Suara bel istirahat berbunyi nyaring, membuat buku novelku tertutup secara paksa. Jaka sudah berada di sampingku, melirik sinis pada novel bersampul biru muda yang masih kupegang. "Novel baru lagi," ucapnya dengan jengah.
"Iya, dong. Aku dari dulu pengin novel ini." Aku meletakkan buku tebal itu di kolong meja. Kemudian meminum sedikit air dari botol minumku supaya tidak dehidrasi sebab aku baru saja membuang beberapa energi untuk membaca novel yang ternyata sudah penuh konflik di awal. Itu menarik!
Jaka malah duduk di sampingku. Dia tidak membiarkan teman sebangkuku-Tania-duduk di tempatnya. Aku dapat melihat jelas wajah Tania yang baru datang, dia tampak kesal melihat Jaka yang malah senyum-senyum karena puas dengan reaksi Tania.
"Minggir!" Gadis berambut sebahu dengan jepit kecil menempel di rambutnya itu mulai membuka suara. Namun, Jaka malah geleng-geleng, lalu melipat tangan di atas meja, bagaikan gaya murid-murid yang diperintah 'duduk siap, hap!'
Tania melihatku, menautkan alisnya, meminta bantuan. Tanpa basa-basi, aku langsung mengangkat kaki kananku searah dengan pinggang Jaka, kemudian kudorong kuat-kuat tubuh yang realitanya lebih besar dariku. Untung aku mampu melakukannya.
"Aduh!" Benar saja, aku berhasil mendorong Jaka dengan satu kaki dari bangku itu hingga dia jatuh di atas lantai. Wajahnya tampak terkejut bercampur kesal, tentu saja itu cukup sakit.
Tapi, aku dan Tania malah tertawa kencang, sangat puas melihat Jaka yang kesakitan. Kemudian, kami ber-tos merayakan kemenangan. Sementara Jaka masih ngomel-ngomel sambil berusaha berdiri. Di kesempatan itu, Tania langsung duduk di tempatnya.
"Padahal aku ini mau ngomong sama kamu, Anjani!" Aku pura-pura tidak peduli. Menganggap ocehan Jaka itu tidak pernah terdengar.
Nyatanya, setelah aksi menjatuhkan Jaka dan membuat laki-laki itu mengomel, Jaka tidak benar-benar pergi dari kami. Dia memang telah menghilang dari pandangan kami, maksudnya pandangan depan. Jika kami menoleh ke belakang, masih tampak jelas wajah Jaka yang sudah kusut. Dia kini duduk di bangku tepat belakang Tania. Aku lupa bahwa bangku di sana memang kosong.
"Kamu sama Kak Marsel ada hubungan apa, sih? Kok kelihatannya ada yang aneh."
Hah? Seketika detak jantungku seolah berhenti mendengar pertanyaan Jaka. A-aneh apanya?
***
"Dek, mau ikut, nggak?" Sosok bertubuh tinggi dengan pakaian rapi-atasan kemeja abu-abu dan celana jeans. Harus aku akui, dia tampan.
Aku masih diam menatapnya, tidak memberi respon pada laki-laki yang sedang berdiri di depan pintu kamarku yang terbuka setengah. Hingga raut wajahnya yang semula ceria menjadi jengah. Dia kembali bertanya, "mau ikut, enggak?"
"Ke mana?" Akhirnya aku merespon walau malas.
"Nge-date," jawabnya sambil alisnya naik-turun, ditambah cengiran kuda.
Aku menghela napas panjang. Pantas saja tampangnya rapi dan ganteng begitu. Aku juga sudah menebak-nebak bahwa kali ini dia akan pergi di acara spesial. Karena tidak mungkin seorang Kak Tara yang seringkali dianggap pengangguran padahal pekerja keras memakai pakaian sebagus ini.
Sebenarnya aku jenuh di rumah. Ibu dan ayahku sedang tidak ada di rumah. Ah, mungkin itulah suatu alasan mengapa Kak Tara mengajakku pergi kali ini. Biasanya juga aku tidak pernah diajak. Tapi, aku benar-benar malas jika harus menjadi nyamuk.
Coba bayangkan, bagaimana nantinya jika aku benar-benar ikut Kak Tara dan pacarnya. Aku sudah yakin bahwa nanti aku akan berjalan di belakang mereka berdua yang asik dengan dunianya. Aku tidak akan diperhatikan. Kemudian, setahuku jika ada nyamuk di dalam acara nge-date, pasti nyamuk itu akan diminta menjadi fotografer mereka. Memotret orang tanpa seinginku adalah hal yang paling kubenci. Terakhir, aku tidak betah melihat Kak Tara yang berlagak sok manis di depan pacarnya, begitu juga dengan pacarnya yang berlagak sok manja pada Kak Tara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laskar, Anjani, dan Fiksi [Terbit]
Teen FictionAnjani Aurora Winata, gadis ceria yang suka membaca. Novel fiksi terutamanya. Anjani sebagai kakak, tetangga, sekaligus kekasih, dia adalah tokoh utama dalam kisah yang ditulis oleh penulis bernama pena Jankar. "Kak Anjani, asal kamu tahu, kamu ada...