Sebuah Kesempatan

389 46 6
                                        

Happy Reading

.
.
.
.
.

Redupnya cahaya matahari membuat suasana menjadi sedikit lebih gelap, langit berwarna jingga dengan burung-burung dibawahnya beterbangan mengepakkan sayap seperti tiada henti. Suana senja dengan hiasan bulan yang mulai bersinar mengeluarkan cahaya tampak begitu indah bagi siapapun yang menikmati. Waktu terus berlalu dan bergulir, sang mentari yang tadi masih sedikit menampakkan dirinya kini telah menghilang total digantikan dengan sang bulan yang manjadi penguasa di langit malam, menemani seorang anak Adam yang sedang cemas meremas ponselnya yang sedari tadi tiada henti menghubungi nomor yang sama.

"Bangsat lah Kak Mila kemana si? Ayah sama Papa juga nggak diangkat telponnya." Itu Forza berdiri tepat didepan gerbang sekolah untuk menunggu sang Kakak menjemputnya. Pagi tadi sang kakak meminta izin untuk meminjamkan motor miliknya Karna motor sang kakak tengah berada di bengkel untuk diperbaiki. Kaki kecil itu terus menghentak-hentak pada bumi yang tak bersalah, dengan bibir yang sedikit di majukan membuat gestur cemberut dan tak ada henti mengeluarkan beberapa umpatan kasar. 

"Ihhh masa gw di suruh jalan si? Bangsat banget emang, nggak lagi-lagi gw minjemin motor ke Kak Mila." Lelah menunggu hal yang tak pasti, Forza memutuskan untuk melangkahkan kakinya berjalan menyusuri jalan yang gelap, tangannya masih berusaha untuk menguhubungi nomor sang kakak berharap untuk yang terakhir kalinya namun tetap tidak ada jawaban.

"Njir lah tau gitu tadi gw nebeng bareng sama Fatih aja." Forza terus mengedumal sepanjang jalan, kakinya terus dia langkahkan dengan perasaan yang kesal tertanam dihati, ingatkan Forza nanti untuk meminta ganti rugi akan hal yang kakaknya lakukan kepadanya hari ini.

.

.

.

.

"Mbk Lala, aku pulang dulu ya!" Seorang yang di panggil itu menoleh kearah sumber suara yang memanggilnya.

"Oh iya Gem, hati-hati" Gema berjalan keluar menuju kearah motornya terparkir, memainkan handphone nya sebentar lalu kembali pada niat awalnya. Semilir angin dibawah langit gelap menerpa kulit ketika ia melajukan motor kebanggaanya, menikmati setiap terpaan yang dia rasakan untuk menghilangkan rasa lelah setelah seharian beraktifitas.  Sungguh hari-hari ini jadwalnya benar-benar padat, dia harus bisa membagi waktu antara tugas kuliah dan juga pekerjaannya.

Roda terus berputar diatas aspal yang dingin, Melaju dengan kecepatan sedang membelah jalan dikala senja. Pandangan Gema lurus menghadap depan terfokus pada sesuatu yang membuatnya bingung, dari jarak kejauhan Gema mengenali sosok yang tengah berjalan sendiri sembari menendang kerikil yang tidak bersalah beberapa kali, jarak semakin dekat dan Gema semakin yakin bahwa perawakan kecil yang dia lihat didepannya itu memang seseorang yang dia kenal.

"Forza." Nama yang dia panggil menoleh, wajah yang semula menekuk kembali cerah seketika, matanya menyipit dengan bibir yang membentuk sebuah senyuman, Gema akui remaja didepannya ini benar-benar manis dengan senyuman yang terukir di bibirnya.

"Mas Gema..." Pekikan semangat dari seseorang didepannya membuat sesuatu yang lain ada pada diri Gema, tanpa dia sadari bibirnya juga membentuk sebuah lengkungan indah yang mana membuat Forza yang ada di depannya kembali tersipu.

"Kenapa kamu sendirian disini? masih pake seragam sekolah juga." Gema memperhatikan Forza dari atas hingga bawah, penampilan yang berantakan dengan seragam yang masih melekat pada tubuh kecil itu. Forza kembali menunduk memilin seragamnya dengan bibir yang dimajukan, Gema yang melihat itu berusaha keras untuk tidak mencubit pipi pria manis didepannya ini.

"Aku tu belom di jemput, tadi pagi tu Kak Mila bilang mau minjem motor soalnya motor dia lagi di bengkel, aku telpon dari tadi nggak di angkat, Ayah sama Papa juga aku telpon nggak di angkat, dari pada aku nunggu yang nggak pasti ya udah mending aku jalan, pengen pesen gojek tapi aku takut kalo naik gojek." Buliran air mata bisa Gema liat dari pelupuk mata simanis di depannya, hal itu membuat Forza terlihat menjadi manis berkali-kali lipat dengan segala ucapannya yang tiada henti, Gema tersenyum dan entah dorongan dari mana dia mengusap setitik air mata yang akan menetes dari mata indah Forza. Forza hanya diam mematung, merasakan sensi lembut pada pinggir matanya yang bersentuhan langsung dengan tangan lelaki yang dia damba sejak awal mereka di pertemukan. 

"Mau aku anter aja? Rumah kamu dimana?" Lagi-lagi Forza di buat kaget, matanya membola menatap lekat pada wajah Gema yang sekarang sudah tersenyum dengan tampan yang mana membuat hati Forza menjadi semakin tak karuan. Forza mencoba kembali bersikap biasa walau sebenarnya dalam hati dia sedang berteriak seperti orang gila.

"Emang nggak ngerepotin Mas Gema? Rumah aku ada di komplek Calendula." 

"Ohh kita searah, bareng aku aja dari pada jalan, lumayan jauh loh itu kebetulan rumah ku ada di komplek Lavender, komplek kita sebelahan ." Forza berteriak senang dalam hati, mengangguk dengan malu-malu ketika Gema kembali menyalakan mesin motor, ternyata dari musibah yang yang dia terima ada anugrah lain yang sedang menunggunya. okey Forza tarik ucapanya tadi, dia akan berterimakasih kepada sang Kakak karna tidak menjemputnya tepat waktu.

.

.

.

Selama perjalanan mereka hanya diam tak ada yang ingin bersuara satu pun, Gema yang fokus pada jalan dan juga Forza yang sedari tadi sibuk menormalkan detak jantungnya. Hanya beberapa percakapan ketika Gema bertanya dimana letak rumah si manis  ketika sudah memasuki area komplek yang di tuju. Rumah Forza lumayan jauh dan Gema tak habis pikir dia memilih untuk jalan sendiri dengan keadaan langit yang sudah gelap.

"Itu rumah aku Mas." Forza menunjuk kearah rumah yang lumayan besar didepan sana, rumah yang penuh dengan warna hijau dari tanaman hias yang mempercantik sekelilingnya. Gema memberhentikan motornya tepat di depan gerbang menjaga keseimbangan ketika Forza berusaha turun dari motor kesayangannya. 

"Mas Gema mau mampir dulu?" Tanya Forza dengan gestur tubuh mempersilahkan Gema masuk.

"Nggak usah aku mau langsung pulang aja badan aku cape semua." Forza tersipu disetiap kata yang Gema keluarkan, Forza bisa merasakan kelembutan dari setiap untaikan kata yang terucap, dirinya merasa seperti sepasang kekasih yang sedang berkeluh kesah tentang keadaan hari yang mereka jalani.

"Ouhh oke deh hati-hati Mas, makasih udah anter aku sampe rumah." Gema hanya mengangguk, kembali menyalakan mesin motornya berpamitan kepada Forza dan melaju meninggalkan Forza yang saat ini sudah bergerak kesana kemari seperti orang gila. Melangkahkan kakinya yang terasa begitu lemas membuka gerbang rumah nya dan masuk kedalam dengan keadaan hati yang berbunga-bunga. Tapi itu tak berangsur lama ketika dia mendengar suara pintu gerbang kembali terbuka, dan Forza yakini itu adalah sang kakak. 

Dengan semangat yang menggebu Forza kembali keluar, wajahnya sudah menunjukan ekspresi jengkel yang sedari tadi dia tahan. Pandangan matanya tertuju pada sang Kakak yang sekarang sedang menatap dirinya dengan ekspresi kagetnya, meneguk ludah nya dengan susah payah lalu memberikan sebuah cengiran kepada sang adik.

"Nyengir aja lu, dari mana aja lu gw tanya?"

"Hehehe maaf ya adik ku sayang."

"Maaf maaf ni juga motor gw kemana kok lu nggak bawa pulang?" Forza merasa heran dengan sang kakak yang pulang tanpa membawa motornya, melihat tampilan sang kakak dari atas hingga bawah membuat Forza takut untuk mendengar kenyataan yang akan sang kakak utarakan.

"Hehehe janji dulu jangan marah tapi." Forza menatap lekat kepada sang kakak yang sekarang berjalan melaluinya ingin masuk kedalam rumah.

"MAAF ZA MOTOR LU TADI MASUK COMBERAN BARENG GW"

Loading sebentar biarkan Forza mencerna dari teriakan sang kakak yang sekarang sudah hilang entah kemana.

"ANJING KAK MILAAAAAAAAAAAAAA."

.

.

.

.

.

Tinggalin jejak yuk buat semangatnya aku hehehehe

FOTOCOPYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang