Chapter 8

1.2K 319 223
                                    

⚠️TYPOS⚠️


Setelah pembicaraan dengan Ali—yang menurut Shazia cukup ambigu—wanita itu merenunginya cukup dalam meskipun Ali tidak secara gamblang menjelaskan apa maksud pria itu.

Itu bukan sesuatu yang sepele hingga Shazia kesulitan memejamkan mata hingga nyaris tengah malam.

Pagi harinya, Shazia terbangun dengan suara penyedot debu yang sedikit bising, seseorang yang Ali beri tugas mengurus semua kebutuhannya itu adalah seorang wanita yang usianya tampak di atas Shazia.

Sosok itu tersenyum ramah sambil membawakan sarapan dan obat untuk Shazia.

"Ifah mau dibantu cuci muka dulu?"

"Iya, minta tolong ya..."

Shazia cukup terkejut karena sudah tersedia kursi roda di luar kamar, padahal dia cukup yakin bisa berjalan meskipun berjinjit kepayahan.

"Nama saya Tika, Fah." Wanita itu memperkenalkan diri lalu mendorong kursi roda itu menuju kamar mandi.

"Zia bisa sendiri, makasih Mbak Tika."

Setelah itu Shazia membuktikan diri bahwa dia bisa melakukan pekerjaan sepele tanpa bantuan.

"Saya juga enggak puasa kok, Ifah. Silakan..." seolah menangkap kegelisahan Shazia setelah mereka kembali ke kamar—saat Tika menyodorkan nampan berisi sarapan tadi.

"Makasih, Mbak Tika..."

"Sama-sama. Habib bilang Ifah punya daftar belanjaan ya? Boleh saya minta?"

Semalam, Ali memberitahu Shazia untuk menulis beberapa kebutuhannya selama di apartemen dan memintanya untuk memberikan catatan itu kepada sang pengurus rumah.

Shazia mengangguk dan menyerahkan selembar kertas itu.

"Baik, Fah. Silakan dihabiskan sarapannya. Habib mau mastiin Ifah minum obatnya juga."

"Iya. Makasih..."

Setelah Tika pergi, Shazia menyantap sarapannya.

Habib mau mastiin Ifah minum obatnya juga

Shazia melirik obatnya di atas nampan dan meminumnya sesuai instruksi.

Karena tidak tahu apa yang harus dilakukan setelah sarapan dan minum obat, Shazia memakai meja kerja Ali dan menulis kaligrafi, merasa kegiatan mengasyikan itu mulai terasa membebani setiap jemari karena pegal, Shazia memutuskan beristirahat di sofa sambil mengintip halaman yang Ali tandai di buku bacaan yang pria itu simpan di bawah meja sofa.

Itu adalah buku bisnis yang mungkin sedang giat-giatnya Ali pelajari.

Tak terasa matahari sudah begitu terik saat Shazia menatap ke arah jendela apartemen, dia kemudian membagi atensi pada Tika yang masih menyibukkan diri di seberang pantry.

Setelah melirik jam dinding, Shazia sedikit tercekat karena ponselnya berdering.

Nama Ali terpampang di sana.

Oh, itu sudah jam istirahat kantor ketika Shazia menyadari hari berlalu dengan cepat meskipun tidak banyak kegiatan yang dia lakukan.

UNRULYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang