Riku tidak tahu kalau hari itu ibunya akan datang menjenguk Ayana. Ia terlihat begitu terkejut ketika tiba-tiba wanita dengan balutan dress mahal itu masuk ke ruangan Ayana dan sekarang turut duduk di samping gadis itu.
Ia tidak tahu bahwa ibunya peduli pada gadis ini. Karena dalam kacamatanya, Riku tidak pernah melihat ibu memperhatikan Ayana, wanita itu terlihat tak acuh pada hubungan bisnis anaknya itu. Tapi, siapa sangka bahwa ternyata ia akan datang hari ini dan memandang gadis yang koma itu dengan pandangan sedih.
"Ibu, Ayana baik-baik saja," ucap Riku mencoba untuk menenangkan sang ibu yang entahlah apa benar perkiraannya bahwa ibunya itu khawatir.
Sang ibu menghela napasnya, ia alihkan pandangannya pada putranya. Senyum tipis ia hadiahkan untuk putranya itu.
Ada perasaan hampa dalam senyuman itu, Riku dapat merasakannya dengan jelas. Ibunya tidak pernah benar-benar tersenyum senang. Senyum yang ibunya pamerkan selalu terasa kosong dan menipu. Memang senyum itu manis dan menjadi salah satu dari favoritnya Riku, tapi senyum itu terlalu hambar jika ditatap lama.
Itu sudah terjadi sejak lama. Sangat lama jika dihitung dari hari terakhir Riku melihat ibunya benar-benar bahagia. Karena setelah banyak kejadian yang menimpa keluarganya, ibu tidak pernah lagi terasa cerah.
"Apa kabarmu, Nak?"
Suara itu mengalun lembut, ibu menanyai kabar anaknya yang sudah jarang pulang. Semenjak kepulangannya dari luar kota kembali ke Fukui, Riku hanya pulang sebanyak dua kali, sisanya ia habiskan untuk menginap di apartemen dan rumah sakit, menemani kekasihnya.
Dan, mendengar pertanyaan itu dilontarkan sang ibu padanya berhasil membuat Riku merasa jantungnya sedikit berdenyut. Dengan pelan ia menjawab, "Riku baik, Bu."
"Lalu, bagaimana dengan kabar kakakmu? Apa kamu sudah berhasil menemukannya, Riku?"
Riku tidak menjawab. Ia tidak pernah ingin menjawab pertanyaan yang selalu ibunya tanyakan setiap kali mereka bertemu. Meskipun saat ini Riku sudah tahu di mana kakaknya itu, dia tetap memilih diam.
"Kamu belum menemukannya?"
Riku tidak bergeming sama sekali. Dia hanya diam dan menatap ibunya dengan sedikit raut malas. Sedangkan sang ibu yang mendapat reaksi seperti itu kembali tersenyum tipis.
"Kamu masih marah?"
"Riku tidak marah pada ibu."
"Lalu, kamu marah dengan siapa?"
"Anak ibu."
Riku tatap ibunya dengan tegas. Nadanya terkesan dingin ketika menyebutkan jawaban terakhirnya. Ditatapnya sang ibu yang masih betah memamerkan senyum palsunya itu.
"Panggil dia kakak, Riku."
Riku menggeleng, bibir atasnya sedikit terangkat. Laki-laki itu tersenyum sinis pada sang ibu. "Aku tidak akan pernah memanggil orang yang sudah membuat hidup ibu menderita dengan sebutan kakak. Tidak akan pernah sekalipun, Bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind Star
FanfictionSejak kecelakaan yang merenggut penglihatannya, dunia Yushi mendadak berubah. Ia dibanjiri oleh perasaan kasihan oleh orang-orang. Yushi lelah dengan pandangan iba yang selalu mengarah padanya. Ia hanya ingin hidup normal. Tanpa iming-iming dan pand...