Prolog : Living as a Human

568 33 7
                                    

"Dev, mandinya buruan!"

"Iya, sebentar...." Teriak bungsu keluarga itu.

Pagi yang begitu cerah, sangat cocok untuk piknik keluarga. Semua orang sudah sangat menantikan hari ini, termasuk keluarga ini. Keluarga Argantara, Keluarga yang biasa saja.

Bukan keluarga konglomerat, tapi juga bukan keluarga yang tidak mampu. Marco, dia seorang Professional Chef yang juga memiliki sebuah restoran yang dia berikan untuk sang istri.

Lalu Nyonya keluarga ini, seorang dosen yang mengajar kelas bisnis di Universitas Negeri Jakarta.

"Mbak, bisa minta tolong panggilin Deva?" Ucap Gracie pada Nana, asisten rumah tangga yang bekerja di sini bersamaan dengannya menikah.

"Nggah usah, Bun!" baru saja Nana akan pergi ternyata yang dicari sudah turun gunung duluan.

"Lama banget, mandi apa ngapain lo?" Dia adalah kakak kandung Deva, Evan.

"Ya maaf," mereka berempat selalu duduk di meja makan dan memulai aktivitas mereka di sana.

Sarapan pagi bersama, sudah seperti kebiasaan dan memang dibiasakan begitu. Tapi belum lengkap karena kepala keluarga ini masih berkutat dengan kamar mandi.

"Nih, selai Nanas dicampur sama selai pear!" Gracie memberikan roti isi selai yang Deva suka. Setelah itu dia pindah ke dapur untuk membuat kopi yang tentu saja diperuntukkan untuk sang suami tercinta. "Mas? Buruan sarapannya, nanti buru-buru!" Ujarnya begitu melihat suaminya turun dari tangga.

"Iya, sayangku! ....Bisa tolong nanti ambilin obatnya Deva, Mbak?" Ucap Marco bergantian pada istrinya dan Nana.

"Iya, pak. Di tempat biasa kan?"

"Betul,"

Hari ini mereka akan pergi ke bandara dan menuju ke pulau dewata, Bali.

Bandara internasional Soekarno-Hatta
10.27 WIB,

Desember 23, 202*
Jakarta

"Hahhhh.... seneng banget akhirnya bisa liburan bareng lo lagi, udah lama banget, iya kan?" Deva terlihat merenung. Iya, sudah lama sekali. Mungkin sekian tahun lamanya mereka tak bersua. Karena keadaan dan posisi yang tak memungkinkan. Tapi, memang kenapa? Mereka sudah bahagia sekarang.

"Sorry, dek. Lo gapapa?" Tanya sang kakak melihat adiknya yang diam merenung.

"Hmm? I'm fine, gue lagi mikir aja kok. Kayaknya sepuluh tahun lalu ya? Ke malang?" Evan tak lagi memasang ekspresi senang. Dia sadar ucapannya sedikit menyinggung adiknya.

"Udah yuk, dipanggil Ayah. Nggak lucu ketinggalan pesawat gara-gara nostalgia,"

Raut wajahnya begitu bahagia, tapi tak seperti yang terlihat dia tak pernah merasa bahagia tadinya. Bahagia terlalu mahal untuk Devano yang dulu, terlalu mewah. Banyak penyesalan dan duka yang ia serta keluarganya rasakan.

Wajah berseri itu hanya seperti tipuan, walau keadaan membaik tapi tak pernah sedikit pun masa lalu menyakitkan itu hilang dari kepalanya. Trauma yang membuat semua orang berjuang untuk menyelamatkan hidup pemuda itu.

Marco, sebagai kepala keluarga merasa harus memberikan segala hal yang hilang untuk anak bungsunya itu.

Meski bukan dengan wanita yang melahirkan putranya, dia tetap akan melakukan apa pun karena Gracie pun adalah seorang wanita yang bertanggung jawab dan penuh kasih.

Masa lalu tak perlu ikut campur,

Ia hanya harus menjadi bagian penting yang mengisi pikiran agar menjadi pengingat.

Ia tak perlu menjadi patokan, apa lagi ketakutan untuk melangkah ke depan. Karena sejatinya, apa yang terjadi di masa lalu tak akan pernah kembali.

Devano Mahen Argantara, inilah kisah tentang dirinya, masa lalu, dan apa yang ia alami akan menjadi rasa yang tak akan pernah hilang.







Selamat membaca
"Wish To God"
.
.

.
.

.

.

.

.

.

.
.
.

Memories are the most precious thing, but also painful at the same time,
If it goes away,
maybe we will forget about all
the pain we have.
But, we will also lose memories
of happy memories
with the people we love,
appreciate,
and the people we fought for.

.
.
.

("Ingatan adalah hal paling berharga,
tapi juga menyakitkan di saat yang bersamaan.
Jika itu hilang,
mungkin kita akan lupa tentang
segala rasa sakit yang kita punya.
Tapi, kita juga akan kehilangan memori tentang kenangan bahagia
bersama orang-orang yang kita cintai,
hargai, dan
orang yang kita perjuangkan")

po⅁ o⊥ ɥsıMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang