Arka harus tetap tenang jika tidak ingin menjadi tersangka, "Hmm, sepertinya temanmu salah lihat kalau aku yang pelakunya."
Sasha memberanikan diri untuk angkat bicara, "Kau juga yang melempar kelereng di kantin sekolah, betul?"
Kini Arka mulai serius untuk menyangkal Sasha, "Ah, sepertinya kau ingin adu debat denganku."
"Jangan mengalihkan topik, kau pelakunya, bukan?"
"Bukti jika aku yang melempar kaleng dan melempar kelereng."
"Kata temanku, kau yang melemparnya dan memberikan minuman kaleng kepada si otak otot.
Kau juga yang melempar kelereng karena temanku melihat tanganmu yang mengambil secara diam-diam dalam keramaian.
Kau pasti pemilik dari mangkok mie kuah pedas di meja, sehingga Vilia terkena tumpahan kuah, betul?
Kau berekting seolah-olah bukan kau lah pelakunya, kau seperti pemain opera drama yang ahli."
"Eh? Apa maksudmu, bukankah itu sangat aneh? Temanmu seperti penuduh."
"Jawab saja, iya atau tidak!"
"Sungguh tidak sabaran, aku mengakui jika itu adalah mie kuah pedasku, tapi aku berani menyangkal kalau bukan aku yang melempar kelereng."
Sasha berdecak kesal, "Kau harus jujur, karena aku sudah memiliki bukti foto dan saksinya."
Mimik wajah Arka tetap tenang, "Hmm, pantas saja kalian bertiga berani mendobrak masuk kedalam kamar rusunku, karena kalian pasti mengira akulah pelaku dari semua masalah, benar?"
Ketiganya mengangguk.
"Hahaha, aneh sekali, tolong jangan menyela pembelaanku."
Arka mempersiapkan dirinya dan mempertahankan ketenangannya agar tidak dicurigai, "Baiklah, mari kita mulai dari kejadian Kantin.
Aku bukan pelaku dari perlemparan kelereng, karena aku berada tepat di belakang pemuda pemilik kelereng tersebut.
Belum lagi ada banyak para murid yang menghalangi tanganku, yang sudah pasti mereka akan merasakan sentuhan dari tanganku.
Soal lemparan kaleng, bukan aku pelakunya karena jika aku melempar maka sudah pasti ada banyak yang melihat aksiku barusan.
Soal menjatuhkan paku, bukan aku juga karena saat itu aku sedang mengamankan permen karet yang ku miliki untuk aku makan tentunya.
Soal ekspresi ku, aku sudah mengatakannya karena aku sudah mengalami hal seperti ini, kalian ingat bukan Kebakaran Hebat Bioskop Androp? Aku adalah salah satu korban yang selamat.
Kemudian, soal pembunuhan empat remaja tersebut.... Bukan aku juga, karena aku memiliki alibi tersebut."
Arka mengaktifkan handphonenya dan menunjukkan sebuah gambar yang dipotret setahun lalu, foto itu menunjukkan Arka yang sedang berlibur di pantai.
Ketiganya bingung harus bagaimana memberikan tuduhan kepada Arka, karena dalam foto tersebut menunjukkan lokasi Arka yang berada di Pantai Gading Siame, jauh dari lokasi kejadian yakni daerah perkotaan.
Tanggal kejadian pembunuhan memang sama, tapi lokasi keduanya cukup jauh.
Tidak mungkin Arka rela menempuh perjalanan jauh untuk membunuh mereka berempat.
Kini, ketiganya berada di dalam pembicaraan buntu, tidak dapat melanjutkan tuduhannya.
"Bagaimana? Sudah paham, bukan-"
"Jika Nanda dan Nando yang jatuh dari tangga, kuyakin kau yang mendorongnya-"
"Mendorongnya? Bukankah itu wajar jika berada di situasi seperti itu? Berdesakan dan penuh sesak karena ingin bertahan hidup?" Arka menyela kalimat Wisteria.
Kini, keempat remaja itu terdiam hingga Sasha berdiri untuk pamit pulang, tidak lupa juga meminta maaf kepada Arka karena telah menuduh yang tidak-tidak.
Tapi, respon Arka jauh terbanding balik dengan apa yang diharapkan oleh Sasha, "Lalu, bagaimana dengan permintaan maaf untuk Adit?"
Sontak Sasha terdiam karena tidak dapat menjawab pertanyaan Arka, apalagi Sasha juga merasa bersalah karena tidak dapat membantu Adit yang sedang disiksa oleh Genggasta.
Tok tok tok!
Pintu kamar rusun Arka diketok oleh seseorang, bergegaslah Arka membuka pintu dan di hadapannya terdapat Waode yang berdiri dengan wajah yang waspada kepada Arka."Arka, kau yang mendorong Vilia ke pinggir jalan, bukan?"
Wisteria, Sasha dan Devi sontak terkejut dengan tuduhan Waode.
"Atas dasar apa? Memangnya aku yang melakukannya? Kau tau, banyak musuh yang mengincar Genggasta," Sangkal Arka dari tuduhan Waode.
Baru saja Arka selamat dari meja hijau, kini Arka kembali ke meja hijau.
Rasanya Arka ingin menusuk perut Waode dengan tusuk sate dan mengaduk organ tubuh Waode layaknya ramen.
Ususnya sebagai mie, hatinya sebagai daging, tulangnya sebagai jamur enoki.
Devi mendekati Arka dan langsung menendang kaki belakang Arka.
Langsung saja Wisteria membantu Devi dengan cara menahan kedua tangan Arka.
Waode yang tau harus berbuat apa, langsung segera ingin menahan kedua kaki Arka, tapi kakinya secara tidak sengaja menendang kepala Arka.
Sasha yang mendapatkan kesempatan langsung menutup pintu dan membekap mulut Arka.
Namun, Arka menggigit jari Sasha yang membuat Wisteria panik dan melihat kondisi jari-jari Sasha.
Karena kebodohan Wisteria, kedua tangan Arka leluasa menarik kerah belakang pakaian Waode dan membantingnya.
Devi langsung memasang gaya kuda seni beladiri nya dan mempraktikkan pencak silat untuk menjatuhkan Arka.
Arka menahan tendangan Devi dengan tangan kanannya dan memukul kaki Devi dengan tangan kirinya.
Devi melancarkan pukulan ke arah wajah Arka, tapi Devi kalah cepat karena Arka menahan pukulan Devi.
Arka membalas pukulan Devi dan mengenai dadanya.
Arka langsung menampar wajah Devi dengan keras, "Kau wanita tapi tidak tau sopan santun."
Sontak Devi terlihat murka dan menendang betis Arka.
Arka terjatuh dan Wisteria yang melihat itu langsung mengambil kursi untuk memukul Arka.
Tapi tidak terduga, Sasha menahan kedua kaki Wisteria yang membuat Wisteria terjatuh dan mengenai kepala Waode.
Karena keributan itulah, para penghuni kamar rusun sebelah Arka memprotes, "Jangan ribut! KECILKAN SUARA!"
Akibat protesan itulah yang membuat kelimanya terdiam dan saling menjauhi satu sama lain.
Lama saling mendiami, "Sepertinya aku berlebihan, maaf Arka," Celetuk Waode dengan nada sedu.
Arka melihat Waode dengan tatapan lamat, "Kau serius meminta maaf setelah dilakukan kalian kepadaku? Lantas, bagaimana dengan dia."
Devi menatap Arka dengan bingung, "Kenapa kau begitu perhatian dengan Adit? Memangnya apa spesialnya bagimu?"
Arka membalas tatapan Devi dengan tajam, "Karena bagiku, dia adalah satu kesatuan dalam diriku, dia telah menderita sejak kecil hingga sekarang, dia begitu rapuh, walaupun otaknya terbuat dari batu, tapi hatinya terbuat dari kaca."
Sasha seperti mendapatkan sebuah maksud dari perkataan Arka, seperti mengingat suatu nama..... Arka.... Arka..... Arkatama?
Sasha menengok Arka, "Namamu Arkatama Kansais?"
Wisteria sontak mengingat-ngingat nama tersebut, seperti pernah mendengarnya.
Arka mengangguk yang membuat Wisteria dan Sasha terkejut.
"Tunggu, berarti dia yang kau maksud waktu dulu itu...."
"Benar, dia lah orang yang aku bicarakan," Dari jawaban Arka itulah, Wisteria dan Sasha akhirnya mengetahui cerita Arka yang sering dibicarakan olehnya.
Kisah Sang Anak Malang Dari Keluarga Dhirendra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arka N Adit: 2 [End]
Teen FictionSequel dari cerita Arka N Adit. Setahun kemudian setelah menghilangnya Aditama Dhirendra, kini sekolah tameden mendapatkan murid baru yang bernama Arkatama Kansais yang memiliki segudang rahasia. Alasan mengapa Arka bersekolah di sana adalah mener...