Ada banyak hal yang ingin diungkapkan Yushi ketika ia menggenggam tangan kurus itu. Ada banyak kisah yang ingin ia ceritakan pada gadis yang betah tertidur itu. Membeberkan setiap perasaan yang ia punya padanya.
Namun, mulutnya terlalu kaku untuk berbicara. Meskipun ini adalah saat yang tepat bagi Yushi untuk menyatakan apa saja yang ia mau. Mulutnya tetap terkunci, ia hanya mampu untuk mengusapkan ibu jarinya di punggung tangan yang terasa dingin itu.
Sudah hampir sepuluh menit pemuda itu duduk di sana. Mendengarkan suara mesin oksigen yang membantu Ayana bernapas. Sesekali ia mainkan jari-jari kurus Ayana. Sembari kepalanya penuh dengan suara gadis itu yang mengisi kesunyiannya.
Yushi kembali tersesat. Ia rasanya tidak mengenali kembali jalan yang sedang ia tapaki. Cahaya yang sebelumnya ia lihat, kini mulai pudar. Lorong gelap itu kembali menghampirinya secara perlahan, membuat Yushi kembali ketakutan.
Ia takut akan kehilangan Ayana. Ia takut kalau hidupnya akan menggelap kembali seperti sebelum kedatangan gadis itu. Namun, Yushi hanya bisa diam dan merenung ketika ia mengingat perjanjian antara dirinya dengan Riku yang baru saja terjadi siang ini.
Yushi menghela napasnya, genggaman tangannya ia gunakan untuk menyanggah kepala. Ada rasa sesal dan putus asa ketika Yushi menyetujui persyaratan itu. Setengah dari hatinya merasa tidak rela untuk menjauhi Ayana, tapi setengahnya lagi juga memberontak untuk terus ada di samping gadis yang sedang sekarat itu.
"Aku mohon bangun, Na. Aku menunggumu," lirih Yushi yang kemudian meraba perlahan wajah Ayana, mengusap pipi gadis itu penuh sayang.
Suara mesin EKG yang nyaring bersahut-sahutan dengan suara tabung oksigen untuk memenuhi telinga Yushi. Pemuda yang kini menjadi sayu, seperti bunga yang tidak disirami air dan layu.
Suasana yang begitu sepi membuat Yushi merasa hening. Tangannya masih setia menggenggam lembut tangan kurus Ayana. Serta hatinya yang terus meneriakkan berbagai macam doa supaya gadis itu terbangun secepatnya.
Namun, suasana hening itu hanya berjalan sebentar. Karena setelahnya terdengar suara dari pintu ruangan yang dibuka dan suara sepatu yang melangkah mendekat.
Yushi dapat menebak siapa yang datang. Dari nyaringnya hak sepatu yang menyentuh tanah, sudah dapat dipastikan bahwa itu adalah Arini. Wanita turut serta duduk di samping ranjang Ayana, berlawanan arah dengan Yushi.
"Kamu sudah makan?"
Yushi menggeleng pelan. Benar, ia memang belum makan, namun perutnya juga tidak lapar. Sehingga pemuda itu tidak memperhatikan bahwa sekarang sudah masuk jam makan siang, atau malah sudah lewat?
Arini tersenyum tipis. Kantung mata wanita itu terlihat sedikit menghitam akibat aksi begadangnya beberapa malam terakhir. Pekerjaan dan kondisi Ayana yang memburuk membuat wanita itu tidak bisa beristirahat dengan baik.
"Tante."
"Ya?"
"Ayana... dia akan bangun, 'kan?"
Pertanyaan yang lirih dan patah-patah itu kembali Arini dapatkan. Pertanyaan yang memiliki makna yang sama dengan pertanyaan Riku pagi tadi. Dan sama seperti pagi tadi, Arini juga tidak dapat menjawab pertanyaan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blind Star
FanfictionSejak kecelakaan yang merenggut penglihatannya, dunia Yushi mendadak berubah. Ia dibanjiri oleh perasaan kasihan oleh orang-orang. Yushi lelah dengan pandangan iba yang selalu mengarah padanya. Ia hanya ingin hidup normal. Tanpa iming-iming dan pand...