BAB 15 PART II : MENARI BERSAMA KEGELAPAN

2 0 0
                                    


"Maafkan aku. Aku... aku..." Ucap Anna lirih. Adi hanya menggeleng, kemudian membelai rambut Anna dengan lembut. "Jangan kamu ulangi lagi, ya. Kamu harus ingat, aku dan Fiona tentu akan sangat sangat sedih jika harus kehilanganmu." Kemudian Adi mengecup keningnya sekali lagi. "Aku mencintaimu." Bisik Adi. Anna menangis. Ia memeluk Adi dengan erat.

Kondisi Anna berangsur-angsur pulih. Kemudian, saat Anna akan berjalan ke arah taman, Anna melihat kakaknya Meta datang menghampiri. "Kamu baik-baik saja?" Tanya Meta gugup. Anna mengangguk. Kemudian Meta berinisiatif mengajaknya berjalan, Anna mengikutinya. Saat menatap punggung kakaknya itu, ia teringat saat kakaknya ditarik paksa oleh Sang Boss. Masih terngiang jelas suara teriakan kakaknya dalam ingatan Anna.

"Ann!" Panggil Meta. Seketika Anna tersadar. Kemudian Meta mengajak Anna duduk. Anna memainkan jemarinya, dengan sesekali menatap kakaknya. Lalu Anna menghela napas panjang.

"Kak! Mari kita berubah. Aku ingin sembuh. Aku juga ingin kakak sembuh. Maksudku..." Anna tidak bisa melanjutkan perkataannya, kakinya mulai bergerak-gerak. Ia gelisah.

Meta tersenyum datar menatap Anna, "Kakak terlalu takut saat itu. Bahkan mungkin saat ini juga, tetapi... Kakak juga ingin terlepas dari ketakutan ini." Respon Meta.

"Kalau begitu, apakah kakak mau melakukan visum dan pelaporan?" Tanya Anna. Meta mengangguk pelan, "Tetapi, maukah kamu menemaniku?" Tanya Meta lirih. Dengan mata berkaca-kaca, Anna menjawab, "Tentu."

Keesokan harinya, saat akan bersiap pulang, Anna meminta Adi untuk menemaninya ke rumah sebelum pulang ke rumah Fiona. Anna menjelaskan bahwa ia teringat akan kotak kayu yang bisa menjadi bukti meski ia tidak tahu sekuat apa jika dibandingkan dengan berkas yang telah hancur saat penangkapannya itu. Setibanya di depan rumah, Anna meminta Adi menunggu di dalam mobil saja.

"Lebih baik aku ikut menemanimu. Aku takut jika kamu bertemu ibumu, kamu akan..." Sebelum Adi menyelesaikannya, Anna menggeleng. "Kamu disini saja. Biar aku hadapi sendiri. Aku bisa." Kata Anna berusaha meyakinkan. Anna turun dari mobil.

Ketika ia masuk ke rumah, ia disambut Kak Meta dengan hangat. Dengan ragu-ragu, Bu Aya berjalan mendekati Anna. Suasana menjadi canggung, karena semua terdiam untuk beberapa saat. "Anna!" Panggil Bu Aya dengan lembut. Anna menghela napas, "Iya, Bu?" Jawab Anna dengan lembut juga.

"Bagaimana kondisimu sekarang?" Tanya Ibu.

"Aku sudah tidak apa-apa. Ibu tidak perlu khawatir." Jawab Anna.

"Ibu... Hm... Kamu sudah sarapan?" Tanya ibu lagi.

"Sudah bu, tadi aku sarapan sama Adi. Dia juga sedang menunggu di depan." Jawab Anna.

"Kenapa tidak disuruh masuk?" Tanya Meta.

"Aku cuma mau mengambil barangku, kak." Jawab Anna.

"Maukah Anna membawa nasi yang sudah ibu buat? Ibu membuatkan nasi semur ayam kesukaanmu." Pinta Bu Aya. Anna terkejut. Untuk sesaat, Anna sempat berpikir karena tiba-tiba ingatan masa kecilnya yang indah datang lagi. "Iya, Bu. Terima kasih." Ucap Anna kemudian.

Setelah itu, Anna masuk ke kamarnya, mengambil kotak yang sudah ia sembunyikan di rak mejanya yang paling bawah. Kemudian mengambil beberapa barang lain seperti tas dan beberapa berkas. Tok... Tok... Meta mengetuk dan meminta ijin Anna untuk masuk.

"Masuk saja kak." Ucap Anna yang masih memasukkan kotaknya ke dalam tas.

Meta masuk dengan membawa sebuah map plastik bewarna biru yang agak tebal. Meta menyerahkannya ke Anna, "Ini kamu bawa ke kantor polisi juga. Kamu sertakan bersamaan dengan kotak kayu itu." Kata Meta.

