Sebelum baca, ingatlah bahwa ini hanya fiksi belaka dan tidak ada hubungannya dengan rl mereka. Jangan lupa kritik dan sarannya karna sekecil apapun yang kalian berikan sangat berdampak buat syasya <3
Happy reading!
.
.
.
-"Aku takut, aku tau kamu ga ada di sana, tapi semuanya bilang kamu ada di sana."-
°°••~♡~••°°
Caine menatap kobaran api yang ada di hadapannya dengan air mata yang mulai jatuh. "Alice, selamatkan alice, dia masih di dalam," pekiknya, ia memukul dada Rion, berusaha melepaskan diri dari pelukan pria itu. "Gin, selamatkan alice Gin. Kak alice masih di dalam, selamatin dia Gin," pinta Caine dengan lirih. "Lepaskan aku!" Teriaknya pada Rion.
"Kalian semua tuli kah? Kak alice masih di sana, dia kesakitan. Lepaskan aku, aku mau bantu kak alice." Caine meronta-ronta di dalam pelukan Rion, sementara tangan kanan Rion dengan keras menahan lengan tangan gin.
"Tenangkan dirimu caine," bujuk Rion, berusaha menenangkan Caine yang terus-menerus memberontak. Caine akhirnya merosotkan tubuhnya, kakinya lemas, melihat beberapa korban kobaran api yang mengalami banyak luka bakar di angkut petugas dan di masukkan ke kantung jenazah.
"Gin, kak alice... Gin, adik-adik juga," lirih Caine sambil menyentuh kaki Gin yang pandangannya sudah kosong, menatap ke arah kobaran api yang menghanguskan panti dan beberapa orang yang ada di dalamnya.
"Rion...," panggil Caine dengan lirih, Rion hanya memeluk Caine dengan lembut sesekali mengecup pucuk kepala Caine untuk menenangkan. "Tenanglah Caine tenanglah," tutur Rion lembut, sambil mengelus dahi Caine yang sudah berkeringat. "Caine...," panggil rion pelan, tangannya menepuk-nepuk pipi Caine lembut.
Caine membuka matanya, tubuhnya gemetaran di dalam pelukan Rion. "Caine? Kamu mimpi buruk lagi?" Tanya rion lembut, sementara caine yang di tanya, hanya menangis sesenggukan sembari memeluk tubuh Rion erat.
"Rion...selamatin mereka Rion...," lirih Caine, ini bukan pertama kalinya Caine mimpi buruk. Dua tahun terakhir mimpi buruk Caine mulai berkurang namun sekarang mimpi buruk itu mulai terjadi lebih sering.
"Selamatin siapa? Kamu kenapa?" Rion bertanya lembut, tangannya terus mengelus surai merah milik Caine. "Rion, kamu ada di sana kan? Kenapa kamu ga selamatin mereka? Kasihan mereka...." Caine terus bergumam lirih, tubuhnya bahkan mengeluarkan keringat dingin. Tubuh Caine bahkan bergetar hebat, matanya terus saja meneteskan cairan bening.
"Aku ga tau apa yang kamu maksud, cerita dulu sama aku Caine," bujuk Rion lembut, kemudian memeberikan ciuman kupu-kupu di wajah Caine untuk menenangkan pria cantik itu. "Kebakarannya, kamu di sanakan? kamu lihatkan?" Kali ini caine menatap wajah rion dengan mata dan hidung memerah karna menangis.
"Aku ga di sana Caine, maaf sayang," jawab rion tenang, tatapannya begitu lembut. Ia berusaha keras agar Caine merasa aman di dekapannya. "Tapi tadi kamu di sana, kamu jahat, kamu nahan aku." Caine berbicara dengan gemetaran membuat rion tak tega melihatnya.
"Itu cuma mimpi sayang, tenanglah sweetheart." Rion dengan penuh kasih sayang mengusap kening caine yang basah dengan tangannya. "Kamu demam, mau ku ambilkan obat? atau mau ku panggil dokter sui?" Tanya Rion lembut yang hanya mendapat gelengan dari Caine sebagai jawaban.
"Rion! Kamu ngerti ga sih? Mereka minta pertolongan aku!" Pekik caine, caine bangun dari tidurnya, mengganti posisinya menjadi duduk sambil menutup kedua telinganya. "Aku ga tau, aku minta maaf," teriak caine dengan suara serak, rion yang melihat itu sedikit panik. Ia ikut duduk kemudian mengelus punggung Caine, menggenggam tangan Caine untuk memberikan kekuatan pada cintanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
who's the mastermind
FanfictionCaine ialah pria berumur dua puluh empat tahun yang telah bergabung di kepolisian sebagai detektif selama tiga tahun terakhir. Tragedi di masa lalu caine membuatnya dan sisa orang yang menjadi tanggung jawabnya terpaksa bergabung dengan seorang pria...