Halowwrr
I'm back, ada yang kangen ga?
Apa? Ngga? Ya udah sih.
Setelah menyelesaikan tanggung jawabku akhirnya aku kembali bisa melanjutkan cerita ini, semoga masih bisa di nikmati yawrr. Maap kalau ada typo, salah penempatan, salah tanda baca dan ada adegan yang kurang pas atau ga nyambung.
Happy reading ♡.
.
.
"Apapun alasannya Caine, kali ini aku tidak bisa mengizinkanmu lagi. Kali ini perintah dan kamu tau kan akibat dari melanggar perintah?"
Caine menatap malas kertas-kertas di sampingnya, beberapa kali menghela napas. Entah kenapa akhir-akhir ini tidak ada masalah yang harus ia pecahkan, kalaupun ada mungkin hanya sekedar laporan binatang yang hilang.
Sisanya Caine hanya harus menatap berkas-berkas membosankan di hadapannya. Belum lagi kasus Alice yang tak kunjung mendapatkan kemajuan, beberapa hari ini tidak ada lagi petunjuk yang bisa Caine dapatkan. Karna bosan, Caine memilih membawa berkasnya pulang dan mengerjakannya di rumah.
Namun saat ia masuk ke dalam rumah, suasana rumah terlalu sepi bahkan dalam keadaan gelap. Caine memegang erat-erat pisau lipat yang ada di saku celana kirinya, kemudian buru-buru menyalakan lampu.
Caine diam sejenak, sesekali melirik kanan dan kiri dengan tatapan waspada. Namun yang ia dapatkan hanyalah kensunyian. Merasa aneh karna rumah kosong, Caine akhirnya berjalan keluar dari rumah. Kemudian membuka pintu samping yang langsung mengarah ke pantai.
Benar saja, yang lainnya sedang berada di sana. Beberapa bermain bola voli seperti Krow, Jaki, Makoto, Riji, Garin, Selia, Echi dan Aenon. Sementara Souta sedang bermain pasir bersama Mia, Gin dan Thia. Funin terlihat sedang duduk di bawah payung, dengan laptop yang berada di pangkuannya. Sepertinya Funin sedang menghindari panas siang ini. Sementara Key dan Elya bermain di bibir pantai, saling menyipratkan air satu sama lain.
Namun mata Caine tak bisa menangkap sosok Rion, membuat Caine menghela napas pelan. "Lagi pada ngap— hmpp," suara Caine terhenti, saat tangan besar membekap mulutnya. Sementara mereka yang di sana tidak menyadari akan kehadiran Caine.
Nafas Caine memburu, saat tubuhnya di bopong layaknya karung beras. Tubuhnya berusaha memberontak, namun percuma, karna sang lawan lebih kuat membuat Caine jelas kalah telak.
Namun tak lama Caine berhenti memberontak, membuat pria yang sedang membopongnya agak sedikit terheran. Pria itu membawa Caine ke dalam rumah dan meletakkan tubuh Caine di atas kasur.
"Rion habis dari mana?" Tanyanya lembut sekali membuat Rion berusaha menahan rasa gemas dan ribuan kupu-kupu yang berterbangan di perutnya. Rion membuka topeng yang ia pakai kemudian menatap Caine cukup dalam. "Kenapa kamu bisa tau ini aku?" Ucap Rion, bertanya balik pada Caine.
Caine hanya menggeleng kecil, "entahlah, yang pasti, aku tidak akan bisa lupa dengan aroma tubuhmu," ucap Caine membuat Rion tertawa geli. "Sudah pintar menggodaku? Belajar dari mana?" Tanya Rion sembari terkekeh pelan. "Belajar dari..." Caine menggantungkan kalimatnya, membuat Rion mengangkat sebelah alisnya.
"Honey?" Panggil Rion membuat Caine mendekat, memeluk pria yang lebih tua di hadapannya. "Belajar dari kamu," ucap Caine kemudian tertawa geli.
Rion menindih tubuh Caine, namun tangan kanannya masih berusaha menopang dan menahan berat tubuhnya. Rion mengecup dahi Caine pelan membuat mereka berdua tertawa geli. "Kamu habis dari mana?" Tanya Rion lembut. "Dari kantor, kan tadi pagi sudah pamit," jawab Caine pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
who's the mastermind
FanfictionCaine ialah pria berumur dua puluh empat tahun yang telah bergabung di kepolisian sebagai detektif selama tiga tahun terakhir. Tragedi di masa lalu caine membuatnya dan sisa orang yang menjadi tanggung jawabnya terpaksa bergabung dengan seorang pria...