22 : Mengikhaskan

422 48 5
                                    

"Aku sudah mengingat semuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku sudah mengingat semuanya."

Jaemin melebarkan matanya begitu Jeno berucap dengan senyum tipisnya. Bibirnya mendadak kelu, ia tak tahu harus merespon seperti apa. Bertanyapun tak bisa.

"Ayahku yang membakarnya, bukan Huang Renjun. Hari itu aku menolak Ayah untuk pulang, kemudian ia bertemu dengan Ny. Kim, iblis itu kemudian membunuh rumahku agar aku bisa kembali pulang dan mengkambing hitamkan Huang Renjun." Jeno bercerita dengan suara pelan. Menatap Jaemin pun ia tak punya keberanian.

Jaemin tertegun dengan kalimat yang tak dapat ia sampaikan.

"Maafkan aku.. begitulah besarnya penyesalanku hingga aku menjadi sepengecut ini. Menciptakan mereka yang telah lama pergi dalam diriku," ujarnya penuh penyesalan. Matanya mulai memanas kemudian bulir tetes air mulai mengalir pada kedua pipinya.

Jaemin terdiam sejenak, merasakan pahitnya dari setiap kata yang keluar dari bibir Jeno. Jaemin tak dapat mendeskripsikan bagaimana perasaan pemuda bermarga Lee itu. Namun ia tetap dapat bertahan.

"Tak ada satupun keinginan pada hari Natal yang terlaksana," ujarnya kemudian.

"Lee Jeno, itu bukan salahmu."

Kepala Jeno mendongak begitu mendengar suara Jaemin menyapa rungunya.

"Itu semua bukan salahmu, ketidak adilan itu bukan bagianmu. Kita semua memiliki porsi kebahagiaan serta penderitaannya masing-masing, sudah ada yang mengaturnya. Kau di sini karena sebuah alasan, selau seperti itu."

"Ayah-"

"Itu salah Ayahmu dan bukan salahmu! Sangat tak adil rasanya jika kau menimba rasa bersalah dibenakmu padahal mereka yang berbuat tak merasakan apapun!"

Entah, mungkin kalimat Jaemin hanya sebagai penenang belaka. Namun, mengapa hati Jeno terasa menghangat?

"Kali ini jalani hidupmu dengan baik, Lee Jeno. Mereka semua ingin kau bertahan, mereka semua tak ingin kau sengsara dengan penderitaan."

🍃🍃🍃

"Renjun itu monster. Kau tak tahu bagaimana jika ia muncul, Jihoon. Hal yang kau lihat tentangnya hanya sedikit. Itu bukan apa-apa."

Jihoon menatap kosong surat putih bertinta hitam di tangannya, netra matanya kemudian bergulir, menatap Jeno yang terus menangis sementara Jaemin berusaha menenangkannya. Jihoon dapat melihat melalui jendela besar yang mengarah pada taman rumah sakit.

Hatinya menghangat.

Tn. Lee baru saja pergi setelah mengintimidasi Jihoon untuk menyerah dengan Lee Jeno. Pemuda itu digertak, namun ketakutan itu lenyap begitu melihat bagaimana ketulusan Lee Jeno dan Jaemin.

"Kenapa kau berdiri saja di depan pintu?" tanya Jaehyun begitu keluar dari ruangannya. Posisi Jihoon tepat ada di depan pintu.

"Aku ingin menyerahkan ini.." ucap Jihoon pelan, mengulurkan surat di tangannya. Kepala Jaehyun tertunduk, kemudian mengernyit begitu melihat surat pengunduran diri milik Jihoon.

Home Alone ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang