"Terima kasih, Sus," ucap Ayana sembari tersenyum kepada suster yang baru saja memasangkan selang intravena ke lengannya.
Suster itu tersenyum lalu mengangguk, sebelum akhirnya kembali ke tempat di mana ia juga harus memeriksa pasien lain hari itu. Meninggalkan Ayana bersama dengan kesunyiannya.
Di dalam ruangan yang hari ini hanya berisikan dua orang itu, Ayana melamun. Matanya menatap pasti pada cairan intravena yang menggantung di dekatnya. Melihat bagaimana bulir demi bulir dari cairan itu terjatuh dan masuk ke dalam dirinya.
Sebenarnya, kemoterapi tidak sesakit itu. Hanya saja perasaan aneh yang menggerayangi tubuhnya setelah itulah yang membuat Ayana terkadang malas menjalankan prosedur ini. Rasa mual dan ingin muntah yang akan menemaninya selama hampir seminggu, kebas di tangan dan persendian, lalu juga efek samping yang paling dibenci Ayana dari prosedur ini adalah dirinya yang harus mengikhlaskan rambutnya rontok dan menipis.
Gadis itu menghela napasnya kasar. Ada banyak perasaan lelah yang selalu datang menghampirinya di saat-saat seperti ini. Suara mesin yang mendeteksi tensi darah dan detak jantungnya menemani Ayana dalam kesunyian itu. Menambah kesan pilu tersendiri baginya.
Di seberangnya, Ayana dapat melihat seorang wanita yang juga sedang menjalankan prosedur yang sama sepertinya. Yang berbeda hanyalah cara bagaimana cairan obat itu dimasukkan. Jika Ayana memilih metode intravena, maka wanita itu memilih menggunakan metode chemoport yang selalu membuat Ayana bergidik ngeri sekaligus kagum.
Namun, yang membuat Ayana terpaku bukanlah metode yang dipilih wanita itu. Melainkan bagaimana ia melewati prosedur itu dengan seorang laki-laki yang menggenggam tangannya dan menatapnya manis. Jujur saja, Ayana selalu merasa iri dengan orang-orang yang ditemani ketika kemo. Tapi, ketika ia membayangkan bagaimana perasaan orang yang ia ajak untuk menemaninya dan harus melihat bagaimana menyedihkannya Ayana yang bergelut dengan banyak alat, Ayana memilih untuk mengubur rasa iri dan maunya itu.
Ayana tidak ingin membuat orang lain mengasihaninya lebih dari yang biasa ia terima. Ayana tidak ingin menambah persentase iba yang dimiliki orang-orang padanya. Ayana hanya tidak ingin dipandang sebagai manusia lemah.
Sebenarnya dirinya sama saja seperti Yushi yang ingin egois untuk dibilang normal. Ingin menjadi manusia yang tidak mencolok dan biasa saja tanpa iming-iming iba dan kasihan. Tapi, layaknya manusia yang sok sempurna, tatapan iba dan perasaan kasihan itu selalu menghampiri Ayana setiap kali ia melangkah. Melewati orang-orang yang selalu mengasihaninya tanpa pernah mau mendekatinya untuk sekedar sapa dan berteman.
Padahal Ayana ini masih sama-sama manusia. Dia hanya harus minum obat di beberapa waktu sehari, dan mungkin akan cepat lelah. Tapi, dia masih sama-sama manusia yang ingin mempunyai teman yang menghibur dan memberinya alasan untuk semangat menjalani hidupnya yang dicap sebentar.
Kembali ia menghela napas. Rasanya kepalanya akan meledak jika memikirkan pandangan orang-orang juga mimpi-mimpi kecilnya yang tak akan pernah benar-benar terjadi. Memiliki banyak teman itu mustahil baginya. Sehingga kehadiran Yushi dalam hidupnya sudah lebih dari sekedar cukup.
Yushi adalah teman terbaiknya sepanjang masa. Dan Ayana tidak ingin kehilangan pemuda itu, bagaimanapun caranya. Karena yang Ayana mau adalah menghabiskan sisa waktu dalam seumur hidupnya bersama Yushi. Pemuda yang benar-benar bisa memahaminya tanpa menekannya dengan suasana iba dan kasihan yang memojokkan.
"Kamu hebat banget, ya, Sayang. Istri aku keren sekali bisa bertahan sampai sekarang. Ayo kita semangat untuk sembuh, ya, Cintaku."
Samar-samar Ayana bisa mendengar pujian dan dukungan itu. Ia tersenyum kecil mendengar betapa tulusnya suami dari wanita itu menemani istrinya. Tatapan matanya yang begitu tulus seketika membuat Ayana menghangat ketika melihatnya, apalagi reaksi malu-malu dari istrinya ketika sadar kalau Ayana memperhatikan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind Star
FanfictionSejak kecelakaan yang merenggut penglihatannya, dunia Yushi mendadak berubah. Ia dibanjiri oleh perasaan kasihan oleh orang-orang. Yushi lelah dengan pandangan iba yang selalu mengarah padanya. Ia hanya ingin hidup normal. Tanpa iming-iming dan pand...