3

1.1K 99 3
                                    

Sebelum baca, ingatlah bahwa ini hanya fiksi belaka dan tidak ada hubungannya dengan rl mereka. Jangan lupa kritik dan sarannya karna sekecil apapun yang kalian berikan sangat berdampak buat syasya <3

Happy reading!

.

.

.

-"Aku akan berkorban, kamu harus baik-baik saja."-

-"Aku hampir mati, karna di sini tidak ada kamu."-

°°••~♡~••°°

Flashback on

Hujan lebat turun membasahi kota, caine yang masih berusia 19 tahun itu merutuki nasibnya yang harus pulang dengan tangan kosong. Hari ini sepeda miliknya rusak, jadi dia tidak bisa pergi bekerja untuk mengantar surat. Dari jauh, laki-laki berambut coklat datang menghampirinya sambil memegang payung. "Hoy caine, kenapa murung?" Tanya gin yang merupakan teman seumurannya. "Sepedaku rusak..." Ucapnya yang masih memegangi sepedanya, terlihat ban sepedanya bocor dan rantainya juga putus.

Gin menatap hal itu kemudian mengangguk "tenang, nanti aku yang benerin." Ujar gin kemudian berjalan bersebelahan dengan caine agar bisa berbagi payung. Mereka berjalan ke sebuah rumah sederhana yang lumayan luas. Ada anak-anak yang lain dan juga seorang wanita berusia tiga puluhan berambut pirang dengan dress bewarna putih tulang.

"Kok tumben pulang cepet" ucap wanita tersebut dengan lembut, mendatangi caine dengan terburu-buru saat melihat kondisi caine yang sedikit lusuh serta basah kuyup. "Sepedanya rusak, tadi juga jatuh di tengah jalan." Caine menjelaskan dengan lembut, tidak ada rutukan protes, seolah kejadian tadi tak membuat caine merasa kesal. "Kak alice, ini uangnya." Kali ini gin yang berbicara, menyerahkan beberapa lembar uang ke alice. Alice mengelus rambut gin lembut, "anak pintar" puji alice kemudian menepuk-nepuk pelan pucuk kepala gin. Alice akhirnya membawa caine dan gin ke dalam, memberikan caine handuk dan tak lupa mengobati lutut dan siku caine yang terluka sementara gin sudah duduk di sofa dengan tenang sambil memakan kue kering.

Setelah diobati dan juga mengganti pakaian, caine kembali ke ruang tengah dan duduk di salah satu sofa panjang tepat di samping gin. "Caine, aku ingin bicara denganmu, boleh?" Pinta alice kemudian di balas anggukan oleh caine sebagai tanda persetujuan. Setelahnya wanita itu menatap gin, gin yang mengerti bahwa mereka butuh waktu berdua akhirnya memilih pergi dan bermain bersama anak-anak panti yang lainnya.

"Caine, aku sepertinya ga bisa jaga kalian lebih lama lagi." Alice berucap lirih membuat caine hanya menatap alice dengan sendu. "Kenapa? Mereka masih memaksa membeli panti ini?" Tanya caine dengan lembut, tidak ingin membuat wanita di depannya merasa tertekan. "Iya..." jawaban itu membuat caine menatap alice dengan mata berkaca-kaca.

"Kita pindah saja, ya kak? Aku bisa bantu kakak buat kerja seperti biasanya. Masih ada gin juga dan anak-anak yang lain." Caine mencoba menawarkan penawaran pada alice, dia masih mau mempertahankan keluarga ini. Sementara alice menggeleng sebagai jawaban "tidak bisa caine, ini satu-satunya peninggalan nenek buat ku, lagi pula aku sudah berhutang banyak pada mafia. Maaf, mungkin cara satu-satunya untuk membayar dan membuat kalian selamat adalah nyawa ku." Wanita itu akhirnya menangis sementara caine hanya menepuk bahu alice lembut.

"Kak, ini salah caine, ini semua karna kakak harus nyelamatin nyawa caine waktu itu. Kakak ga perlu berkorban apapun, biar caine aja yang hadapin semua ini. Kakak ga perlu khawatir, kita semua pasti akan baik-baik aja."  Ucap caine berusaha menenangkan, meski jauh dalam hatinya ada kekhawatiran yang membuncah. Ia jelas tidak punya kekuatan apapun untuk melawan mafia bahkan ia tidak tau mafia yang di maksud alice. Sementara alice kini menggeleng pelan, ia menangkup pipi caine yang cukup tembam saat itu. "Caine, kamu harus bisa gantiin aku. Kamu jaga mareka oke? Nanti ada orang yang akan bantu kamu. Aku janji, kalian ga akan hidup susah lagi." Ucap alice kemudian memeluk caine dengar erat, sementara caine berusaha tidak menangis. "Maaf..." hanya itu yang kali ini bisa caine ucapkan, tatapannya sendu, berusaha menenangkan alice. Dalam hati caine bersumpah, bahwa ia akan melindungi alice dan anak-anak yang lain.

who's the mastermindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang