"Kita harus bisa membujuknya, Di."
"Tapi, Fi. Bagaimana jika Anna menolak dan tetap bersikukuh dengan keputusannya? Kita tidak mungkin memaksanya. Lagipula, mengapa kita tidak mencoba menghubungi keluarganya?"
"Keluarganya? Dia saja sudah diusir orangtuanya. Kakak-kakaknya pun tidak ada yang peduli padanya. Lantas, masih bisa disebut keluarga?"
"Kamu tadi dengar kan, dokter mengatakan bahwa ada indikasi jika Anna mengalami tekanan mental bahkan depresi sehingga Anna memilih untuk bunuh diri. Aku tidak mau Anna terus-menerus tersiksa seperti ini. Anna masih terlalu muda untuk memikul semua penderitaan ini."
"Tapi Fi-"
Adi dan Fiona terus berdebat di ruang rawat Anna. Mereka terus saja bergulat tentang Anna. Apa yang harus mereka perbuat. Langkah seperti apa yang harus mereka ambil untuk membantu Anna. Tanpa mereka sadari, Anna mulai terbangun akibat suara mereka yang semakin lama semakin tinggi.
Urgh! Keluh Anna. Anna membuka mata. Sembari menjernihkan pandangannya. Ia melihat kedua temannya bersitegang.
"Terus apa yang harus kita lakukan?" Tanya Adi kesal.
"Kita harus bisa membujuk Anna agar dia mau visum. Aku baru menyadari alasan Anna selalu memakai lengan panjang. Saat kubasuh lengannya tadi, banyak sekali bekas luka dan lebam. Entah itu luka lama atau baru. Oleh sebab itu, Anna butuh visum agar Anna mendapat keadilan." Jawab Fiona dengan nada bergetar.
"Maka, itu bisa jawaban mengapa Anna selalu memakai baju lengan panjang. Oh, Anna!" Ucap Adi lirih.
"Aku... Aku tidak butuh visum." Sela Anna.
"Anna?" Kata Fiona terkejut. Kemudian Fiona menghampiri Anna dan duduk disebelah kanan sahabatnya itu.
"Maaf, kami membangunkanmu." Lanjut Fiona seraya memegang tangan Anna dengan lembut.
"Fi, aku tidak ingin divisum. Ku mohon." Elak Anna.
"Kenapa? Kamu mengalami hal-hal yang tidak seharusnya kamu dapatkan. Apakah kamu tidak ingin mencari keadilan untuk dirimu?" Kata Fiona berusaha meyakinkan.
"Aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja." Ucap Anna.
"Kalau begitu, sekarang, tarik lengan baju mu. Mari kita lihat, apakah benar kamu tidak mengalami kekerasan." Tantang Adi. Anna menggeleng. Ia mencengkram lengan bajunya erat.
"Cukup! Jangan melewati batas!" Teriak Anna. Anna yang sedari tadi menahan gemetar tubuhnya, mulai tidak bisa mengontrol diri. Air mata telah berkumpul disudut mata sayunya.
"Kalian tidak tahu apa-apa. Kalian tidak akan pernah mengerti." Ucap Anna. Anna mulai memegang kepalanya yang mulai nyeri. Air matanya mulai mengalir.
"Apa kamu masih ingin keluargamu itu? Kamu masih anggap mereka keluarga setelah perlakuan mereka padamu?" Tanya Adi kesal.
"Cukup!!!" Anna histeris. "Kubilang cukup! Argh!" Anna berteriak kesakitan. Kepalanya nyeri begitu hebat. Berputar-putar, berputar-putar, dan terus berputar-putar.
"Kepalaku! Sakit sekali!" Keluh Anna sembari terus menjambak rambutnya. Fiona berusaha memegang tangan Anna. Menahannya. Adi langsung keluar menuju ruang perawat untuk meminta bantuan.
...
"Ampun Kak Jo, Ampun!" Pinta Anna lirih. Jo dan tiga orang temannya memukuli Anna yang dengan berani mengambil beberapa kertas penting milik mereka. Ketiga teman Jo itu menendang Anna secara terus-menerus meski Anna telah merintih dan memohon agar mereka berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merengkuh Takdir
Mystery / ThrillerPernahkah kalian membayangkan jika keluarga kalian tidak ingin kalian lahir di dunia? Atau sekadar berandai-andai jika orang yang membenci kalian adalah kakak atau adik kalian sendiri? Pertanyaan ini akan mengantar kalian untuk menemani Anna dalam c...