Found Love - Tiga Puluh Empat

312 40 12
                                    

Multimedia: Monica Alin Wijaya

*-----*

Sam merenggangkan tangan ketika akhirnya ia sampai di rumah. Jam di pergelangan tangannya masih menunjukkan pukul sepuluh siang dan gadis itu sudah merasa lelah akibat perjalanan panjang dari pantai kemari.

Sambil membereskan koper dari dalam bagasi, Sam melirik pada Cafe ibundanya yang tampak cukup ramai.

Gadis cantik bergigi kelinci itu kemudian cepat-cepat membereskan sisa perjalanan dari pantai dan beranjak ke Cafe.

Sosok Elen yang bergerak cepat di balik meja barista tampak kesulitan mengatur napas dan pemandangan itu membuat Sam mulai khawatir.

Ibunya sudah tak lagi muda. Ia harus cepat-cepat mencari orang untuk membantu kegiatan di Cafe jika saja sewaktu-waktu ia tak bisa membantu Ibunya seperti hari ini.

Gadis cantik bergigi kelinci itu kemudian mengenakan apron dan melirik pada pesanan yang masih menempel di salah satu mesin kopi.

Ada tiga catatan dengan masing-masing empat orderan di sana dan tangan Sam segera membantu ibunya agar wanita senja itu tak terlalu kewalahan dengan segalanya.

Hanya dalam hitungan menit, pesanan yang tadinya mengantri sudah mulai mengurang dan Sam bisa melihat Elen tersenyum di ujung meja ketika ia menyiapkan pesanan terakhir "Nggak istirahtat?" ujar Elen setelah ia memastikan kopinya dalam takaran yang pas.

Sam tersenyum sebentar ketika ia mengusap meja yang kotor oleh cipratan air dengan lap yang menyantol di salah satu tarikan laci "Buka jam berapa?" bukannya menjawab, Sam justru melempari ibunya sebuah pertanyaan dan wanita senja itu tersenyum sekejap "Jam delapan pagi tadi. Seperti biasanya"

Saat Elen menyerahkan satu gelas kopi dengan hiasan berbentuk daun di atasnya pada Sam, gadis itu tersenyum "Ingatkan aku untuk membuka lowongan pekerjaan di sini. Ibu sudah harus banyak istirahat di usia lanjut seperti ini" Sam bisa melihat ibundanya hampir membantah ketika ia melambaikan tangan guna menghindari perkataan ibunya yang sudah di ujung lidah.

Gadis cantik bergigi kelinci itu kemudian menyusuri meja dan mencari nomor 17 yang pastinya sedang menunggu pesanan.

Saat Sam tak menemukan angka tujuh belas di seluruh meja di dalam ruangan, Sam beranjak ke luar untuk menemukan seorang gadis cantik yang usianya mungkin sekitar dua puluh delapan tahunan tengah memangku seekor anjing kecil berwarna abu-abu sambil sesekali menekan-nekan ponselnya.

"Vanila latte nomor tujuh belas" ujar Sam ketika ia menyerahkan senyum pada si wanita yang menonggak guna menubrukkan iris mata mereka berdua.

"Ah, terimakasih" ia tersenyum sampai mencetak lesung di kedua pipinya yang hanya tampak sekilas.

Ketika Sam tengah menata meja, wanita cantik itu berseru cukup pelan "Apa makanan yang kamu rekomendasikan di sini?"

Sam menorehkan senyum sebaik mungkin "Kalau mencari camilan manis, saya akan merekomendasikan pancake ice cream, kalau asin mungkin bakmie dan spicy chicken finger soup. Kalau sedang mencari makanan berat, kakak bisa memilih nasi goreng udang atau ayam geprek. Itu menu yang sedang populer dan banyak disukai orang-orang sekarang"

Wanita cantik itu menurunkan anjingnya lantas membiarkan mahluk kecil berbulu itu berlarian di sekitar kakinya "Kalau begitu, aku ingin ayam geprek dan bakmie"

Sam tersenyum seraya mengangguk "Ditunggu pesanannya" ia kemudian segera berlari ke dalam cafe dan mempersiapkan makanan yang diminta si wanita cantik.

Sam sedikit memiringkan kepala ketika ia tengah menata nasi hangat di atas piring. Sam rasa, ia pernah bertemu dengan wanita cantik yang tampak tomboy itu.

Kharisma yang dimiliki si wanita cantik yang memiliki anjing kecil itu seolah pernah dilihat oleh Sam. Tapi.. dimana?

"Sam, ayo bantu sajikan mie nya" ujar Elen dari kejauhan.

Sam mengerjap barang beberapa saat sebelum kemudian beranjak dari tempatnya berdiri dan menghampiri Elen yang tengah memasukkan mie ke dalam mangkuk berukuran sedang.

Sam terkekeh saat ia melihat ibunya melipat tangan di dada "Kenapa pula kamu mau buka lowongan pekerjaan di sini ketika kamu bisa membantu ibu seperti ini?"

Sambil menata sayuran di atas tumpukan mie yang sudah diberi kuah, Sam terkekeh "Aku kan sebentar lagi menikah dengan Mon. Dan aku juga ingin punya anak supaya ibu punya cucu. Kalau aku mengurus cafe ibu terus-terusan, nanti anakku siapa yang mengurus?"

Elen terkekeh sebelum kemudian menyerahkan ayam yang sudah matang pada Sam "Mimpimu sudah sejauh itu" ujar Elen, mengingatkan putrinya untuk kembali menapak di atas tanah.

Sam terkekeh "Memangnya ibu nggak mau menimang cucu?"

"Ibu sudah punya banyak anak kecil di sekeliling ibu. Kalau ditambah lagi dengan anakmu, ibu akan kewalahan nanti"

Lagi, Sam terkekeh "Tak masalah. Aku akan melahirkan 10 bayi yang nakalnya mirip dengan Mon"

"Astaga" Elen mendesah, menanggapi candaannya yang memang sudah sangat keterlaluan.

Setelah menghancurkan ayam dengan cobek, Sam kemudian menaruh beberapa sendok sambal di atasnya "Tapi serius. Ibu tak keberatan kan kalau aku punya anak?"

Elen bergerak guna menaruh piring dan mangkuk yang sudah selesai "Tak masalah. Tapi mungkin karena kalian sama-sama perempuan, prosesnya akan lebih sulit dan memakan banyak biaya"

Sam mengerutkan kening. Jadi, ibunya mengkhawatirkan ini?

Sambil mengelap sisa-sisa minyak yang jatuh ke atas nampan, Sam melirik pada Ibundanya dan memberikan senyum semanis mungkin "Ibu jangan khawatir, bukan tahun ini. Mungkin beberapa tahun setelah aku lulus dan menikah, aku baru akan mempersiapkan untuk memiliki anak. Tapi, ibu setuju kan kalau aku menikah dengan Mon?"

Elen menyerahkan senyum keibuan dan mengulurkan tangan untuk mengusap rambut panjang milik Sam "Tentu sayang. Tentu"



*-FOUND LOVE By Riska Pramita Tobing-*




Sam melirik pada Arga sekilas ketika ia melihat lelaki tampan itu tiba-tiba berada di Cafe ibundanya.

Lelaki tampan berambut putih itu mengenakan setelan kerjanya seperti biasa dan ia terduduk di tengah-tengah Cafe seolah memang tengah meminta untuk diperhatikan oleh Sam.

Dengan perlahan, Sam merapikan apron yang ia kenakan sebelum kemudian ia melangkah mendekati Arga dan menyambut lelaki itu selayaknya seorang pekerja.

"Selamat datang di cafe kami. Ingin memesan sesuatu?" ujar Sam dengan senyum merekah.

Arga tersenyum kecil "Duduklah" ujar lelaki itu seraya menunjuk kursi di hadapannya yang kosong menggunakan dagu.

Dengan perasaan canggung, Sam menurut lantas terduduk dengan sopan di hadapan Arga yang melipat tangan di dada.

Lelaki itu memang tak terlihat mengintimidasi. Tapi ia juga tak terlihat cukup ramah seolah tengah memperingati Sam tentang sesuatu yang salah namun dengan cara yang lembut dan itu membuat Sam menebak-nebak di dalam kepalanya.

Detik berganti dengan perlahan dan Sam sudah lelah menunggu. Tapi ia tetap memaksakan diri untuk sabar.

Tak lama dari itu, Sam bisa melihat Arga menyerahkan satu buah kartu ATM berwarna hitam dengan hiasan keemasan ke hadapan Sam.

Sam mengerutkan kening, terlalu tidak mengerti dengan maksud apapun dibalik penyerahan kartu berharga ini pada dirinya.

"Sebelum kamu mengira-ngira, sebaiknya Om menjelaskan agar kamu tak kaget. Uang yang kamu simpan secara rutin semenjak satu tahun lalu sudah berbuah manis sekarang. Di dalam ATM atas nama Samantha Elena Andromeda ini sudah terdapat 1,2 miliar rupiah dan itu semua murni uang bersih milikmu"

Sam masih tak berkomentar. Ia bahkan tak tahu harus bereaksi seperti apa terhadap lelaki di hadapannya ini.

"Selamat. Kamu sudah layak untuk kembali bergabung dengan keluarga kami di meja makan" Arga berdiri lantas menepuk pundak Sam dengan lembut.

"Papa tunggu kamu di atas altar, Samantha Wijaya"

*-----*
Riska Pramita Tobing.

FOUND LOVE (FREENBECKY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang