27 Juni 2012
"Kau ini terlalu banyak berpikir!"
Jaemin tersentak kaget begitu kertas ujian yang ada di tangannya diambik secara kasar. Pemuda itu mengernyit tajam. "Kembalikan kertas ujianku!" katanya mengintimidasi.
"Kau tak akan memberikan contekan padaku?" Teman sebangku Jaemin, Soobin menatap Jaemin tajam. Namun seolah-olah tak takut, Jaemin justru mendecih.
"Apa kau tak bisa berpikir sehingga menyuruh orang lain berpikir untukmu?" sarkasnya membuat antek-antek Soobin tertawa. Hal itu membuat Soobin geram. Ia menarik kerah Jaemin kasar.
"Apa kau bilang, hah?!"
"Mungkin orang lain akan takut denganmu, Choi Soobin. Namun aku tidak, kau hanya bocah ingusan yang bersembunyi dibalik kekayaan, harta, serta reputasi keluargamu," jawab Jaemin tanpa rasa takut, pemuda itu menepis dengan pelan genggaman Soobin.
BUGH!!
Jaemin jatuh tersungkur begitu Soobin memukulnya dengan kencang, lalu antek-anteknya mengikuti. Mereka menendang tubuh Jaemin, menginjak-injaknya tanpa ampun. Jaemin meringis tanpa suara, pemuda itu berusaha menghalau pukulan tapi tak berhasil. Nyeri sangat terasa.
Tak ada satupun teman-teman sekelas Jaemin yang membantu. Singkatnya, Jaemin adalah murid buangan di kelas ini. Tak ada satupun yang akan membantu Jaemin, walau ia berusaha untuk bersikap ramah dan baik. Namun pada saat-saat seperti ini, tak ada yang akan membantunya.
Setelah itu bel berbunyi, jam olahraga dimulai. Jaemin meringis begitu melihat seragam olahraganya sudah merembas darah.
Pandangannya mulai memburam, terakhir yang ia ingat adalah seorang pria tergesa-gesa berlari ke arahnya seolah-olah khawatir, sebelum akhirnya Jaemin merasa dirinya sudah ringan bagaikan kapas dan terlelap sejenak.
Orang itu menggendong Jaemin.
Dan entah mengapa, Jaemin dapat merasakan hatinya yang begitu menghangat.
🍃🍃🍃
"Sudah ku katakan berapa kali, itu bukan aku!"
"Namun saat itu hanya kau teman yang ku punya."
Jihoon mencebikkan bibirnya kesal. "Aku bahkan saat itu sepertinya sedang menjalankan hukuman untuk berjemur di lapangan. Aku ingat menyusulmu di UKS sesaat setelah aku menyelesaikan hukumannya."
"Apa mungkin seorang guru?" tanya Jaemin nampak menimang-nimang. Jihoon hanya mendecih kemudian menyenderkan tubuhnya pada kursi.
"Jaemin."
"Hmm?"
"Menurutmu.. bagaimana tentang Lee Jeno?"
"Tiba-tiba?"
"Er.. aku hanya penasaran saja. Akhir-akhir ini kau terlihat murung sebab Lee Jeno."
Jaemin menghela napasnya, pemuda itu mengaduk-ngaduk minumannya yang sudah dingin dengan tak minat. "Jihoon.. aku rasa, Ibu mengenal Lee Jeno."
"Huh?"
"Aku tak mengerti, nama Lee Jeno itu sungguh unik. Aku belum pernah menjumpai seseorang bernama Lee Jeno sebelumnya, saat aku iseng bertanya dengan Ibu. Entah, ekspresi serta mimiknya mengatakan bahwa ia mengenal Lee Jeno jauh sebelum aku," jelas Jaemin menerawang. Jihoon yang mendengarnya terdiam.
"Ada apa kau menanyakan?"
"Ah, tidak.. apakah Lee Jeno baik-baik saja?"
"Mungkin?" Kedua alis Jihoon menukik begitu mendengar jawaban Jaemin. "Apanya yang mungkin? Mengapa tidak pasti?"
"Ia terkadang terlihat baik-baik saja, namun selebihnya tidak. Aku tak dapat mendeskripsikannya."
"Jaemin."
"Hmm?"
"Bolehkah aku memberi saran?"
Jaemin menatap Jihoon aneh. Tak biasanya pemuda itu berekspresi serius. "Ada apa?"
"Jangan terlalu dekat dengan Lee Jeno, maksudku, jangan terbawa suasana serta rasa perasaan padanya. Kalian tak benar-benar berteman, kalian hanya seorang pasien dan dokter. Jangan mencari tahu sesuatu lebih dalam, terlebih lagi tentang Lee Jeno."
Dan Jaemin bersumpah, itu pertama kalinya Jaemin tak menyukai ucapan Jihoon.
🍃🍃🍃
"Apakah kau senang?"
Jeno tak menjawab pertanyaan Jaehyun, pemuda itu sibuk menatap wajah Jaehyun dengan perasaan membuncah. Ia menatap sengit. Jaehyun yang menyadari itu tersenyum miring, dokter muda itu meletakkan punggung tangannya pada kening Jeno.
"Apakah obatnya bekerja?" tanya Jaehyun kemudian. Jeno hanya mendecih kemudian membuang wajah.
"Mengapa susah sekali berbicara denganmu, padahal kemarin ku lihat kau berbincang cukup banyak dengan Na Jaemin."
Mendengar nama Jaemin disebut, Jeno segera menatap Jaehyun tajam. Jaehyun terkekeh. "Kau sudah mulai nyaman dengan Jaemin ya? Dengar, ia bukan temanmu, Lee Jeno. Kau tak akan bisa keluar dari sini dengan bantuannya."
"Tutup mulutmu," desis Jeno penuh amarah. Rahangnya mengeras. Bukannya takut, Jaehyun justru kembali terkekeh.
"Kau tak bisa apapun, lebih baik bersikap seperti dulu. Acuhlah, aku janji ini semua tak akan lama."
"Sebab kau akan membunuhku," pungkas Jeno cepat.
"Kau akan keluar pada waktunya."
"Aku akan segera mati sebelum keluar."
Jaehyun hanya tersenyum sembari menyuntikkan sesuatu pada selang milik Jeno.
"Sudah waktumu untuk tidur, Lee Jeno."
KAMU SEDANG MEMBACA
Home Alone ✔
General FictionRumah ini hanya tinggal menyisakan satu raga, sementara yang lainnya bergerak melangkah, ia tetap pada tempatnya.