"Berkas apa ini, kak?" Tanya Anna bingung seraya mengambil berkas dari Kakaknya.

"Sebenarnya di dalam ini ada sebuah surat kontrak dan buku kas keuangan. Tapi aku lupa detailnya. Aku sempat mengambil ini tanpa Kak Jo ketahui dulu. Semoga ini bisa membantu." Jawab Meta gugup. Anna langsung memegang tangan kakaknya.

"Terima kasih banyak, Kak. Kakak sudah hebat. Kamu sudah sangat berani, Kak." Ucap Anna. Mereka pun saling lempar senyum. Kemudian saat Anna pamit, ibu menghampirinya dengan menyerahkan dua kotak bekal yang sudah dimasukkan ke dalam paper bag berwarna coklat. "Satunya untuk Adi, ya." Ucap Ibu. Anna mengangguk.

"Ibu harap, kamu masih mau sesekali main kesini. Ibu malah ingin kamu bisa pulang dan tinggal lagi disini. Ibu... Ibu mau minta maaf sama Anna." Ucap Bu Aya dengan gugup. Bu Aya menggunakan intonasi yang sangat lembut. Anna bahkan sudah lama sekali tidak diperhatikan sama ibunya seperti ini.

"Mungkin belum saat ini. Tetapi, mari kita sama-sama berusaha, ya, Bu." Respon Anna. Lalu Anna pun mencium tangan ibunya dan memeluk ibunya dengan erat. "Ibu... Ibu... Ibu minta maaf sama Anna" Isak Ibu. Merespon tangisan si ibu, Anna menepuk-nepuk pundak ibunya. Setelah itu, Anna pamit.

"Kak, jangan lupa, besok jam 8 pagi, ya. Aku jemput kakak dulu baru kita sama-sama ke rumah sakit." Kata Anna mengingatkan kakaknya. Lalu Anna melambaikan tangan dan memberikan senyuman terbaiknya kepada Meta.

Mentari pagi menyambut hari Anna yang baru. Anna dan Fiona bersiap-siap untuk menjemput Meta. Setibanya disana, mereka disambut oleh Fiona dan Bu Aya. Mereka mengajak kedua wanita muda itu untuk sarapan bersama. Anna duduk di sebelah Fiona, sedangkan Meta dan ibunya duduk dihadapan mereka. Setelah itu, Ibu menyendokkan nasi ke piringnya, lalu diikuti kak Meta, Anna dan Fiona secara bergantian. Mereka menikmati sayur asem, ikan tongkol goreng dengan tahu dan tempe, dilengkapi dengan sambal terasi dan kerupuk. "Makanan kesukaan nenek. Jadi kangen..." Kata Anna spontan.

"Kamu bilang apa, An?" Tanya Fiona heran.

"Tidak... Tidak apa-apa." Jawab Anna sambil tersenyum sendiri.

Mereka menikmati sarapan yang nikmat itu dalam keheningan. Ibu dan Meta sesekali melirik Fiona dan Anna, kemudian mereka saling tukar pandang.

"Rasanya, ibu lihat kalian begitu mirip. Apa ibu salah lihat?" Celetuk Bu Aya.

"Kalian memang sangat mirip." Sahut Meta.

Anna dan Fiona terdiam. Mereka hanya tersenyum getir. Tanpa ada respon lain, mereka melanjutkan sarapan mereka. 

...

Anna dan Fiona menunggu Meta di lorong rumah sakit. "Jadi... Apakah kita harus mengakuinya pada ibu dan kakakmu?" Tanya Fiona. Anna memainkan jemarinya. "Menurutmu sendiri, bagaimana?" Tanya Anna balik. Anna menggigit bibirnya. Melihat hal itu, Fiona memegang tangan Anna.

"Aku baik-baik saja. Anna. Aku tidak keberatan jika ibumu dan kak Meta tahu. Tetapi aku tetap ingin tinggal bersama orangtuaku dan aku harap kamu tetap mau tinggal denganku." Ucap Fiona. Ia memegang tangan Anna yang dingin. Lalu Anna menggenggam tangan kembarannya itu.

"Lebih baik setelah urusan ini beres saja. Kita fokus dulu saja untuk urusan ini." Ucap Anna. Fiona pun menyetujuinya.

Siang harinya, mereka segera ke kantor polisi. Disana, mereka disambut Adi dan seorang pengacara. Lalu mereka melanjutkan pelaporan yang sudah mereka layangkan ke kepolisian. Disitu, Meta diminta menjadi saksi selaku pelapor juga. Meta pun melakukan interview. Anna menguatkan kakaknya bahwa semua akan baik-baik saja. Pengacara mereka pun memberikan pendampingan tentang kemungkinan-kemungkinan pertanyaan yang diberikan dan apa saja yang harus diutarakan. Mereka menyimak pengarahan dari pengacara kondang itu.


Merengkuh TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang