Sebagaimana Mestinya

50 3 9
                                    

"Apa kau tau, kadang hidup ini sebercanda itu. Hari ini terbangun di kamar yang mewah dan nyaman, besoknya kau harus menumpang tidur di stasiun bawah tanah sambil kedinginan...,"

Yeji terdiam, menatap riak air sungai yang berwarna keperakan diterpa cahaya matahari. Angin semilir berhembus lembut menerpa wajahnya, membuat beberapa anak rambutnya berayun. Sungguh suasana yang damai untuk melawati hari.

"Ini pertama kalinya aku akhirnya bisa terbuka pada seseorang. Terlalu malu, terlalu terpuruk, terlalu shock, terlalu sedih...aku cuma bisa memendam semua sendiri,"lanjut gadis yang duduk disampingnya, ikut menatap riakan air sungai.

"Dalam satu hari keluarga yang sejahtera berubah menjadi mimpi buruk. Ayah pulang dalam kondisi mabuk parah, meneriaki semua orang di rumah dan menghajar ibu. Semua berubah sejak hari itu...ibuku tidak tahan lagi dan kabur, begitu juga ayahku...tidak tau kemana rimbanya. Dan aku masih bisa hidup berkat kakek sambil belajar bekerja serabutan hanya untuk sesuap nasi...,"Yeji mengilas balik masa lalu yang kelam. Yang masih terasa berat hingga sekarang.

"Rentenir datang dan mengacak-acak rumahku dan kakek...menyuruh kami membayar hutang ayah atau mereka akan menjualku ke rumah bordil,"

Ryujin mengenggam tangan Yeji dan menatapnya penuh khawatir. Yeji hanya tersenyum lirih. Gadis berambut pendek itu masih menggenggam tangan Yeji sembari mengistirahatkan kepalanya dipundak Yeji.

"Semua harta kami diambil, rumah disita. Kami tidak punya pilihan selain menyingkir dari Seoul dan memulai hidup baru, merintis dari awal. Aku hanya menuruti rencana ayah ibuku, semua agar keluarga ini tidak hancur. Kami bersama-sama sampai akhir, sampai disini...namun aku sudah kehilangan sesuatu,"lirih Ryujin. Yeji menatap Ryujin dengan tanda tanya.

"Kehilangan sesuatu?"

"Atau bisa disebut seseorang...,"Ryujin mengangkat kepalanya dan menatap Yeji dengan mata berkaca-kaca. 

"Bangkrut, menjadi miskin dan harus memulai lagi dari awal, aku bisa melakukannya...tapi aku sudah meninggalkan kekasihku di Seoul tanpa mengatakan apa pun,"ucap Ryujin sambil menyeka airmatanya.

"Aku terlalu malu jika dia mengetahui kondisiku yang sebenarnya. Selain itu saat itu aku benar-benar kacau dan semua berjalan begitu cepat, terburu-buru, aku tidak memiliki kesempatan. Saat aku tersadar, aku sudah jauh meninggalkannya...dan aku terlalu pengecut untuk meraihnya kembali,"lanjut Ryujin.

"Kau mencintainya?"tanya Yeji.

"Kami bersama sejak SMP. Dia sahabat sekaligus cinta pertamaku. Aku mencintainya lebih dari siapa pun...,"jawab Ryujin sambil menghapus airmatanya hingga sebuah sapu tangan lembut berwarna peach disodorkan ke depan wajahnya. Ryujin mengambil sapu tangan yang diberikan Yeji untuk mengusap airmatanya.

"Jika begitu, kau harus kembali padanya. Menabung uang hasil part time dan datangi dia saat libur musim panas. Yang ditinggalkan pasti memiliki berjuta pertanyaan. Dan itu membuatnya merasa tidak diinginkan. Dia pasti sangat sedih...,"ucap Yeji lembut.

Ryujin menatap Yeji lekat. Gadis yang ia temui di hari pertama masuk kampus, gadis yang ternyata hidup berdua dengan kakeknya dan bekerja hingga larut malam untuk menyambung hidup sembari mencicil hutang ayahnya yang kabur, gadis yang begitu baik dan tidak mudah menyerah. Ryujin merasa sangat beruntung menjadi sahabat Yeji.

*

*

*

*

*

*

*

*

BILA [BEOMGYU YEJI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang