"Loh Lily kamu udah pulang?."
"Gimana gimana, ceritain dong." Antusias Vena menghampiri Lily yang baru saja nongol di pintu.
"Gaada yang perlu diceritain Ven, selesai semuanya." Pasrah Lily mendudukan dirinya di sofa.
"Ayo kita pulang, aku mau istirahat." Lanjutnya lagi berjalan kemudian membereskan apartemen.
Vena hanya mengangguk, awalnya dia ingin bertanya namun melihat raut wajah Lily yang tidak mendukung membuat dia mengurungkan niatnya.
Di tempat lain.
Raga menatap kosong kearah depan. Dia hanya diam tanpa mendengarkan perkataan orang orang disekitarnya.
"Hahaha emang Mora sudah begitu banyak berusaha untuk bisa lulus dengan nilai terbaik." Ujar papa Mora menatap bangga anaknya.
"Apapun bisa aku lakukan papa, untuk membuat kalian bahagia." Lanjut Mora.
Mendengar itu Raga sedikit tersenyum simpul, dia bisa dengan bangga mengakui Mora itu perempuan yang pintar dalam hal apapun, lulus dengan nilai yang baik di bidang kedokteran itu bukan hal yang mudah, apalagi Mora kuliah diluar negri, dia sungguh perempuan yang berbakat.
"Raga." Gumam Mora.
"Hm?." Jawab Raga singkat menatap Mora.
"Maaf."
"Untuk?."
"Gapapa."
Raga memalingkan wajahnya, memandang ponsel dengan tatapan kosong. Berapa banyak chat yang sudah dia kirimkan untuk Lily namun tidak kunjung dibaca perempuan itu.
Raga meremat ponselnya kasar, baru kali ini dia hanya bisa diam tidak bisa berbuat apa apa.
Lily diam tanpa bicara sepatah kata apapun, mata merahnya menatap jalanan kota Jakarta dengan tatapan kosong. Vena menyadari ada yang berbeda dari sikap Lily segera membuka suara dan bertanya.
"Ada masalah ya?." Tanya Vena hati hati.
Lily hanya menganggukan kepalanya, menghela nafas pelan dan menatap Vena sendu. "Aku kira semuanya bakal berjalan sesuai ekspetasi, taunya malah diluar dugaan."
"Emang kenapa?." Tanya Vena lagi.
"Raga udah sama yang lain."
Mendengar itu dengan spontan Vena memberhentikan mobilnya tiba tiba, membuat Lily yang sedih seketika melotot kaget.
"Kenapa Ven?." Tanya Lily panik.
"Makaudnya sama wanita lain?, ada wanita lain yang nemenin dia waktu pelantikan tadi gitu?." Tanya Vena bertubi tubi.
Lily mengusap dadanya lega, dia kira ada masalah pada mobilnya. "Huuh." Jawabnya santai.
"Loh ko kamu diam aja si, kan kamu pacarnya, kamu juga udh sama dia dari lama." Bawel Vena menatap Lily.
Lily tersenyum getir. "Itu udah pilihan orangtuanya, aku gabisa apa apa juga."
"Terus cowokmu diam aja?." Tanya Vena lagi, Lily mengangguk meng iya kan.
"Gila." Ujarnya menggelengkan kepala.
"Mungkin dia sadar juga aku ini ga sebanding sama dia jadi ya buat apa di perjuangin lagi, toh dia udah sukses." Ucap Lily santai. Namun hatinya sakit saat mulutnya berkata demikian.
Vena tanpa basa basi langsung melanjutkan perjalanan tanpa bertanya apa apa lagi, dia takut semakin dia bertanya justru malah membuat Lily semakin larut dalam kesedihannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LILY // (SELESAI)
Teen Fiction⚠️INI HANYA CERITA SINGKAT ⚠️KONFLIK RINGAN "Aku janji tangan kamu yang akan aku genggam di ujung kesuksesan nanti." ~R •• "Pergilah, tugasmu membahagiakan orangtuamu belum selesai." ~L •• "Dan selamat atas pelantikannya." ~L