Chapter 4: Jebakan

690 78 48
                                    

Haiden Adhikara duduk tenang di mobil, mengetikkan sesuatu di laptop tipisnya.

[Apa yang harus dilakukan saat pertama kali mengunjungi hotel dengan pasangan.]

Ia menunggu.

Teman baiknya—Artificial Intelligence alias AI—sedang mengkalkulasi jawaban.

[Yang harus Anda dan pasangan Anda lakukan adalah menunjukkan bukti pemesanan kamar dan meminta kunci hotel pada resepsionis.]

Haiden menggertakkan gigi karena emosinya dipermainkan.

[Maksudku, setelah sampai hotel dan sudah tinggal berdua saja, dodol.]

Kali ini, AI cukup lama memberikan jawaban.

[Maaf atas kekeliruan sebelumnya. Dodol adalah makanan tradisional yang terbuat dari tepung ketan, gula, dan santan. Apa lagi yang ingin Anda ketahui tentang dodol?]

Haiden menjambak rambutnya.

[Bukan gitu, anjing.]

AI merespon tidak kalah savage-nya.

[Anjing adalah hewan yang sering dianggap sebagai sahabat manusia.]

Haiden memukul keyboard seolah itu deretan samsak tinju.

[Ngajak berantem si anjing!]

Namun, AI malah menceramahinya.

[Secara moral, mengajak anjing berantem adalah perilaku yang tidak etis. Sebaiknya Anda memperlakukan hewan dengan hormat, menyayangi serta menjaga mereka.]

"Udah tahu," Haiden emosi.

Ia menutup laptopnya begitu saja saat supir pribadinya menggumam kebingungan sambil menggulir-gulir layar.

"Kenapa, Pak?" tanya Haiden, "Map-nya nunjukin alamat yang salah?"

"Sepertinya iya, Mas," supirnya geleng-geleng heran, "tidak ada hotel di sini. Apa alamat yang diberikan teman Mas Haiden pasti benar?"

Haiden merengut, "Dia bukan tipikal orang yang bisa membohongi aku, sih. Mungkin Bapak yang salah belok?"

"Tidak salah, kok." Pria bercambang itu membela diri, "Nama jalannya jelas sekali, tapi di sini tidak ada hotel. Yang ada cuma..."

Haiden menurunkan kaca gelap mobilnya.

"Cuma kuburan, Mas."

"..."

"..."

"..."

"Mas Haiden yakin, janjiannya sama manusia betulan?"

Krik, krik.

"Ya masa saya mau ngewe sama jurig. Orang bocahnya mulus gitu. Polos banget pula."

"Apa, Mas?"

"Nggak apa-apa, Pak. Terus jalan saja. Siapa tahu hotelnya ada di sekitar sini tapi belum kelihatan. Biasanya 'kan kalau malam Bapak suka dikit-dikit rabun."

Pak Supir langsung meriang. "Mas, h-hotel apaan di tengah kompleks pemakaman gini? Hotel Del Luna?"

"Saya nggak ngerti drakor, nggak usah ngomong gituan sama saya"—bohong, padahal dia fanboy-nya IU.

"Sebentar, Pak, saya kontak dulu teman saya. Nggak mungkinlah dia bohongin saya, orang kayaknya aja naksir banget..."

"Eh, gimana, Mas?"

"Sudah jalan saja terus."

"B-baik, Mas."

Mobil mereka terus berjalan menembus jalan setapak di area pemakaman.

Brothers Complex | ENHYPEN ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang