Aku benar-benar terkejut hari ini. Minggu pagi yang biasanya aku tidak pernah dibangunkan siapa pun bahkan hingga siang, sekarang aku mendapat alarm manual dari ayah pada jam enam pagi. Jam enam pagi, untuk apa?! Aku rasanya ingin marah!
Pria itu langsung menyuruhku untuk mandi dan memakai pakaian terbaik tanpa memberi tahu ada apa sebenarnya. Coba kuingat-ingat dulu, apakah hari ini adalah hari yang spesial? Apakah aku hari ini ulang tahun? Tidak, masih dua bulan lagi. Anggota keluargaku juga tidak ada yang sedang berulang tahun.
Meski dengan penuh menggerutu di sepanjang aktivitas, aku tetap harus profesional dalam hidup. Sekarang, aku sudah duduk di depan cermin kamarku, menyisir rambut panjangku yang selalu saja rontok. Aku sudah mengenakan pakaian 'terbaik' yang dipilihkan oleh bunda.
"Anjani, sudah selesai, Sayang?" Lagi-lagi si alarm manual ini datang menggangguku. Aku sungguh masih kesal, melihat wajahnya membuatku ingin meremas rambutku yang sudah setengah rapi.
"Kalau sudah, segera turun, ya. Laskar juga sudah nungguin, tuh," ucapnya lagi sambil meringis pada bagian kalimat terakhirnya. Setelah mengatakan itu, dia pergi begitu saja.
Sebentar-sebentar. Laskar? Kenapa malah jadi Laskar? Ini ada apa sebenarnya?
Aku segera menyelesaikan semua kerumitan ini. Setelah mengurai rambutku, aku mengoleskan sedikit eyeshadow berwarna merah muda pada kelopak mataku, kemudian menambahkan sedikit blush-on pada bagian pipi, dan terakhir memakai maskara supaya terlihat lentik.
Selesai.
Aku menuruni anak tangga dengan pikiran penuh pertanyaan. Minggu pagiku terganggu karena hal tidak jelas ini. Aku yakin, ini ulah si Laskar. Lalu, aku melihat Laskar di bawah sana sedang duduk bersama Kak Tara yang berpakaian ... memakai jas?!
Ngapain Kak Tara pakai jas?!
Otakku berputar-putar seperti berada di komidi putar. Berpikir tentang minggu pagi yang kacau, Laskar yang ikut campur, dan juga Kak Tara yang memakai jas. Oke, Anjani tenang dulu, ini semua tidak nyambung, tapi harus tetap tenang.
"Bunda, cincinnya sudah ketemu?"
"Sudah, ini." Bunda menunjukkan sebuah cincin di dalam kotak kecil berwarna merah. Hal itu membuat Laskar, Kak Tara, dan ayah tersenyum semringah. Seperti baru menemukan harta karun.
Sedangkan aku di sini hanya melongo menyaksikan ketidakjelasan hidup. Miris rasanya ketika semua tersenyum sedangkan aku tidak tahu apa-apa. Rasanya, seperti kata-kata 'lo itu gak diajak'.
"Sebentar-sebentar, ini ada apa, sih?" Aku tiba-tiba mengeraskan suara, bertanya secara frustasi di hadapan keluargaku dan juga Laskar.
Semua perhatian tertuju padaku. Mereka hanya diam menatapku, kemudian tertawa kecil bersamaan. Tanpa menjawab pertanyaanku, ayah mengatakan, "let's go!" Setelah itu, semua orang beranjak dan pergi untuk memasuki mobil.
Sedangkan aku? Aku tentunya juga ikut masuk mobil, tapi aku berjanji akan cut off semua orang di sini karena telah mengabaikanku dan merusak pagiku.
***
"Masih ngambek, Kak?" Laskar tiba-tiba duduk di sebelahku sambil menyodorkan segelas es buah yang dia ambil di meja prasmanan.
Aku tidak menghiraukannya, hanya menerima es buah tersebut lalu meminumnya tanpa berterima kasih. Jujur saja aku masih kesal dengan semua orang di sini. Terutama yang memberiku es buah ini.
Siapa yang tidak kesal ketika tidak diberitahu hal sepenting ini, sedangkan semua orang sudah tahu, termasuk Laskar yang bukan keluargaku. Ya, ada hal mengejutkan yang sempat membuatku syok berat hingga ingin menangis.

KAMU SEDANG MEMBACA
Laskar, Anjani, dan Fiksi [Terbit]
Teen FictionAnjani Aurora Winata, gadis ceria yang suka membaca. Novel fiksi terutamanya. Anjani sebagai kakak, tetangga, sekaligus kekasih, dia adalah tokoh utama dalam kisah yang ditulis oleh penulis bernama pena Jankar. "Kak Anjani, asal kamu tahu, kamu ada...