Seperti Biasa

261 25 4
                                    

Mentari pagi mulai bersinar, menunjukkan dirinya yang sedari tadi bersembunyi di balik pepohonan, memberikan penerangan kepada semua makhluk bumi membuat isyarat sinyal agar semua terbangun dari tidurnya. Suara alarm pada ponsel ikut berbunyi membantu sang mentari untuk membangunkan seorang pemuda tampan yang sepertinya sudah mulai terusik dalam alam bawah sadarnya.

Mata itu mulai terbuka, berusaha untuk membiasakan retina dengan cahaya yang masuk pada penglihatannya. Merentangkan tangan meregangkan tubuh untuk membuang semua rasa pegal yang dia rasakan, melirik pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah 7 pagi lalu beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Hanya butuh waktu 10 menit untuk dia menyegarkan diri lengkap dengan segala penampilan yang ada pada dirinya, kaki itu kembali di langkahkan pada salah satu ruangan menghampiri seluruh anggota keluarganya yang sudah duduk dengan rapi melingkar. Menerima sebuah uluran piring yang di berikan oleh wanita paruh baya yang tersenyum manis kearahnya. Ikut mendudukkan diri pada salah satu kursi dan memulai menyantap apa yang telah diberikan oleh sang Ibu.

"Abang hari ini kerja masuk apa?"

"Masuk siang Bu, ini pagi Abang mau ke kampus dulu."

"Nanti pulang kampus bisa ibu minta tolong belikan bunga? Ibu mau ngeliat Ayah, udah lama kita nggak kesana." Gema melihat kearah sang Ibu yang kini sudah menunduk menunjukkan ekspresi rindu yang ada pada wajahnya. Gema berdehem untuk menjawab, melirik kearah sang adik yang sekarang sedang menatap kearahnya juga. Gema tersenyum manis, membuat pola gerakan pada tangannya untuk berkomunikasi dengan sang adik. Si kecil itu tersenyum ikut membalas dengan polanya dan beberapa gerakan tubuh lainnya. Gema mengelus kepala sang adik dengan sayang dan kembali pada aktivitas awalnya. Nora adik perempuannya berusia 12 tahun yang berkebutuhan khusus akibat insiden yang menimpanya dan juga sang ayah, yang membuat suara dan juga pendengaran sang adik ikut menghilang bersama sang Ayah untuk selamanya.

Gema terkadang merasa lelah karna dirinya harus menggantikan posisi sang ayah untuk menjaga keluarganya, namun setiap melihat wajah cantik dua wanita yang dia sayangi rasa lelah itu perlahan akan menghilang, membangkitkan semangat dalam dirinya untuk terus berusaha memberikan kebahagiaan untuk dua orang tersayangnya.

"Gema berangkat dulu ya Bu." Setelah selesai meneguk habis segelas air putih itu Gema bangkit dari duduknya menyampirkan tas pada pundak berjalan kearah sang Ibu untuk berpamitan, meraih tangan yang lebih tua untuk dia cium meminta restu untuk kegiatannya hari ini.

"Hati-hati ya Bang!"  Gema memberikan gestur hormat lalu berjalan menjauh setelah berhasil memberikan usakan kecil pada kepala sang adik.

.
.
.
.
.
.
.

Brak

Suara gaduh pada lantai atas membuat semua orang menggeleng, sudah terbiasa dengan situasi yang sekarang mereka dengar. Forza turun dari kamarnya dengan penampilan yang jauh dari kata rapi, berlari kearah sang Papa yang sudah menyiapkan sekotak bekal dan juga sebotol susu untuk dirinya, berpamitan dan menyusul sang Ayah yang sudah standby dalam mobilnya. Motor Forza masih dalam perbaikan jadi dirinya beberapa hari ini harus di antar jemput oleh sang Ayah.

"Lama bgt lu elah, keburu telat gw ke kampus." Forza menunjukkan jari tengahnya pada sang kakak, berdecak sebal dengan tangan yang berusaha memasang sabuk seragamnya.

"Tak tahu diri anda, salah siapa motor gw lu rusakin hah? Jadi ikut repot juga kan gw." Kak Mila hanya menyengir dan membuat gestur permintaan maaf yang hanya dibalas rollingan mata oleh sang adik.

"Udah-udah kalian ini ribut mulu, adek juga nggak boleh gitu sama kakak nggak sopan."

"Ya orang Kakaknya dulu bikin kesel." Bibir Forza dimajukan membuat gestur cemberut, sang ayah yang ada di sampingnya tersenyum dan mengelus sayang kepala si bungsu kemudian melajukan mobilnya pada tempat tujuannya.

.
.

Tepat sebelum pintu gerbang tertutup Forza berlari sekuat tenaga untuk melalui, sepertinya hari ini Dewi Fortuna sedang berpihak pada dirinya, Forza berhasil melewati pintu Gerbang itu dan membuat gestur mengejek untuk penjaga sekolah yang sekarang sudah menatapnya dengan tatapan malas. Berlari kearah kelasnya dengan semangat menunjukkan rasa bangga pada dirinya karna hari ini dia tak akan kena hukuman.

"Helo my Friends." Sapanya kepada semua teman-temannya, duduk dengan santai pada kursi sambil sedikit merapikan rambut menunjukkan ekspresi sombong.

"Dih baru juga nggak telat berapa kali lu udah bangga banget."

"Tau ngeselin banget mukanya sini muka lu gw rauk."

Forza menoleh kearah teman-temannya sambil menjulurkan lidah, hal itu membuat Wirdan yang berada tepat dibelakangnya memukul kepala bagian belakang Forza karna kesal. 

"Bisa biasa aja nggak muka lu? Kesel banget gw."

"Dih sirik aja si lo."

Tepat sebelum Wirdan ingin kembali memukul kepala Forza seorang guru wanita paruh baya masuk kedalam kelas dengan suara langkah yang tercipta dari sepatu hitamnya. Berjalan dengan anggun menuju arah meja meletakkan buku-buku tebal yang sedari tadi dia bawa, dan kembali melangkah memposisikan dirinya nya di tengah-tengah yang membuat semua siswa berdiri untuk memberikan hormat.

"Selamat pagi buuuu." Ucap serempak dari seluruh seisi kelas.

"Selamat pagi juga, wih Forza tumben kamu bisa masuk sebelum ibu masuk?"

"Yah si Ibu bisa aja, saya dapet reward nggak Bu?" Forza dengan bangganya mengembangkan senyuman ke arah sang guru dengan ekspresi yang menjengkelkan.

"Reward Reward, coba sini mana dulu PR kamu kumpulin." Seketika Forza membola, melirik kearah Fatih yang sekarang sedangkan menatap nya dengan tatapan polos.

"Tih emang ada PR?" Fatih memberikan sebuah buku yang telah terisi penuh dengan segala tulisan. Forza yang melihat itu seketika merasa bodoh karna melupakan hal penting satu itu.

"Kenapa Forza? Belom kamu kerjain juga?"

"Hehehehe" Forza hanya bisa tersenyum canggung kearah sang Guru, merutuki segala kebodohannya yang sering lupa akan sesuatu.

"Baru juga seneng lolos dari hukuman ya kamu hari ini ternyata nggak jadi, masih tetep aja kamu Ibu hukum. Pergi keluar dan bersihkan seluruh kamar mandi yang ada di sekolah ini."

"Hah Bu? Banyak bgt loh itu."

"Nggak ada protes cepet kerjain." Forza menolehkan kearah teman-temannya meminta bantuan, namun yang dia dapatkan hanyalah tatapan mengejek dari setiap wajah yang dia tatap. Dengan berat hati Forza melangkah keluar dengan bibir yang di majukan berjalan menghentak layaknya anak kecil yang sedang merajuk.

.

"Njir lah ini sekolah kenapa kamar mandinya banyak banget si pegel semua badan gw." Forza mengistirahatkan tubuhnya pada lantai kamar mandi yang sudah bersih karna dirinya, bersandar pada dinding untuk menghilangkan rasa pegal dengan kaki yang di luruskan kedepan. Mata Forza yang semula terpejam kembali terbuka terlintas ide gila memasuki otak nya dan bangkit keluar dari kamar mandi menuju tempat yang dia tuju.

.
.
.
.

Mau ngapain ni kira-kira si Forza? Jangan macem-macem kamu dek.

FOTOCOPYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang