Fiksi 11 | 24 Jam Pascapacaran

7 0 0
                                    

Satu hal yang paling mengejutkan dalam sejarah hidupku adalah ketika melihat laki-laki selain Laskar dan Jaka datang ke rumahku. Coba tebak, siapa dia?

Ya tentu saja pacarku! Eh.

Sebelum aku bertanya banyak hal alasan laki-laki dengan jaket denim  itu berdiri di depan rumah, aku menggeser penglihatan pada seseorang di sampingnya. Aku ber-oh paham, ternyata ada Jaka Dolog yang mengantarkannya.

Jadi, ini adalah pertama kalinya ketua ekskul robotika yang notabenenya adalah pacarku datang ke rumah penuh keharmonisan ini.

Baiklah, selamat datang di rumahku, Kak Marsel!

Dari arah belakang, menyusul seorang ayah dan bundaku yang menunjukkan wajah nyengir kuda kala melihat kami berdua yang masih diam-diaman di depan pagar. Karena merasa ini sangat cringe, Jaka akhirnya masuk menerobos pagar rumah yang belum kubuka. Dia langsung menyalami kedua orang tuaku yang masih tidak kusadari keberadaannya.

"Bunda, Ayah! Sudah lama, ya, Jaka nggak main ke sini," sapanya dengan sok akrab.

Dengan begitu, ayahku yang super humble itu langsung merangkul pundak Jaka dengan tidak kalah asiknya. Mereka berdua mengobrol sambil tertawa. Aku paham betul, nada bicara mereka sengaja dikeraskan, karena yang menjadi topiknya adalah aku dan Kak Marsel.

"Anjani, itu pacarnya di ajak masuk. Masa yang masuk cuma Jaka aja, nanti cemburu, tuh, dia," teriak Kak Tara dari arah jendela kamar yang menampakkan langsung pemandangan kami.

Akhirnya, meski dengan perasaan sangat malu, malam itu kami berkumpul di teras rumah sambil bercerita banyak hal. Tentang Jaka yang jahil, aku yang sering ditegur guru karena membaca novel tanpa tahu tempat, dan juga Kak Marsel yang secara terang-terangan mengatakan pada ayah dan bunda bahwa dia mencintaiku.

***

Malam ini Laskar berada di kamarku lagi. Seperti biasa, dia benci ketika papanya pulang ke rumah. Alhasil, laki-laki itu menjadikan rumahku sebagai tempat pelarian.

"Seru banget itu dari tadi senyum-senyum sendiri, lagi apa?" Laskar memulai obrolan di tengah keheningan ini.

"Biasalah, anak remaja," jawabku singkat sambil terus memerhatikan layar ponsel dengan jari-jari yang terus menari di atas keyboard bertema tumpukan buku novel kesayanganku.

"Bukannya HP Kak Nini disita, ya?" Laskar akhirnya mengingat hal buruk dalam hidupku. Dengan begitu, aku menghela napas panjang sembari menggeser dudukku untuk lebih dekat dengan Laskar.

"Lihat," ucapku seraya menunjukkan ponselku padanya, "aku dikasih HP sama Kak Marsel, lho, Kar."

"Baru?"

"Enggak, sih. Ini HP dia waktu SMP, tapi masih worth it dipakai sementara sambil nunggu rapot semesteran," jelasku.

Laskar hanya manggut-manggut saja mendengar penjelasanku. Lalu, laki-laki itu menjadi tidak bersemangat. Dia langsung merebahkan tubuhnya, memunggungiku.

"Aku tidur, ya, Kak."

"Ih, kan udah dibilangin jangan tidur di sini. Sana ke kamar Kak Tara!" protesku sambil berusaha sekuat tenaga menarik kedua tangan Laskar supaya laki-laki itu mau beranjak dari tidurnya. "Aku nggak mau kena semprot lagi gara-gara kamu tidur di kamarku."

Aku melihat ada tawa kecil muncul dari bibir Laskar. Sambil membuka mata, Laskar akhirnya beranjak. Aku merasa lega akan hal itu.

Namun, siapa sangka perasaan lega itu berubah menjadi terkejut. Aku sangat-sangat terkejut bukan main ketika Laskar beranjak dan langsung menyambar sebuah peluk untukku.

Laskar, Anjani, dan Fiksi [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang