Chapter~6

672 71 5
                                    

🔪🔪🔪🔪🔪🔪🔪

Pov Jungkook

Aku harus segera menyelesaikannya, jika tidak mau berakhir di rumah sakit jiwa. Aku pikir dengan membuat keputusan untuk merawat Taehyung adalah suatu tindakan yang tidak akan membahayakanku. Ini bukan tentang jika bisa saja Taehyung melaporkanku. Tapi ini lebih tentang jika bisa saja aku tak mau kehilangan dia.

"Arrgggghhhh" Aku berteriak dan kembali memecahkan banyak botol. Bahkan gelas-gelas kini juga sudah menjadi sasaran kemarahanku.

Aku membenci diriku sendiri yang selalu terlihat pasrah ketika sudah berhadapan dengan Taehyung.

'Pergilah'

'Laporakan aku'

Selalu itu yang aku katakan pada dirinya. Aku tak pernah bisa memikirkan, bagaimana reaksiku jika Taehyung benar-benar melakukannya.

Dia selalu ada di sana. Ada di dalam sisi gelapku.

Orang tuanya bukanlah orang yang pertama kali aku bunuh. Mungkin itu... orang ke-5 kalau tidak salah. Dan seperti yang sudah-sudah, tak ada yang perlu aku sesali setelah melakukannya.

Ibu Taehyung adalah seorang penggoda. Kita bertetangga setelah kepindahanku dari Singapore waktu itu. 3 bulan lamanya kita menjadi tetangga dan semuanya berjalan lancar.

Aku selalu menghindari tatapan orang-orang padaku. Aku juga tak mau membunuh siapapun itu. Tapi tatapan mereka selalu mengingatkanku pada saat usiaku 7 tahun. Di mana Ayahku diadili karena tuduhan korupsi uang negara. Bukan hanya mata hakim tertinggi yang mengadilinya. Tapi semua teman, kerabat dan keluarga juga turut serta mengadili Ayahku.

Ibuku kena imbasnya. Perekonomian keluarga Jeon hancur total. Dua tahun sudah Ayah mendekam di penjara. Dan selama itu Ibu terus mengalami sakit-sakitan. Depresi yang Ibu alami sukses membawanya pada kematian.

Ibuku yang cantik meninggal tepat setelah menyiapkan makan malam untukku. Ibu bilang ingin masuk kamar dan beristirahat. Tapi setelah itu Ibu tak keluar dari kamar sampai esok hari.

Aku menangis sesunggukan di bawah ranjang milik Ibuku. Satu-satunya asisten rumah tangga yang masih mau bekerja dengan Ibuku secara suka rela itupun langsung segera mengabarkan kematian Ibu pada keluarga terdekat. Dan dua jam berselang kabar dari tempat Ayahku ditahan memberitahukan jika Ayah mati keracunan. Diduga Ayah melakukan percobaan bunuh diri setelah mendengar kematian Ibuku.

Aku semakin terpuruk dan aku semakin membenci semua orang yang ada di sekitarku.

Sebab itulah aku membenci setiap tatapan yang orang tujukan padaku. Dan itulah yang membuatku tega untuk menghabisi nyawa ke dua tetanggaku.

Nyonya Kim mengetuk pintuku, dan setelah aku membukakan untuknya dia mengatakan jika butuh toilet. Toilet di dalam rumahnya sedang direnovasi. Dengan pandanganku yang masih kaku karena terus menunduk, aku mempersilahkannya untuk masuk.

Tapi sial! Dia malah menyentak lenganku dan dengan beraninya ingin menciumku. Detik itu juga mata kita bertemu. Tatapannya padaku begitu sangat menggebu. Dan aku pastikan saat ini juga aku akan mengambil bola matanya, agar ia tak menatapku seperti itu lagi.

'Ayolah... tampan... jangan jual mahal padaku. Aku tahu kau butuh banyak biaya. Untuk bayar semester kuliahmu dan juga bayar sewa rumah ini. Aku bisa memberikanmu semuanya. Kau bisa menjadikanku sugar mommy mu, dengan sarat kau harus memuaskanku di ranjang'

Aku tersenyum dan sudah bersiap mengambi belati dalam sakuku. Tapi seorang anak kecil yang tiba-tiba datang dan berlari memeluk nyonya Kim, membuatku urung untuk meneruskan aksiku.

Tidak sekarang. Aku tidak akan melakukan itu sekarang.

.
.

Hari itupun akhirnya tiba. Hari di mana aku akan menyelesaikan semuanya. Malam ini keluarga Kim mengundangku untuk datang makan malam bersama.

Sudah keduga jika tujuan dari nyonya Kim tidakkah sesederhana itu. Sepanjang acara makan malam perempuan itu terus menatapku. Rasanya semua makanan dan minuman sudah tak bisa lagi aku telan.

Dadaku sesak dan perutku juga mengalami lonjakan yang hebat. Aku ijin untuk pergi ke kamar mandi. Kupikir dengan membasuh wajahku dengan air segar maka aku akan membaik. Tapi sial! Dia datang.

Perempuan itu menyusulku, menawarkan bantuan. Sementara dia sendirilah biang masalahnya.

Aku menatapnya nyalang sedangkan dia masih menatapku dengan penuh gairah.

Seketika mataku menggelap. Pikiranku sudah tak dapat aku kontrol lagi. Senyumannya belum pudar dan aku sudah menghempaskan tubuhnya membentur dinding kamar mandi.

Seketika darah segar keluar dari kepalanya. Bahkan nyonya Kim tak sempat berteriak. Hanya ada nafas tersengal yang ia keluarkan untuk mengungkapkan kesakitannya.

Kemudian aku menyeretnya kembali ke ruang mskan. Sengaja aku perlihatkan pada tuan Kim. Dia histeris tentu saja. Tapi apa aku perduli.

Pertama yang aku lakukan adalah mengambil belatiku. Aku terus memutar-mutarnya di tanganku dengan seringaian ku yang tak pernah pudar sepanjang aku menatap kosong pada tuan Kim yang tampak takut dan juga marah.

Dia sempat ingin melawanku dengan mengerangku, tapi dengan mudah aku bisa membuatnya jatuh tersungkur tak berdaya.

Entah apa yang sedang ingin tuan Kim itu lakukan. Dia berlari menuju suatu tempat. Aku mengikutinya, masih dengan tubuh nyonya Kim yang aku seret.

Ternyata tuan Kim mengambil pistol yang ia simpan di laci meja kerjanya.

Aku kembali tersenyum. Seringaianku semakin lebar. Ia menodongkan pistolnya tepat di depan wajahku dengan tangannya yang tremor. Dan dengan gerakan tak terduga aku langsung melemparkan belatiku tepat mengenai tangannya yang memegang pistol, hingga pistolnya pun terjatuh.

Suara tangis seorang anak kecil membuatku menoleh ke arah pintu. Aku lalu menggendong anak kecil itu dan ku dudukkan si kursi kerja. Tepat di sebelah di mana Ayahnya mengerang kesakitan.

'Jadilah anak yang manis...'

Anak itu langsung diam meski suara sesunggukkannya masih samar-samar tedengar. Matanya terus menatap tajam secara bergantian ke arah Ibu dan Ayahnya. Seakan tengah merekam moment yang hanya akan terjadi satu kali dalam seumur hidupnya.

Tentu aku tak mau mengambil resiko mati ditembak. Maka sebelum itu terjadi aku segera mengambil alih pistol itu. Aku menembak tuan Kim tepat dibagian vitalnya.

Dan____

Jangan tanya lagi apa yang aku lakukan setelah itu. Tentu saja mengambil bagian anggota tubuh yang paling aku benci.

.
.
.

Bersambung______

Taiwan, 3 April 2024

MY UNCLE IS PSYCHOPATH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang