Hari demi hari berlalu dengan begitu sunyi. Hanya ada suara mesin-mesin penunjang hidup yang bergema guna membantu Ayana menjalani masa kritisnya. Dan di hari-hari yang teramat lama itu, Riku dan Yushi selalu mendampinginya secara bergantian.
Riku benar-benar mengizinkan Yushi untuk mengunjungi Ayana sesuka hati. Namun, tentu saja ada bayaran atas itu semua. Dan bayaran itu yang membuat Yushi terkadang merasa jahat karena ingin Ayana tidak terbangun dengan buru-buru.
Namun, Yushi jugalah manusia yang merindukan suara gadis itu. Suara yang memberinya kehidupan baru di balik kegelapan yang memeluknya bertahun-tahun. Yushi ingin mendengar suara itu lagi.
Digenggamnya jemari Ayana yang sudah sangat dingin. Yushi menerka bahwa kuku-kuku gadis itu pasti sudah membiru. Dinginnya ruangan yang ditempati Ayana berhasil menjadikan gadis itu seperti putri es yang damai tertidur.
"Na, apa mimpimu begitu menyenangkan? Sampai-sampai kamu betah tertidur selama ini? Apa kamu tidak merindukan aku?" monolog Yushi dengan senyum kecutnya. "Aku rindu kamu, Na. Sangat rindu."
Dibawanya tangan kurus itu untuk ia kecup punggungnya. Kemudian Yushi meletakkan tangan itu di pipinya, memberikan hangat agar jari itu tidak benar-benar berubah menjadi es.
Berkali-kali Yushi mengecup punggung tangan itu. Menyalurkan rasa rindunya pada sahabatnya. Menyalurkan perasaan yang ia tidak yakin bisa mengatakan itu secara terang-terangan atau tidak ketika gadis itu bangun nantinya.
Mengatakan bahwa Yushi sudah mencintainya. Mencintai kehangatan yang diberikan Ayana padanya selama ini. Mencintai tawa indahnya, mencintai suara yang selalu bercicit merdu di telinganya. Yushi mencintai semua yang ada pada Ayana.
"Bangun, Na."
Suara gema mesin-mesin yang menempel di tubuh Ayana menjadi musik latar paling menyedihkan bagi Yushi setiap kali ia menemani gadis itu. Ia takut pada suara-suara yang bisa kapan saja berubah menegangkan itu. Ia takut jika suara itu berubah, dia akan kehilangan Ayana sebelum waktunya.
Tapi, ada hal yang Yushi tidak ketahui saat ia fokus menggenggam tangan Ayana. Bahwa sebenarnya Ayana sudah membuka matanya secara perlahan-lahan. Mata yang lama tertutup itu kini menerima cahaya yang masuk dan menusuk matanya, sebelum akhirnya pandangannya secara jelas menunjukkan langit-langit kamar dengan suara mesin yang melatarinya.
Maniknya bergerak pelan untuk melihat siapa yang ada di sampingnya. Untuk sesaat mengerutkan kening guna mengingat siapa yang ia lihat. Hingga setelah jelas, senyum di bibir pucat yang tertutup masker oksigen itu mulai merekah pelan.
"Yushi..."
Tubuh Yushi menegang ketika ia mendengar suara yang begitu pelan mengalun ke telinganya. Dirinya sedang memastikan bahwa ia tidak sedang berhalusinasi akibat rindu yang teramat sangat. Tapi, genggaman yang terbalas dengan lemah meyakinkan Yushi bahwa ia tidak berdelusi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind Star
FanfictionSejak kecelakaan yang merenggut penglihatannya, dunia Yushi mendadak berubah. Ia dibanjiri oleh perasaan kasihan oleh orang-orang. Yushi lelah dengan pandangan iba yang selalu mengarah padanya. Ia hanya ingin hidup normal. Tanpa iming-iming dan pand...