Chapter 19: Terlalu Keterlaluan

418 52 30
                                    

"Kenapa kopinya nggak disentuh? Takut kalau aku racuni?"

Jivan tidak henti-hentinya menunduk, sementara Raja yang duduk di sisinya, berhadapan dengan Nicky, tampak siap melontarkan serangan telak kapan pun jika dibutuhkan.

"Minum. Kalian betul-betul nggak sopan karena menolak jamuanku."

"Apa maumu?" Raja menatapnya garang, "Kalau kamu memang marah, kenapa nggak langsung aja kita duel? Menurutmu masalah bakal selesai gitu aja? Kami nggak butuh ditraktir kopi. Kami bukan anak kecil yang bakal takluk kalau disogok sama kamu."

"Siapa yang nyogok dan siapa yang nganggap ini masalah? Aku? Atau kalian sendiri yang pikirannya udah kepalang jauh?"

Nicky meraih cangkir hazelnut macchiato, balas menatap Raja di antara kepulan asap kopi yang membumbung ringan di udara.

"Udahlah, minum aja. Nggak usah cari perkara. Aku nggak mau ada isi cangkir yang tumpah di atas kepala salah seorang di antara kita."

"Cari perkara?" Raja mengulangi. "Shibal! Jangan bertele-tele, Nicky! Kamu tahu bukan itu inti masalahnya!"

"Lalu apa inti masalahnya?" Nicky balas bertanya, "Kalian selingkuh. Iya?"

Nicky hanya tersenyum melihat meja digebrak.

Entah mengapa kesabaran Raja berhasil terdesak sampai ke limit—padahal dilihat dari mana pun, yang datang sebagai pihak antagonistik berjuluk 'orang ketiga' adalah dirinya.

"Kamu pikir aku bakal murka? Aku ini terlalu sibuk buat ngerebutin pacar yang nggak bisa dipercaya," Nicky melirik Jivan yang wajahnya sepucat terpidana mati. "Kalau menurut kamu, kamu layak berjuang buat dapetin Jivan, berarti level kalian sama."

"Level apa maksudnya?" tanya Raja geram.

"Ya... level," ulang Nicky, "sama-sama murahan."

Raja hampir berdiri untuk melontarkan tinjuan, kalau saja Jivan tidak menariknya agar diam dan mengerem emosi sekuat tenaga.

Tidak ada gunanya bertengkar sekarang.

Pertikaian tidak diperlukan untuk hubungan yang nyaris tak punya masa depan.

Jivan terlanjur yakin bahwa Nicky akan memilih perpisahan.

"Aneh sekali, memangnya apa sih, asyiknya ngerusak hubungan orang lain?"

Nicky masih tersenyum simpul.

Aroma kopi di cangkirnya sangat enak; cukup ampuh untuk mengobati perasaannya yang lumat tercacah-cacah—tapi dua penjahat di depannya itu tidak tahu, dan jangan sampai mereka tahu.

"Kadang aku berpikir. Kamu nekat sekali ya, Raja. Sebenarnya kamu itu benar-benar nggak ada pilihan lain, atau simply karena nggak punya harga diri aja, sih?"

"Apa!? Kurang aj-"

"Tapi benar 'kan? Aku nggak yakin kamu nggak punya pilihan. Ayah dan ibumu yang pengusaha sukses itu pasti punya banyak calon buat dijodohin sama kamu. Tapi kenapa sejak dulu pacarku terus yang kamu incar?" Nicky diam sejenak setelah mengatakan itu. Ia tak mau tukang selingkuh yang cantik itu jadi besar kepala. "Atau lebih tepatnya, mantan pacarku. Maaf, pergantian statusnya terlalu tiba-tiba."

"Nicky!"

"Lho, kenapa? Kaget, ya?" Nicky memandang Raja yang baru saja membentaknya. "Nggak sabar buat ngadain pesta pora tujuh hari tujuh malam karena akhirnya aku dan Jivan putus?"

"Nick, kamu nggak bisa bikin kesimpulan sepihak tanpa nanyain gimana perasaan Jivan! Seenggaknya, tanyakan dulu apa dia masih sayang sama kamu! Jangan asal main putus!"

Brothers Complex | ENHYPEN ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang