Ikuti Kata Hati

184 26 5
                                    

.

.

.

"kenapa kayanya dia kek mau pergi jauh gitu ya?." Itu Wirdan, berucap setelah mendengarkan segala cerita yang Forza ceritakan. Duduk berkerumun mengelilingi satu meja dengan Forza yang berada di tengah.

"Kan bukan gw doang yang ngerasa." Wajah Forza terlihat murung, menunduk memberikan sebuah isyarat kesedihan dalam raut wajah dengan tangan yang tiada henti merobek beberapa lembar buku yang ada di hadapannya.

"Abis lama-lama buku gw anjir!" Sebuah tangan lain menarik buku yang sedang dia mainkan, memukul tangan Forza sedikit kencang hingga sang empu mengerang kesakitan. Sebenarnya bukan karna Forza yang terus merobek bukunya tapi Karna ada suatu hal yang dia tak ingin semua teman-temannya tahu, buku itu menyimpan sebuah rahasia yang sudah lama dia pendam.

"Pelit banget elah, tinggal beli lagi apa susahnya?"

"Ye bela-beli bela-beli, gini-gini juga beli nya pake duit anjir, mau bandarin lu?" Sandy memasukan buku tadi kedalam tas nya, dan kembali memfokuskan dirinya pada Forza yang sekarang semakin menekuk wajahnya.

"Emang lu nggak tanya alesan kenapa dia ngomong kaya gitu Za?" Forza menatap Prama yang bicara, pipinya seketika bersemu lagi jika dia mengingat kejadian kemarin.

"Tanya kok, tapi dia nggak jawab, malah nyium gw."

"HAH?" Forza hanya memberikan senyuman bodoh itu, menatap berganti kearah teman-temannya yang sekarang sudah menatapnya dengan tatapan intimidasi.

"Anjir Za yang bener aja? Elu? Di cium? Di bibir?" Forza mengangguk memberikan jawaban dari semua pertanyaan yang di lontarkan Sandy, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal untuk menghilangkan rasa gugup.

"Bangke Forza anjir ngegas banget lu berdua. Apa jangan-jangan lu juga udah nggak perawan ya?" Pukulan keras dari Forza berikan untuk Catur yang berbicara, Catur mengerang dengan tangan yang mengusap belakang kepala nya untuk menghalau rasa sakit.

"Enak aja kalo ngomong, gini-gini gw masih suci." Ucap Forza dengan ekpresi yang di buat marah.

"Buat mastiin aja ni Za, lu nanti ketemu dia aja lagi, dari pada lu uring-uringan sendiri disini. Lu tanya, ngobrol bareng lagi, jangan malah ujung-ujungan cipokan lagi lu. Status belom ada tapi udah cipokan, apa maksudnya??" Sakit si tapi apa yang di bilang Sandy ada benarnya, Forza terlihat berfikir, dia harus menemui laki-laki itu untuk mendapat jawaban, kemarin dia tidak sempat untuk bertanya lebih lanjut karna syok sekaligus malu.

" Iya deh nanti coba gw temuin dia, anjir banget lu San kena banget ucapan lu di hati kecil gw."

"Lebay lu, udah ayo ah kekantin gw laper, dengerin Forza ngomong jadi tambah laper gw."

.

.

.

.

"Gem, lu beneran?"

Gema yang di tanya oleh Mbk Lala rekan kerja nya itu hanya mengangguk, memberikan senyuman yang tenang. Melihat sesuatu pada tangannya dan menatap kearah pintu yang akan menjadi penentu akan keputusannya.

"Ya udah lah gw mah cuma bisa dukung semua yang mau lu lakuin Gem, Good luck ya! Gw balik ke depan dulu." Setelah menepuk pundak Gema untuk memberikan semangat wanita cantik itu berlalu meninggalkan Gema yang masih dengan keraguannya. Gema sedikit menarik nafas untuk mengatur rasa gugup, mengetuk pintu tadi hingga ada jawaban yang menyuruhnya masuk untuk menemui seseorang yang ada didalam.

Kaki itu melangkah masuk, mendekat kearah seseorang yang saat ini sedang menatap dengan ekspresi bertanya-tanya. Langkahnya semakin di buat dekat, dan meletakan sesuatu ke atas meja tepat dihadapan seseorang tadi, helaan nafas itu terdengar berat namun bibirnya tetap mengukirkan sebuah senyuman.

FOTOCOPYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang