02 : Perkenalan

764 69 2
                                    

2 Februari 2012

"DASAR BOCAH SIALAN! MEMANGNYA KAU SIAPA?!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"DASAR BOCAH SIALAN! MEMANGNYA KAU SIAPA?!"

"Jangan! Jangan pukul! Jangan pukul Jeno hyung!"

Jisung kecil berusaha melindungiku saat Ny. Kim memukuliku tanpa ampun. Bocah berumur hampir 14 tahun itu terlihat ketakutan dengan mata berurai. Tanganku terulur, melindunginya juga. Hatiku sakit mendengar jeritannya yang terus berteriak untuk Ny. Kim menghentikan aksinya.

Aku lihat pada sudut ruangan Haechan dengan kepalanya yang sudah berdarah meringkuk menatapku sendu. Tanpa suara aku berkata, Haechan, aku mohon bertahan. Jangan pergi meninggalkan kami, lalu tersisa sepi saja untuk kami.

Haechan tersenyum kecil, ia mengeratkan tudung hoodienya dan mengangguk. Melihat itu, aku tak bisa menahan tangis ku, wajahku memerah. Di tengah keributan ini semua, Chenle tiba-tiba datang kemudian memanggil Ny. Kim entah untuk apa. Hal tersebut membuat aku segera bangkit, Jisung pun. Kami segera menghampiri Haechan.

Aku dengan sekuat tenaga mengangkat tubuh Haechan, aku dapat merasakan tubuhnya mulai dingin. Darah segar terus mengucur dari kepalanya. Aku tak tahu bagian mana yang terluka, sebab Ny. Kim memukul kepala Haechan membabi buta. Wanita tua itu memukul Haechan menggunakan gagang sapu ijuk.

Jisung di sebelahku menangis keras. Ia menjerit kembali.

"Bertahan, ku mohon..."

🍃🍃🍃

"Apa yang kau sukai, Jeno?" tanya Jaemin menatap Jeno. Pemuda itu tersenyum sekilas sebelum terkekeh tanpa arti. Tubuhnya yang lemah itu ia sandarkan pada dinding, tangannya terikat tali penghubung pada tiang ranjang.

"Aku tak ingin memiliki kesukaan, sebab akan terenggut. Aku hanya ingin bebas. Di sini sakit sekali," ucap Jeno tanpa menatap Jaemin. Pandangannya lurus, masih bertahan dengan satu pohon di depannya itu. Jaemin mengikutinya, pemuda itu menatap pohon tersebut, mencari apa arti pohon itu untuk seseorang bernama Lee Jeno.

"Apakah senang memakai jas putih itu?" tanya Jeno kemudian. Jaemin terkesiap, ia menunjuk jas putih dokter yang dikenakannya. "Ini?"

"Iya."

"Rasanya sedikit.. membanggakan? Entahlah," jawab Jaemin ragu. Ia tak tahu harus menjawab apa.

"Bagaimana rasanya berkuliah?" tanya Jeno kembali. Jaemin mengulum bibir, ia menuliskan sesuatu di notebooknya. "Aku punya ide bagus."

Jeno tak menjawab, ia menatap Jaemin dengan tatapan bingungnya.

"Bagaimana kalau kita mengatur seperti ini, kau boleh bertanya 3 hal tentangku setiap harinya Jeno. Aku pun juga akan melakukan hal yang sama. Bagaimana?"

"Aku tak butuh."

Jawaban singkat Jeno itu membuat Jaemin tertohok. Pemuda itu menghela napasnya. "Baiklah, giliran aku yang bertanya."

"Aku tidak mau."

"Bagaimana dengan pertanyaan simple ini, apa yang suka kau lakukan pada saat kecil?"

Jeno melirik Jaemin dengan sebal, senyum pemuda itu terlihat menyebalkan di mata Jeno. Entah mengapa.

"Aku tak suka apapun."

"Baiklah." Jaemin mengiyakan saja. "Lalu.. bagaimana dengan keluargamu? Bagaimana kehidupanmu?" tanya Jaemin sembari fokus mencatat.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Tak ada jawaban, pemuda itu merasa aneh. Jaemin mengangkat wajahnya, kembali menatap Jeno yang sekarang justru menatapnya dengan ekspresi yang sulit Jaemin mengerti.

Bola matanya malebar, wajahnya memerah, ia benar-benar tampak seperti orang yang berbeda. Ikatan tangannya tiba-tiba sudah terlepas begitu saja.

"Jeno, apa─"

"ARGHHH!!!!"

Jeno tiba-tiba mengerang keras, pemuda itu menutup telinganya kemudian menjambak rambutnya keras-keras. Kepalanya berdengung hebat. Jaemin segera menghampirinya, hendak mengulurkan tangan namun Jeno segera menepisnya dengan kasar.

"Lee Jeno, ada apa?!" tanya Jaemin panik sekaligus khawatir. Ia benar-benar tak tahu sebenarnya Jeno ini sakit apa?

"Awas! Awas! Minggir!" Jeno terus mengerang, seperti kesakitan. Jaemin yang merasa hal buruk akan terjadipun segera membuka pintunya, berteriak memanggil perawat.

Namun saat hendak berbalik badan, Jeno tiba-tiba aaja sudah ada di hadapannya dengan tatapan yang menyeramkan. Pemuda itu tiba-tiba tertawa keras. Jaemin terkesiap.

"J-Jeno?"

"Hahahaha! Sangat lucu wajah kau, Dok!" Jaemin tak mengerti, sosok Jeno itu tiba-tiba menunjuk-nunjuk wajahnya seperti mengejek.

"M-maksudmu apa?" tanya Jaemin tak mengerti. Sosok Jeno itu tertawa lebih keras, bahkan memegangi perutnya seakan-akan puas melihat wajah kebingungan Jaemin.

"Sepertinya Dokter satu ini belum mengenalku." Sosok Jeno itu tiba-tiba berhenti tertawa. Ia menatap Jaemin tajam.

"Jeno Jeno Jeno Jeno, namaku bukan Jeno, Dokter," ujarnya justru tambah membuat Jaemin bingung. Apa yang sedang terjadi?

"Maks─"

"Na Jaemin, menyingkir!"

Jaehyun tiba-tiba saja datang dengan para perawat yang bersiaga. Mata Jaemin membulat melihat raut wajah Jaehyun yang terlihat panik, peluh mengalir deras dari pelipisnya. Ia dengan sigap berdiri menghadang.

"Dokt─"

"Wawww, Dokter Jaehyun si pahlawan kesiangan ini sudah datang!" Sosok Jeno itu bertepuk tangan dengan keras. Jaemin tak mengerti, benar-benar tak mengerti.

"Dokter Jaehyun, bagaimana cara kerjamu itu? Anak ingusan ini bahkan tak tahu siapa aku," ucapnya sembari menunjuk-nunjuk Jaemin.

Jaehyun melirik Jaemin sebentar sebelum akhirnya menatap sosok Jeno di depannya. "Kembalikan Lee Jeno. Sekarang." Entah, Jaemin merasa hawa Jaehyun sekarang ini sungguh menakutkan.

"Mengapa kami harus mengembalikan Jeno? Jeno sudah nyaman dan aman di sana, ia tidur dengan nyenyak. Kalian yang terus menyakiti Jeno, bukan kami."

"Kambalikan Jeno." Jaehyun berdesis marah. Sosok Jeno itu justru tertawa senang. Menghiraukan ucapan Jaehyun.

"Dokter─"

"Kembalikan Jeno─

















─Zhong Chenle."

Dan tawa itu justru semakin keras.

🍃🍃🍃

note; cerita ini akan panjang
kayanyaa 👁️👄👁️

Home Alone ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang