4 Desember 2012
"Musim dingin akan segera dimulai."
Jeno menatap Renjun yang baru saja berujar dengan dahi mengernyit, pemuda itu menengok jendela, tirai ia buka menggunakan tangan dan mata sipitnya menyiratkan akan sesuatu.
"Memangnya mengapa?" tanya Jeno tak mengerti.
"Tandanya sebentar lagi natal akan tiba."
Jeno mengangguk saja mengiyakan, siapa yang tak menanti-nanti hari natal? Pohon yang didekorasi dengan cantik, ramenya jalan-jalan yang bercahaya, kembang api yang membisingkan sekaligus sangat indah, membayangkannya saja Jeno sudah sangat bersemangat.
"Lee Jeno." Renjun tiba-tiba memanggil.
"Ya?"
"Bukankah hari ini terlalu sunyi?" tanyanya kemudian. Jeno menatapnya heran. "Itu hal yang baik bukan?"
"Tapi terlalu sunyi, aku takut jika sesuatu yang buruk akan datang. Tidak, bahkan lebih dari kata buruk," jawabnya tanpa menatap Jeno, mata sipitnya masih menatap jalanan melalui celah tirai dengan tatapan yang tak biasa.
"Jangan berbicara seperti itu, kau menakutiku!" seru Jeno memukul kecil lengan Renjun.
Pemuda bermarga Huang itu terkekeh sejenak sebelum wajahnya kembali menjadi cemas. Namun, sayangnya Jeno tak dapat menangkapnya. Ia hanya menganggap perkataan Renjun hanya sebatas kecemasan tak berdasar.
𓆝 𓆟 𓆞 𓆝 𓆟
"Zhong Chenle, tidurlah, ini sudah pukul sebelas lebih."
"Kau tidur saja dulu."
"Anak kecil kalau diberi tahu harus menurut!"
Chenle menatap Haechan jengah, pemuda itu merotasi bola matanya malas. "Aku tak mengantuk, rasanya ingin terjaga malam ini entah mengapa."
"Tidur atau ku tendang bokongmu," ancam Haechan kemudian menyesap teh hangatnya. "Masuk kamarmu sebelum teh hangatku habis."
"Sebenarnya aku ingin bertanya ini sejak lama. Setelah dipikir-pikir, kau galak seperti Ny. Kim," ucap Chenle tanpa keraguan. Haechan mendengus.
"Kau gila? Jangan samakan aku dengannya!"
"Ngomong-ngomong Ny. Kim ke mana?"
"Ia bertemu dengan seorang pria tua, aku tak sengaja melihatnya tadi."
"Apakah ia berpacaran?" duga Chenle kemudian Haechan tertawa. Pemuda itu membuat raut wajah mengejek. "Ny. Kim berpacaran, apa kau kehilangan akalmu?"
"Aku hanya menebak."
"Bukankah pria tua itu suaminya?" Mark tiba-tiba datang menyahut, mengambil sebuah roti tanpa selai kemudian melahapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home Alone ✔
Ficción GeneralRumah ini hanya tinggal menyisakan satu raga, sementara yang lainnya bergerak melangkah, ia tetap pada tempatnya.