Chapter 14

1.6K 349 391
                                    

⚠️TYPOS⚠️


Di hari berikutnya, Ali kembali menjemput Shazia.

Wanita itu juga kembali direcoki oleh Vania yang seolah bisa meramal bahwa Ali akan datang menjemput.

"Kalau aku jadi kamu, mungkin aku udah naksir sama kakakku sendiri."

Shazia dan Vania tengah menatap ke arah Ali yang tengah berbincang serius dengan ketua klub memasak.

Dari yang Shazia dengar, Ali mendaftar sebagai sponsor badan amal yang akan mereka adalan di sebuah panti asuhan.

Shazia terus menatap suaminya, sedikit mengalihkan fokusnya dari Vania yang terus meminta nomor pria itu.

"Tinggi banget..." Vania membeo saat Ali melangkah ke arah mereka sebelum membuka pintu mobil untuk Shazia.

"H-hallo! Assalamualaikum Habib..." Vania akhirnya memberanikan diri menyapa meskipun setelahnya dia sedikit meringis karena Ali hanya menjawab mengangguk dan menjawab pelannya dengan suara yang nyaris tidak terdengar.

"Vania, aku pulang dulu—"

"Habih inget saya enggak? Dulu Habib pernah nolongin saya waktu kecopetan."

Ali yang menjaga pandangan dan hanya menatap Shazia itu mulai menangkap reaksi Shazia yang tidak biasa.

Shazia meremas ransel, matanya bergerak tak tentu arah, bahunya tampak menegang, dia gelisah seolah ingin segera pergi dari sana.

...Vania secantik itu masa kamu lupa,

...yang kamu tolongin waktu kecopetan

...pasti cantik semua

Ah, Ali mengerti. Istrinya gugup, dia cemas dan dia cemburu.

"Saya tidak ingat. Tapi semoga Allah selalu melindungi kita semua dari bahaya."

"I-itu! Saya Vania, saya belum sempet ucapin makasih."

"Tidak perlu."

"Vania, aku pulang du—"

"T-tunggu!"

Lagi-lagi Shazia diinterupsi saat hendak masuk ke dalam mobil.

"Habib, saya boleh minta kontaknya? Kebetulan saya sedang melakukan riset terkait kejadian kriminal seperti pencopetan dan lain-lain."

"Tapi saya bukan copet. Jadi, kamu tidak perlu kontak saya."

Vania kemudian tertawa renyah sebelum kemudian berbisik pada Shazia. "Udah mana ganteng banget, terus lucu lagi. Please Zia bantuin aku!"

Tapi Ali tidak bermaksud berkelakar, dia hanya menjawab seadanya.

"Bukan itu maksud saya, Habib. Saya mau minta waktunya untuk wawancara, untuk isi jurnal saya."

Karena Vania terdengar ngeyel. Ali mulai bisa membaca sedikit motifnya.

"Maaf saya tidak bersedia diwawancara atau berkontak langsung dengan mbak Vania. Saya sudah beristri dan dengan tidak berteman dengan perempuan lain adalah bentuk komitmen dan cinta saya terhadap istri."

UNRULYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang