membuatnya selogis mungkin, hehe. :)

Oh ya, sauce info di atas aku dapat dari sini yaa : https://www.hukumonline.com/klinik/a/hukumnya-membunuh-karena-membela-diri-lt5d392658ad270/

***

"Eren, setelah mendengar ini, apa kau masih mau bersamaku?"

Eren tersentak saat senyuman itu terukir di bibir Levi. Tidak, tidak, tidak! Ini tidak benar! Eren memang ingin melihat Levi tersenyum, tapi tidak saat pria itu tengah menceritakan trauma masa lalunya.

Yang Eren inginkan adalah senyum bahagia, bukan senyum terluka, memilukan, kesedihan, atau semacamnya. Eren tidak membutuhkan itu. Ia tidak ingin melihatnya. Karena itu ... terlalu menyakitkan.

Melihat Eren yang terdiam, Levi perlahan menunduk. Ia merasa sudah bisa menebak jawabannya. "Lihat kan? Dari awal seharusnya kau tidak perlu—" Pupil Levi mengecil saat Eren menyambar lehernya, ia merasa tubuhnya diarahkan untuk ....

Jatuh ke dalam pelukan Eren.

Eh? Kenapa ada secuil rasa kecewa di hatinya? Tunggu, apa yang baru saja Levi pikirkan? Levi berusaha menepis pikiran itu. Ah sial, betapa memalukannya dia sampai berpikir seperti itu.

"Kau bahkan masih menanyakan itu?" Eren sedikit mengguncang tubuh kecil Levi dalam pelukannya. "Tentu aku akan tetap bersamamu."

Setiap kali ia memeluk Levi, Eren selalu bertanya-tanya, bagaimana bisa pria ini bertahan selama ini? Semua rasa sakit, sedih dan takut seolah dipaksa masuk ke tubuh kurusnya.

Levi sedikit mendongak. "Tapi aku membunuh—"

"Kau membunuh Zeke? Lalu apa? Kau melakukannya untuk melindungi diri bukan? Jika aku yang berada di posisimu, aku tidak mungkin hanya menikamnya sekali! Kalau perlu aku akan memenggal kepalanya." Eren tanpa sengaja menyuarakan pemikirannya yang ternyata lebih jauh daripada Levi.

"Bayangkan saja, dia menyiksa dan melecehkanmu, bukankah sudah sepatutnya kau melawan?"

"Kau tidak takut padaku?"

"Hah? Takut apa?"

Levi memiringkan sedikit kepalanya, berusaha membuat ekspresi sehoror mungkin. Levi berpikir dia sudah terlihat menakutkan saat Eren malah gemas melihatnya.

"Takut jika aku akan melakukan hal yang sama padamu."

Senyum Eren merekah lebar, mata indahnya ikut tersenyum. "Untuk apa? Aku juga tidak akan berbuat sesuatu yang bisa membuatmu melakukan hal tersebut padaku."

***

Sudah hampir lewat satu jam sejak Levi terlelap. Jam digital di nakas sudah menunjukkan angka 22.57 PM, dan selama itu juga Eren tak henti-hentinya mengelus surai legam Levi.

Matanya masih terbuka lebar, dan punggungnya masih bersandar tegap di kepala kasur, tak menunjukkan tanda-tanda mengantuk sedikit pun.

Eren membuka ponselnya dan menuju aplikasi hijaunya dan mulai mengetikkan sederet angka pada menu kontak baru. Sesekali melihat telapak tangannya ketika ia lupa angka selanjutnya.

Ya, di tangannya kini sudah tertulis dua belas angka yang merupakan nomor kontak seseorang. Sebelum Levi tertidur tadi Eren sempat memintanya, sekaligus berjanji jika ia tidak akan macam-macam.

 Sebelum Levi tertidur tadi Eren sempat memintanya, sekaligus berjanji jika ia tidak akan macam-macam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi berikutnya berjalan cukup baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi berikutnya berjalan cukup baik. Mereka ke sekolah, belajar, kemudian ke kantin bersama, seolah tak ada yang benar-benar terjadi kemarin.

Levi sibuk mengaduk-aduk mie ayamnya, mengunyahnya dengan tenang sebelum ia kembali mengingat satu hal. "Eren."

"Hm?" Eren lantas mengangkat kepalanya dengan semangat.

Ah, dia benar-benar ingin jika Levi lebih sering memanggil namanya seperti itu. Bahkan pernah satu kali Eren memimpikan itu dalam tidurnya. Di mana Levi terus merengek dan memanggil namanya berulang kali.

"Apa yang kau lakukan dengan nomor Kenny?"

"Ohhh, itu sih ...." Eren meraih ponsel yang ia letakkan di sebelah mangkuknya, lalu membuka riwayat chat-nya semalam dengan Kenny. "Ini."

Levi mendekatkan wajahnya pada layar ponsel Eren dan mulai membaca pesan itu satu persatu sembari menggulir layarnya sendiri.

"Ha ... ha ...." Levi tertawa kering setelah membaca semuanya. Dia merasa sedikit agak lucu dengan bagaimana cara berinteraksi Eren dan Kenny di pesan chat itu. "Kau bahkan sampai membawa undang-undang itu."

To Be Continued

pendek, karena emang dari awal tujuan chap ini cuma buat nyelesaiin masalah dengan Kenny. :)

𝕄𝕚𝕤𝕥𝕒𝕜𝕖𝕤 • 𝔼𝕣𝕖𝕟 𝕩 𝕃𝕖𝕧𝕚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang