26

147 27 1
                                    

Bohong kalau Riku tidak cemburu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bohong kalau Riku tidak cemburu. Bohong juga rasanya bila Riku berkata ia tidak marah. Bagaimana ia bisa merasa seperti itu ketika dengan jelas dan berkali-kali ia melihat tatapan berbeda dari Ayana untuk laki-laki lain. Tatapan yang menimbulkan banyak cinta di setiap sudutnya, tatapan yang menghasilkan banyak kehangatan setiap kali gadis itu berkedip.

Sebuah kesialan bagi Riku, karena tatapan itu tidak bisa ia miliki. Tatapan itu yang sudah ia perjuangkan selama bertahun-tahun malah diberi secara cuma-cuma kepada pemuda yang tidak pantas menerimanya.

Namun, ketimbang sakit karena melihat tatapan itu memandang ke arah lain, Riku jauh lebih merasakan sakit ketika mata cantik itu tidak lagi terbuka. Ayana sudah tidur selama berhari-hari. Ia tidak pernah lagi membuka mata cantiknya untuk menatap pada dunia, pada Riku.

Dengan raut sedih yang terus terlukis di wajah tampannya, Riku duduk di samping Ayana. Tangannya bergerak untuk terus mengelus rambut Ayana. Beberapa kali pula pemuda itu harus membuang helai-helai rambut milik Ayana yang rontok karena usapannya. Membuat perasaan Riku semakin hancur setiap detiknya.

"Sekarang, rasanya sesakit apa?" monolog Riku pada Ayana yang betah terpejam.

Ia menerka-nerka, apa yang sedang gadis itu rasakan? Sakit yang bagaimana yang menyiksanya sesaat sebelum mata itu terpejam rapat-rapat? Apa alasan gadisnya bisa seperti sekarang? Dan banyak lagi pertanyaan yang terus menghampiri kepala Riku akhir-akhir ini.

Ia sudah berusaha untuk memberikan perawatan terbaik untuk kekasihnya. Obat-obatan, dokter, dan segala jenis perawatan sudah Riku berikan agar gadisnya bisa sembuh. Tapi, hasilnya selalu nihil. Tidak pernah ada perkembangan berarti di setiap pemeriksaan yang Ayana jalani selama ini.

Gadis itu masih sama. Sakitnya juga masih sama.

Riku menaikkan pandangannya, menghalau air yang sudah bergerumul di pelupuk untuk tidak jatuh. Aib bagi dirinya untuk menangis, terlebih di depan Ayana. Ia masih punya harga diri, dan itu terlampau tinggi.

"Ibu kira kau tidak akan singgah hari ini."

Suara hak sepatu yang terdengar nyaring mendekat ke arah ranjang. Riku hanya tertawa pelan mendengar ungkapan Arini.

"Tentu aku datang, Bu. Aku akan terus datang sampai Ayana bangun."

"Tapi, tadi Ibu menerima panggilan dari ayahmu. Dia minta kamu segera ke kantor dan mengurus pekerjaan yang kau tinggalkan."

Riku menggeleng. Ia tidak ingin pergi ke manapun untuk saat ini. Terlebih-lebih ke kantor yang mana ia tahu sekali, jika ayahnya sudah memanggilnya ke sana, maka dengan segera ia akan dikirim ke luar kota. Mengurus pekerjaan di kantor cabang atau sekedar ikut pertemuan petinggi perusahaan-perusahaan di Jepang.

Ia sedang tidak ingin terlibat dengan itu semua. Ia hanya ingin duduk dan diam di samping kekasihnya, menanti gadis itu untuk terbangun dari tidurnya.

"Sudah tiga hari, Bu," lirih Riku.

Blind StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang