⚠️TYPOS⚠️
•
•
•"Shazia? Shazia?!"
Yang dipanggil dua kali itu pada akhirnya tersentak, dia lalu buru-buru menjawab pertanyaan mentor.
Shazia hampir membuat dirinya malu karena melamun sepanjang kelas berlangsung.
"Temen-temen, karena waktunya mepet, hari ini cukup di sini ya, aku ada janji sama panitia badan amal buat acara kita di panti nanti." Ucap sang mentor.
Setelah itu satu-persatu anggota kelas keluar dan membubarkan diri.
Shazia keluar paling terakhir dan melangkah pelan di koridor.
"Zia!"
"Assalamualaikum, Vania..." ucap Shazia setelah menoleh dan mencaritahu siapa yang memanggilnya.
"Waalaikumsalam..."
"Iya, Vania. Ada apa?"
"Itu... hmmm, kakak kamu kok udah lama enggak jemput kamu?"
Shazia salah fokus pada wajah Vania yang bersemu. "Kakak sibuk kerja."
"Oh gitu. Yah sayang banget, padahal aku belum sempet ucapin terima kasih. Udah lama banget enggak sih dia enggak jemput kami? Hampir setahunan ya?"
"Iya kayaknya Vania. Ngomong-ngomong ucapin makasih buat apa ya?"
"Beneran loh, aku inget karena terakhir kali kamu dijemput itu pas aku hampir kecopetan, waktu itu kakak kamu nungguin di depan gerbang dan nolongin aku ringkus pencopetnya."
"Oh gitu, Vania enggak apa-apa?"
"Udah lewat kok, cuma masih keinget aja sama kakak kamu. Kalau boleh minta nomornya? Aku mau hubungin dan ucapin makasih tapi enggak tau gimana caranya, soalnya keinget terus."
Shazia mengeratkan pegangannya pada ransel alih-alih memberi Vania nomor telfon Ali.
"Shazia?" Vania memastikan Shazia mendegarnya.
Selain karena suara Vania, hal yang membuat Shazia tersentak di saat bersamaan adalah suara klakson yang nyaring, setelah menoleh dia sedikit membeku karena mengenali audi yang kini berhenti di depan gerbang.
Ali menjemputnya. Setelah sekian lama. Pria itu menjemputnya lagi. Membuat Shazia syok.
"Ya ampun! Ya ampun! Baru diomongin!" Vania mendesis heboh saat melihat Ali keluar dari mobil. "Please kenalin aku sama kakak kamu! Please Shazia!"
Ali tidak mengatakan apapun dan langsung membuka pintu penumpang.
Pegangan Shazia pada ranselnya semakin mengerat saat menyadari dia tidak punya pilihan lain.
"Vania, aku pulang dulu ya. Assalamualaikum."
"E-eh? S-shazia... itu..." Vania terbata, bahkan tidak punya kesempatan menyapa Ali karena pria itu langsung memutar langkah setelah Shazia masuk ke dalam mobil.
Jika sebelumnya Ali selalu memberi instruksi agar Shazia memasang sabuk pengaman, kini pria itu berinisiatif memakaikannya, Shazia sempat melotot saat bahu Ali menyentuh bahunya—ketika pria itu menarik sabuk pengaman—bahkan aroma parfumnya yang khas menembus cadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNRULY
Любовные романыKecelakaan hebat merenggut nyawa kedua orang tua Shazia. Karena kemalangan yang menimpa dan membuatnya menjadi sebatang kara, kerabat jauh datang untuk merangkulnya, membawa Shazia kecil tinggal bersama mereka. Shazia mensyukuri kasih sayang yang me...