Maap telat up, lagi ga ada ide plus lagi ada urusan di rl yang membutuhkan perhatianku, aww semoga kalian bisa ngertiin aku yawrr,
happy reading!.
.
.
"Kita ga tau kapan hari sial datang, oleh karna itu jangan gegabah. Kalian boleh bercanda, tapi pikirkan diri kalian masing-masing, jangan karna ceroboh, kalian jadi ngelukain keluarga."
Kini mereka sedang menikmati acara barbeque kecil-kecilan ala mereka. "PAPI, AYO SINI!" pekik Mia pada Rion yang baru saja bergabung. Namun langkah Rion terhenti saat ada dering telpon, membuat semua orang yang menyadari itu menghela napas. Biasanya kalau ada telpon, itu artinya Rion akan pergi secara buru-buru.
Rion menatap tatapan kecewa anak-anaknya kemudian menghela napas. Ia mengeluarkan ponselnya dari saku celananya kemudian mematikan ponselnya, setelahnya memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya.
"Kenapa ga di angkat telponnya?" Tanya Caine sembari mendekati Rion, ia meninggalkan sejenak kesibukannya yang awalnya tengah membuat bumbu barbeque. "Hp ku lowbet, santai aja, palingan cuma salah sambung," jawab Rion asal membuat Caine tertawa kecil.
Thia yang baru selesai mengerjakan tugasnya baru saja bergabung dengan muka cerianya, "sudah selesai nugasnya?" Tanya Caine lembut yang di balas acungan kedua jempol dari Thia. "Udah dong mi, aman," ucap Thia pada Caine. "Good girl," puji Caine pada Thia membuat Thia hanya tersenyum lucu.
Funin yang baru selesai menyiapkan panggangan tersenyum senang, di sisi lain ada garin yang mengacungkan jempol ke arah funin. Key dan elya menyiapkan beberapa daging dan sayur sementara echi sibuk bermain dengan rumah semut yang tak sengaja ia temukan.
Makoto datang setelah berganti pakaian sementara jaki masih dengan ban karet yang melingkar di pinggangnya. "Dih, lepas dulu itu jak," celutuk Souta yang ikut bergabung sembari membawa banyak jajanan dan Gin yang membuntuti Souta dari belakang.
"Kak Souta, aku mau jajan juga." Mia berlari ke arah Souta kemudian mengambil beberapa coklat dan cemilan lainnya. Gin beralih mendekati Thia yang hanya diam duduk di kursi panjang bewarna putih. "Kenapa diem aja? Lagi mikirin apa?" Tanya gin dengan lembut.
Thia yang awalnya melamun sedikit terkejut karna kehadiran gin kemudian memberi senyum, "gapapa, cuma kepikiran soal kuliah aja." Gin menaikkan sebelah alisnya kemudian menatap Thia dengan lembut. "Mau cerita?" Tanya gin membuat Thia mengangguk.
Awalnya Thia ragu-ragu, melihat sekelilingnya, keluarganya sedang sibuk berbahagia sekarang, ia tidak mau merusaknya. Tapi tawaran untuk di dengar membuat Thia tergiur untuk cerita. "Aku dapat beasiswa ke luar negri dan aku pengen banget ke sana, tapi aku takut papi ga ngijinin," Thia bercerita lirih membuat gin mengelus tangan Thia lembut untuk menenangkan.
Bohong kalau Gin bilang Gin tidak terkejut, ia bahkan bisa merasakan hatinya sedikit berdenyut nyeri. Entahlah, Gin berakhir hanya diam tanpa merespon apapun. "Gin...?" Thia melambaikan tangannya di depan wajah Gin. "Oh, pasti di kasih kok, nanti aku bantu bicara ke Rion." Gin berujar lembut sementara Thia tersenyum manis. "Makasih Gin," ucap Thia lembut.
Pada akhirnya mereka saling diam, tidak ada satupun yang hendak membuka pembicaraan. Sampai akhirnya Gin merasa tidak betah dan memilih untuk bicara lebih dulu, sekedar mencairkan suasana. "Kamu pengen banget kuliah di negri orang?" Tanya Gin dengan lemah lembut, masih tidak berubah.
Thia mengangguk lembat, "itu impian aku Gin, aku udah lama banget nyari kesempatan ini, kamu dukung aku kan?" Tanya Thia dengan penuh harap, sementara Gin hanya mengangguk pasrah. "Ya, apapun yang kamu pilih pasti aku dukung," ucap Gin sambil mencubit pelan pipi Thia. "Asalkan kamu serius dan jangan lupa makan di sana, sering-sering ngabarin," lanjut Gin membuat Thia mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
who's the mastermind
أدب الهواةCaine ialah pria berumur dua puluh empat tahun yang telah bergabung di kepolisian sebagai detektif selama tiga tahun terakhir. Tragedi di masa lalu caine membuatnya dan sisa orang yang menjadi tanggung jawabnya terpaksa bergabung dengan seorang pria...