Chapter 16

1.2K 303 118
                                    

⚠️TYPOS⚠️


Yara menatap Ali cukup lama hingga membuat pria itu bersuara pada akhirnya.

"Kenapa?"

Yara mengelus tengkuknya lalu menghela kecil. "Ganas amat kamu tadi malem."

"Perasaan kamu aja." Ali kemudian menjeda sarapannya.

"Ali. Yang tadi malem tolong jangan diulang."

"Perasaan kamu aja, Yara."

Yara menggeleng, menolak alibi Ali. "Kamu jelas inget sepanik apa aku semalem."

Ali tidak menyahut sebab dia mengakui kesalahannya semalam. Dia kelepasan.

"Kalau aku enggak sigap bisa berabe, Ali."

"Apa yang kamu maksud berabe?"

"Kalau aku hamil, gimana?!"

Sebelah alis Ali terangkat, dia kini sepenuhnya tidak berselera melanjutkan sarapan. "Terus apa gunanya kamu langsung lari ke kamar mandi?"

"Makanya aku minta tolong baik-baik, lain kali jangan lepas kendali!"

Tapi Ali tahu Yara tidak akan puas sebelum ada kata maaf yang keluar dari mulutnya.

"Maaf. Aku kelepasan."

Meskipun sebenarnya Ali tidak sepenuhnya lepas kendali, dia langsung sadar dan menarik diri secepatnya.

Yara memijit pangkal hidung lalu menatap Ali dengan serius. Itu sebabnya ada perjanjian di antara mereka, bahwa Ali tidak boleh menyentuh Yara saat Yara sedang masa subur, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

"Ada masalah apa? Enggak biasanya kamu lepas kendali."

"Capek masalah kerjaan aja."

"Kenapa? Ada masalah di kantor?"

Ali mengedikkan bahu.

Keduanya bungkam, meja makan mereka memang tidak pernah hangat lebih dari satu jam.

"Dan Yara,"

Yara kembali menatap Ali.

"Kamu perlu memperbaiki ucapanmu. 'Berabe' adalah kata yang terdengar cukup kasar untuk anakku."

Yara sadar dia cukup keterlaluan. "Ali, maksud aku—"

"Itu anak kamu juga kalau misal Tuhan berkehendak lain. Tapi ya, kamu tenang aja sih, aku enggak bakal biarin wanita yang menganggap seorang anak adalah hal yang 'berabe' menjadi ibu. Tenang, Yara. Kamu enggak bakal jadi ibu."

"Ali—"

"Kamu berangkat sendiri ke rumah sakit, aku beda arah. Ada meeting di luar kantor."

"Ali."

"Yara. Jangan berubah pikiran. Kamu tau bakal sekecewa apa aku."

Yara terdiam sambil menatap punggung Ali yang kini lenyap di balik pintu.

Entah mengapa Yara merasa ucapan terakhir Ali seperti sebuah peringatan.

UNRULYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang