BAB 3 PART I : SAMA TETAPI BERBEDA

10 4 0
                                    

Anna bertemu dengan Fiona dan Adi untuk pertama kali saat SMA. Di suatu pagi, setelah pekan masa orientasi sekolah berlalu, Anna yang sudah bertransformasi menjadi gadis remaja dengan tubuh sedikit berisi, 65 kg, berhasil melakukan diet ekstrim setelah puasa selama 1 tahun di akhir masa SMP nya dan rutin berolahraga. Dia juga memiliki kebiasaan baru yaitu mengepang atau mengikat asal rambutnya (model cepol) dan memakai kacamata.

Sebenarnya, ia sedikit tahu alasan dia dibully di waktu SD, selain karena tubuhnya yang gemuk. Anna selalu duduk di depan, meski dia duduk di pojok yang menempel langsung dengan dinding. Namun itu ada alasannya. Sejak kelas 3 SD, Anna terindikasi memiliki myopia dengan minus yang jauh, minus 8 dan ada gejala juling. Hal ini pertama kali disadari kakaknya Meta yang kemudian melaporkan hal itu ke ibunya. Setelah di bawa ke salah satu Profesor mata langgananan keluarga, Anna didiagnosis memiliki itu semua sejak lahir namun baru terdeteksi. Oleh sebab itu, bahkan di kelas 3 SD pun, Anna sudah memiliki jarak pandang yang sangat tidak normal.

Anna memilih tidak ingin menceritakan hal ini kepada teman-temannya saat SD. Meski teman-temannya bertanya alasan dia memakai kacamata. Namun, ibu telah berpesan kepada pihak sekolah Anna untuk membantu Anna, mengingat kondisi khusus Anna, sehingga mereka menempatkan Anna di pojok depan dan tidak ikut bergilir pindah. Beberapa teman Anna tentu ada yang kesal dan tidak terima hal tersebut. Namun Pak Guru menjelaskan bahwa Anna dalam kondisi khusus yang harus duduk depan akibat kondisi matanya. Sejak itulah, semua mulai berubah untuk Anna di sekolah SD nya.

"Halo. Aku Fiona dari kelas X-2. Apakah aku boleh berkenalan denganmu?" Sapa seorang gadis cantik yang mengenakan bando berwarna pink polos yang serasi dengan aksesoris di tangannya. Anna melihat kearah kanan sembari membenarkan kacamatanya agar ia dapat melihat dengan lebih jelas.

"Halo, aku Anna dari kelas X-1. Salam kenal." Sapa Anna balik.

"Wah, untungnya kelas kita bersebelahan. Sebenarnya aku sudah ingin berkenalan denganmu sejak masa orientasi. Tapi aku lihat kamu selalu menyendiri dan saat istirahat langsung menghilang." kata Fiona senang. Anna diam saja tidak memberi respon.

"Kamu ini tipe yang pendiam banget, ya. Aku makin ingin dekat denganmu." Lanjut Fiona yang duduk di sebelah Anna. Mereka menikmati pemandangan lapangan, dimana banyak anak-anak cowok sedang asyik bermain basket.

"Kamu pintar sekali cari tempat, An. Disini sejuk karena pas berada di bawah pohon, terus tidak terlalu ramai karena ada di pojokan yang dekat perpustakaan." Ucap Fiona kemudian.

"Sebenarnya aku juga tidak sengaja menemukan tempat ini. Aku barusan dari perpus. Jika ada waktu istirahat, atau waktu kosong, aku memilih untuk langsung ke perpustakaan. Terus kalau sudah mau jam masuk, aku akan keluar dan duduk-duduk sebentar disini sambil menunggu bel masuk kelas berbunyi." kata Anna ragu-ragu, ia memainkan jemarinya.

"Kamu tidak perlu takut, An. Aku tulus ingin berteman denganmu. Saat aku melihatmu pertama kali. Aku merasa kita itu mirip banget. Literally mirip. Coba kita selfie. Aku ingin kamu lihat seberapa miripnya kita." Kata Fiona yang dengan segera memotret diri mereka menggunakan kamera depan dari layar handphone tipisnya itu. Kemudian ia mengajak Anna melihat hasil fotonya bersama-sama.

"Nah, coba kamu amati, kita memiliki bentuk alis dan hidung yang sama persis. Terus wajah kita sama-sama bulat. Kalau kamu melepas kacamatamu, kita pasti cukup mirip. Mungkin kalau kamu mencoba bergaya dengan penampilanku atau aku mengikuti penampilanku, kita pasti akan dikira kembar." Cerocos Fiona. Tetapi Anna menggeleng.

"Kamu sama aku kan memiliki tinggi badan yang sedikit berbeda. Masih lebih tinggi aku beberapa centi." Bantah Anna.

"Kalau itu sih, benar juga. Tetapi kan bentuk wajah kita hampir sama, An. Makanya aku merasa kita mirip banget. Terus tiba-tiba aku merasa punya koneksi sama kamu. Terus jadinya aku ingin berteman denganmu." Tukas Fiona.

Merengkuh TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang