Rasa Yang Tak Berubah

197 22 4
                                    


Mata bulat yang selama ini selalu dia lihat dengan binar yang indah kini meluruhkan air mata, manik hitam seperti jelaga itu bergulir menandakan sebuah rasa rindu yang mendalam. Tak ada suara darinya, menangis dalam diam menumpahkan semua rasa yang bergemuruh dalam dadanya selama ini. Kaki jenjang itu berjalan mendekat, dengan ketukan sepatu yang membuat ritme pada lantai yang dingin. Melihat wajah yang selama ini ia rindukan dari jarak yang lebih dekat lagi.

Tangan kecil yang semula diam mulai mengepal di kedua sisi, dengan genggaman yang semakin mengerat pada sebungkus kopi yang dia beli. Tangan yang lebih besar meraih kedua tangan itu, memberikan subuah elusan untuk menenangkan yang lebih muda, membawa mata yang indah itu menatapnya dengan lekat. 

" Hiks"

Isakan mulai terdengar serta laju air mata yang semakin deras mengalir jatuh pada pipi merahnya. Mengambil gerakan cepat untuk memeluk tubuh yang lebih besar sambil terus mengeluarkan tangisan kerinduan. Tubuh yang lebih besar membalas, memeluk tubuh kecil itu dengan erat seperti tak ingin melepaskan, memberikan elusan pada punggung lemah itu untuk memberi kekuatan.

Cukup lama untuk mereka berpelukan sampai yang lebih muda memutuskan untuk melepaskan, menatap lekat mata tajam yang selama ini selalu mengganggu pikiriannya. Dengan sisa air mata yang masih bertengger pada ujung matanya dia tersenyum dengan begitu manis yang membuat seseorang didepannya pun ikut tersenyum.

Tangan yang lebih besar terulur menghapus air mata itu dengan ibu jarinya, sambil mengelus pipi yang menjadi lebih tirus dari terakhir dia bertemu. 

"Kurusan sekarang kamu Za." 

Itu kata pertama yang dapat Forza dengar, membuat matanya kembali berkaca-kaca siap menumpah kembali air matanya, sungguh Forza meridukan suara itu, suara yang mampu membuat dirinya jatuh berkali-kali dalam pesona laki-laki yang sekarang jauh lebih tampan.

"Hiks, Mas Gema juga kenapa tambah Ganteng?" 

Gema yang mendengar pertanyaan dari Forza tertawa, ternyata kecilnya ini tak berubah dari dulu. 

"Maaf ya udah buat kamu nunggu lama."

Tangan itu kembali di usapkan pada pipi yang memerah itu, mengucapkan segala kata maaf karna telah menghilang tanpa mengucapkan suatu kejelasan.

"Mas Gema jahat banget tau nggak? Mas Gema ngilang gitu aja cuma bilang tolong kamu percaya sama aku, Kamu jahat karna udah buat aku nunggu begitu lama. Tapi kenapa aku harus nurutin semua kata-kata Mas Gema coba? Kenapa Aku tetep nunggu Mas Gema? Harusnya kan aku bisa cari yang lain waktu Mas Gema ngilang. Harus nya ak.."

Ucapan Forza terhenti, ketika Gema menariknya pada satu adegan yang mampu membuat seluruh darah dalam diri Forza berdesir. Tangan besar Gema merengkuh pinggang Forza yang begitu pas dalam pelukannya serta bibir yang bersentuhan sempurna dengan bibirnya. 

Merasa tak ada perlawanan dari Forza, Gema memberanikan diri untuk membuat sebuah lumatan pada bibir bawah Forza. Matanya yang terpejam mengeluarkan sedikit air mata disana, dan Forza tau bahwa Gema juga sama tersiksanya selama ini.

Mata Forza mulai ikut terpejam menikmati permain yang sedang Gema lakukan, dengan tangan yang berpindah pada leher jenjang Gema dan berusaha untuk mengimbangi pergerakan dari yang lebih tua.

Nafas Forza tersenggal menepuk pundak Gema pelan memberi tanda bahwa dia membutuhan asupan nafas saat ini. Tautan itu terlepas dengan Forza yang berusaha untuk mengambil nafas dengan rakus, Gema masih merengkuh pinggangnya dengan tatapan yang entah kenapa Forza tak suka melihat raut wajah sedih terpatri disana.

"Jangan bilang gitu lagi ya Za, maaf kalau aku terkesan maksa, tapi kamu itu punya aku, aku nggak mau kamu sama yang lain, Maaf aku udah ngilang nggak ada kabar berbulan-bulan, aku cuma berusaha buat pantasin diri."

FOTOCOPYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang