Chapter 11: Seseorang yang Tepat Takkan Pernah Pergi

537 63 110
                                    

"Oke, ini masih jam kerja dan kamu dengan lancang menyuruhku menyusul ke Dufan!"

Sam bersilang lengan, menatap Shea yang sedang termenung sambil sesenggukan di atas punggung salah satu kuda komidi putar.

"Sumpah, kukira kamu akan naik Halilintar atau Hysteria untuk melepas stres," Sam menggeleng, melepas jaket stasiun televisinya dan melompat ke punggung salah satu kuda yang lain.

"But, hello, merry-go-round? Seriously, Elsa? Apa otakmu jadi melankolis karena Haiden menepismu seperti nyamuk malaria?"

"Another one of your sick, brutal jokes. As usual."

Shea menjilat es krim cone bertabur choco chip yang sudah hampir meleleh.

Kakinya yang panjang terkulai seperti jeli. Begitu juga daya tubuhnya yang hampir semua telah terserap oleh kenyataan pahit.

"Sam..."

"Ya?"

"Menurutmu aku harus apa?"

"Harus apa?" Sam mengulangi, "Apalagi memangnya? Terima kenyataan dan move on. Masih banyak cowok bucin nan kaya raya yang bisa mengimbangi cara hidupmu. Anggap saja Haiden tengik itu cuma persinggahan masa muda. Bandara transit. Halte pengumpan... atau apapun kamu ingin menghinanya."

Shea menggeleng.

Pipinya yang basah disandarkan ke tiang pegangan.

Sam di sisinya mulai ikut termenung sambil mengunyah bakpao.

Sedikit banyak, ia merasa jahat karena diam-diam bersyukur Shea kena batunya sebelum janur kuning melengkung.

Menjadi bagian dari keluarga Adhikara sama sekali bukan kebanggaan, andai sahabatnya tahu.

"Sam, selama ini aku merasa paling paham tentang Mas Ethan. Aku menilainya terlalu cepat. Aku merasa paling kenal dia..."

"Betul itu," dengan sadis, Sam mengangguk.

Bakpao yang ia bawa dari kantor dicabik-cabik sampai ayam pedasnya berceceran.

Sam merasa sedang menguliti Haiden dan itu sangat memuaskan.

"Ada lagi pengakuan dosa yang mau kamu sesali, Elsa Syailendra?"

"Aku sudah pernah berciuman dengan Mas Ethan dan itu ciuman pertamaku yang tidak mungkin kulupakan seumur hidup."

Oke, nice ingpo. Anda mau saya tabok?

Namun, Sam berusaha bersabar karena nyatanya ia pernah melakukan hal yang sama dengan Jian.

"Well, sejujurnya itu cukup memalukan," Sam lugas menanggapi, "masih adakah hal kotor lain yang masih kamu sembunyikan? Misalnya, sesuatu yang setelah dilakukan... butuh mandi."

"Butuh mandi?"

Dalam sedetik, yang terlintas di pikiran Shea tentang hal kotor adalah main hujan-hujanan, main lumpur, atau mancing ikan.

"Tidak pernah, Sam. Kami tidak pernah main kotor-kotoran."

Sam tidak yakin Shea dan dirinya sedang membahas hal yang sama.

"Oke, jadi tidak ada yang perlu disesali 'kan?"

Namun, ia tetap melanjutkan topik. Biarkan saja kalau pikiran Shea malah nyasar entah ke mana.

Bukankah GPS hidupnya memang sudah soak sejak ketemu Haiden Adhikara?

"Ya memang tidak ada...," Shea menggumam bingung. "Aku menangis bukan karena itu, Sam."

Brothers Complex | ENHYPEN ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang