Chapter I : 1.6

216 31 9
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.











Buagh




Bugh

Bugh


Duagh

"Nggak cukup apa lo lemah, penyakitan, goblok, nggak punya temen? Mau jadi tolol juga? Pantes bokap lo buang lo," padahal Mahen juga hanya sekali bertemu Dara. Dara tak suka ada manusia lain di rumahnya, saat itu Deva juga kena amuk dan itu juga akhirnya menjadi bahan untuk merundungnya.

Membawa orang yang membullynya ke rumah saja sudah seperti petaka, malah ada pertunjukan menyenangkan untuk mereka pula.

Deva memegangi perutnya.
Sakit, rasanya terlalu sakit hingga rasanya semua isi perutnya ingin ia keluarkan. Perlahan rasa panas itu menjalar dari dadanya, nafasnya semakin tak karuan. Apa yang ia genggam kini telah berada di tangan Mahen. "Manusia kayak lo itu harusnya sadar diri, cukup diem aja nggak usah berulah. Dengan lo ngemis ampun di depan umum ngga akan bikin gue lepasin lo, nyet"

"Hhh... ba... Li...kin hah... enghh"

"Hah? Ngomong yang bener!"

"B-Balik...in... gue... mohon!" Tolong. Siapa pun kenapa tidak ada yang menolong.

"Lo tanya kan lo harus apa biar gue berhenti?-

Mati, gue bakal berhenti kalau lo mati!"

Mahen melempar inhaler itu tepat di wajah Deva. Masa bodoh, dia hanya harus menghirupnya. Sudah berapa kali, apakah dia akan overdosis? Tapi rasanya sangat sesak.

"Gue kasih tau Dev, jangan macem-macem! Atau gue bakalan bikin hidup lo makin ancur" melihat kepergian Mahen membuatnya semakin terisak. Halaman kosong di belakang gedung sekolah ini sudah menjadi saksi bisu atas menderitanya Devano karena perbuatan anak-anak sekolah ini.

Kenapa mereka begitu, padahal alasan mereka tidak suka pada Deva adalah hal remeh? Karena dia sakit, karena dia lemah, karena dia pintar, karena Mahen menyaksikan Ibunya yang galak, karena orang tuanya cerai, karena dia tak ada Ayah?

Apakah semua itu pantas menjadi alasan dia di rundung?

Entahlah, apakah merundung seseorang butuh alasan spesial?

Mereka hanya butuh satu alasan kecil dan itu sudah cukup. Perundungan, mereka bukan orang-orang konyol yang butuh alasan seperti itu. Mereka hanya merasa senang, dan kesenangan itu hadir dari perundungan itu.

Apakah masih ada alasan lain?

Jangan bodoh!

Kalian tertawa bukan saat melihat seseorang kepleset? Ya semacam itu, apakah ada alasan yang cukup normal untuk menertawakan orang yang jatuh? Kalau ada, katakan! Moral kalian terlalu remeh.

Ia eratkan genggamannya. Sampah, dia merasa benar-benar lemah dan melempar inhaler itu ke sembarang arah. "Lemah, lo lemah Dev! Asma sialan!! Anjing!"

Deva pulang dengan penampilan yang sudah tidak rapi. Perutnya masih sakit, pukulan Mahen bukan main kerasnya.

po⅁ o⊥ ɥsıMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang