Terdengar suara kaleng soda terbuka lalu terulur ke depannya yang diterima oleh Lia.
"Thanks..."
"Hhmm... Lalu bagaimana dengan Kun?" Tanya pemuda yang ikut menyender di pagar dan memandang sekeliling taman siang itu. Melirik sekilas, ingin melihat ekspresi Lia namun gadis itu nampak menatap kosong saja. Seakan hanya raganya yang ada disana.
Ia tahu, Lia itu memang sangat menyayangi kakaknya. Ia pun masih ingat kesan pertamanya bertemu dengan Lia yang sempat membuatnya kesal namun penasaran dengan gadis itu hingga akhirnya mereka bisa berteman sampai sekarang. Meskipun tak sering bertemu, tapi kalaupun tak sengaja, mereka akan berakhir menghabiskan waktu seperti sekarang.
"Apa terlihat jelas sebelumnya?"
Jungkook, pemuda itu terdiam sebentar sebelum akhirnya mengangguk bersamaan dengan semua kemungkinan dan kesimpulan yang ada di otaknya.
"Tak terlalu jelas. Tapi aku sempat berpikir itu wajar karena mereka semua bersahabat. Tapi semakin diperhatikan, semakin mencurigakan..."
Lia menarik sedikit sudut bibirnya, merasa bodoh jika nyatanya memang semua sesuai dengan pengakuan Jaehyun kemarin. Helaan nafas dari yang lebih muda membuat Jungkook menoleh. Kini Lia nampak tertunduk, memandangi soda di tangannya dengan tatapan sedihnya.
"Kalau kamu merasa bersalah pada kakakmu, maka semua orang pun harus merasa bersalah karena memilih diam meski sudah curiga..." Ucap pemuda yang memang sudah sejak lulus SMA menjadi teman sekampus kakak dari gadis itu sambil meminum sodanya.
"Aku saja yang baru sejak kuliah mengenal mereka bisa sadar. Apalagi yang lainnya,kan?"
"Apa—"
Jungkook kembali menoleh, menunggu gadis itu menyelesaikan ucapannya yang menggantung ragu.
"—apa aku salah, aku merasa takut sekarang..." Lirih nya yang membuat Jungkook menaikkan sebelah alisnya.
"Kak Kun... Aku khawatir dengannya. Tapi rasa khawatir itu datang dengan rasa takut begitu saja..." Tambahnya.
Meski Jungkook tak tahu apa yang Lia takutkan, tapi dia mencoba memahami jika ada di posisi Lia. Walaupun jelas sulit karena dia sendiri tak ingat kapan terakhir kali ia merasa khawatir pada saudaranya, Seokjin.
Kakaknya dikhawatirkan? Membayangkan saja dia sudah ngeri karena Seokjin itu tingkahnya kadang diluar prediksi BMKG.
Hal ini membuatnya sadar. Meskipun mereka sama-sama seorang adik, pola pikir mereka sangatlah berbeda. Jadi apa mungkin quotes-quotes mengenai sifat anak berdasarkan urutan kelahirannya itu benar? Jika nyatanya saja mereka yang sama-sama dua bersaudara dan sama-sama menjadi bungsu memiliki respon yang berbeda pada saudara mereka. Bukan hanya dari itu saja, membandingkan sifat Kun dan kakaknya saja sudah terlihat berbeda sekali.
"Apa yang kamu khawatirkan akan semakin terasa nyata kalau kamu terus memikirkannya. Setidaknya jika saat ini kakakmu yang sedang tak baik, maka kamu harus menjadi penguatnya. Jadilah matahari untuknya. Setidaknya supaya dia ingat kalau masih ada cahaya yang harus ia lindungi..."
"Haish..."
Pemuda itu agak kaget saat mendadak Lia nampak menepuk pelan dadanya. Apa rasanya seburuk itu saat melihat saudara kita kesulitan? Entahlah. Sekali lagi ia tak tahu karena pada dasarnya hidupnya dan keluarganya selalu berjalan sesuai dengan yang mereka inginkan.
Senyum sendu yang nampak sangat menyedihkan dari wajah gadis yang sebelumnya lebih sering terlihat senyum-senyum sendiri itu tak bisa Jungkook terima. Sungguh, ia merasa tak suka melihatnya.
"Jangan memasang wajah seperti itu. Aku merasa seperti ucapanku lah yang memperburuk suasana hatimu..." Ucapnya mengganti niatnya untuk menahan tangan Lia yang masih nampak tak nyaman dengan perasaannya.
"Lia?"
Tubuh gadis itu mendadak menengang mendengar suara yang jujur ingin sekali ia dengar namun entah kenapa saat mendengarnya langsung malah membuatnya merasa sakit dan sesak semakin parah.
Haruskah ia berbalik? Tidak kan? Tak salah kan jika ia mengabaikan? Rasanya masih sulit ia percaya tapi ini nyata adanya. Lagipula, kenapa harus disaat seperti ini pemuda itu datang?
Jungkook yang lebih dulu menoleh, melirik ke arah Lia yang masih nampak sekali ragu. Wajar baginya, jadi dia memilih dirinya saja yang menghadap Jaehyun jika Lia tak berkenan. Sedikit menunjukkan rasa sopan pada lawan bicara mereka.
"Kenapa?" Tanya Jungkook dengan satu alis terangkat lalu menyesap sodanya dengan tatapan yang tak enak dilihat.
Pemuda dihadapannya tak menjawab langsung. Ia menatap punggung Lia yang sama sekali tak berbalik. Sadar dirinya salah, tapi ia ingin memperbaiki hubungan yang sebelumnya menjadi rumah kedua nya.
"Lia. Kakak mau bicara sebentar denganmu, boleh?"
"Bicara aja. Gak ada yang ngelarang..." Ucap Jungkook bersikap seakan mewakili Lia yang masih enggan menoleh dan menjawab.
"Gue mau ngomong berdua sama dia. Lo bisa—"
"Gak bisa! Gue duluan disini sama dia!"
Pemuda itu nampak kurang suka dengan jawaban Jungkook. Merasa lebih dekat dengan Lia, ia tak suka saat pemuda yang dulu menjadi rival sekolahnya malah menjadi penengah tak jelas seperti sekarang.
"Li—"
"Aku duluan..."
Lia berjalan pergi begitu saja meninggalkan keduanya membuat Jaehyun merasa bersalah sedangkan Jungkook menatapnya kesal.
"Ya...! Bocah! Bisa-bisanya kamu meninggalkanku! Tunggu!"
Jungkook pun segera menyusul Lia tanpa menoleh lagi pada Jaehyun. Nampak di mata pemuda itu tak ingin menyusul. Membiarkan Lia yang jelas terlihat belum ingin menghadapinya. Lagi pula, siapa yang mau menghadapi orang yang sudah menyakiti kakak tersayangmu? Bukan Lia tentunya, melihat respon gadis itu saat ini.
Jujur, ia hanya khawatir. Khawatir pada Kun yang beberapa hari ini memilih tak hadir di kampus. Masih tak siap? Tentu. Bagaimana kau bisa memaafkan sahabatmu yang sudah kau anggap seperti saudara sendiri tapi malah berselingkuh dengan kekasihmu?
Jaehyun menghela nafas lalu menatap pagar tempat Lia bersender tadi. Nampak sebuah kaleng minuman yang masih belum tersentuh itu bertengger disana.
Milik Lia?
Gadis itu bahkan seingatnya tak minum soda. Salahkan Jungkook yang membelikannya minuman seperti itu.
"Kun..."
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
JERA
Fanfictiondalam kisah ini hanya akulah yang berjuang, sedangkan kamu, memikirkannya saja sepertinya tidak. selamanya kebahagiaan sementara ku ini akan diingat sebagai rasa kasihan darimu semata