30.

683 126 12
                                    

Aku tertegun melihatnya.

Melihat Rex yang terlihat begitu percaya diri dan bersinar seharian ini. Walau jadwalnya terbilang padat, tetapi rasa salutku terhadap laki-laki itu yang tak mengeluh sedikitpun membuatku merasa kalau Rex sudah menjelma menjadi laki-laki dewasa yang bertanggung jawab.

Dimulai dari pagi ini ketika kami pergi menemui beberapa kontraktor di Jepang, lalu disusul dengan agenda pengecekan perusahaan shipping yang nantinya akan bekerja sama dengan The Chalmers begitu cabang perusahaan resmi di buka, juga beberapa agenda lainnya yang membuat aku menggeleng-gelengkan kepala, takjub mengetahui seberapa sibuk laki-laki yang dulu ku bantu hidup itu.

Ditambah pula dengan sore ini. Badanku berdiri dengan tegak, sementara kedua kakiku yang masih terbalut sepatu hak lima senti yang sejak pagi tadi kukenakan untuk ikut menemani Rexton dan segala aktivitasnya yang tiada hentinya itu, begitu menyiksaku.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Abdurachman Oetojo berada di hadapaku sedang berjabat tangan dengan Rexton di dalam ruang meeting khusus di hotel beliau. Wibawanya yang selalu terlihat paripurna sebagai menteri paling muda di televisi terlihat semakin terpancar ketika aku melihatnya langsung di depan mataku.

Sama sekali tak kusangka bahwa ternyata pembukaan cabang The Chalmers di Jepang adalah dalam rangka ikut mendukung diaspora untuk ikut serta dalam memeriahkan program Ekonomi Kreatif milik Abdurachman Oetojo.

Menurut penjelasan singkat Astrid tadi kepadaku, diharapkan bahwa Diaspora yang tinggal di sini, bisa ikut serta mengembangkan situs belanja online The Chalmers yang tenant mayoritasnya adalah UMKM agar digunakan untuk berbelanja sehari-hari bukan hanya untuk WNI tetapi juga warga lokal Jepang. The Chalmers dipercaya oleh negara untuk ikut kedalam program mempromosikan barang hasil bumi NKRI agar bisa di pasarkan secara internasional.

Which is itu benar-benar terdengar sangat pintar. Maksudku, tidak hanya membantu pedagang Indonesia untuk mengepak sayapnya ke ranah international, tetapi dengan adanya program ini secara tidak langsung juga ikut serta menaikan perputaran mata uang asing di negara kita.

Aku menundukan kepalaku dengan begitu kaku ketika Abdurachman Oetojo melirik ke arahku untuk sepersekian detik. Jantungku rasanya ingin lepas dari rongganya sangking gugupnya aku bertemu dengan orang sepenting beliau.

Lututku rasanya lemas sekali. Beda halnya dengan Rexton yang terlihat begitu tenang dan sentosa, seolah pertemuan ini tak ada artinya sama sekali baginya. Padahal demi Tuhan, yanh sedang duduk di hadapannya itu adalah menteri Pariwisata.

"Kira-kira ada berapa banyak Diaspora di Jepang, Pak Arman?" Rexton bertanya Kepada Menteri Pariwisata itu, suaranya terdengar ramah walau masih terbersit deru berat dari suaranya.

"Lebih dari seratus lima puluh anak muda terdaftar sebagai mahasiswa di berbagai universitas negeri terbaik di Jepang. Kalau lusa pihak kedutaan bisa mengkonfirmasi acara perkumpulan mahasiswa, mungkin sedikit banyaknya kamu akan mendapat karyawan magang bahkan sebelum kantormu resmi di buka disini, Rex." Pak Arman, begitu Rexton memanggilnya terkekeh.

Rexton tersenyum ke arah Pak Arman "Berarti hanya tinggal menunggu waktu hingga gedung selesai di poles ya, Pak. Saya menepati janji saya kepada Bapak."

"Betul." Pak Arman tersenyum selagi kedua bola matanya terlihat berbinar "Tadi pagi, sebelum kemari saya sempat melihat kondisi bangunan gedung kamu. Delapan puluh persen kalau saya kira-kira, mungkin tinggal tahap finishing dan peletakan furniture, gedung baru kamu bisa di pakai,"

"Ngomong-ngomong soal itu. Gimana kalau perkumpulan besok sekalian di adakan di sana saja Pak?" Rexton memberi saran.

"Di gedung kamu?" Pak Arman menaikan kedua alisnya.

The MisshapenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang