Chapter 13: Telah Lelah Kalah

502 57 92
                                    

Kovalia is a fictional country created for the purposes of the story.

Italic: Flashback

***

"Kalau Kak Raja cuma dapat medali perak, kenapa justru Jian yang dapat emas yang harus mundur?"

Jian, saat itu kelar 8 SMP, bertanya penuh tuntutan pada ayahnya yang sengaja datang ke kamarnya setelah ia tiba dari sekolah.

Sang ayah menepati janji. Membawakan Jian buku Principia Mathematica karya Isaac Newton yang sejak berbulan-bulan lalu diminta Jian sampai merengek-rengek.

Sang Papa mengatakan jika itu adalah hadiah untuk Jian atas kemenangannya. Tak ada yang harus diratapi tentang keterpaksaannya mundur dari lomba tingkat internasional.

"Bukan cuma Kak Raja, Jian juga mati-matian belajar dan ikut pembinaan untuk bisa dapat juara satu...," tapi Jian yang sudah menangis sejak berada di mobil bersama supir, belum selesai melontarkan semua gugatannya. "Tapi kenapa Jian yang harus dikalahkan, Pa?"

"Jian," ayahnya berjongkok di depan sang putra, menepuk pipi Jian yang basah karena air mata. "Kak Raja operasi usus buntu seminggu sebelum olimpiade tingkat nasional itu. Jika dia kalah darimu, bukan berarti dia tidak bisa."

"Ya tapi 'kan yang dapat emas aku, Pa!"

"Jian, dengarkan. Jian punya waktu berbulan-bulan untuk belajar karena tidak sakit usus buntu. Jian juga tidak harus diawasi suster selama pertandingan—"

"Tidak! Papa cuma ingin mengumpulkan prestasi Kak Raja sebanyak-banyaknya agar suatu saat nanti Kak Raja bisa jadi CEO yang disegani semua saingan bisnis Papa! Iya 'kan?"

Jian meremas marah medali emas di tangan kirinya, seolah benda itu layak ia patahkan.

"Kenapa kalau Jian yang menang Papa tidak bangga? Kak Raja selalu mendapatkan semuanya! Sementara Jian, yang Jian suka cuma fisika, tapi kalian juga merebut semua kebahagiaan Jian! Kalau begini caranya, sekalian saja Jian tidak pernah sekolah! Tidak usah kuliah!"

"Jian, itu tidak benar."

Papanya berusaha menenangkan.

Lelaki itu mengambil medali di tangan Jian, menggantungnya di antara puluhan piala dan penghargaan prestisius yang Jian kumpulkan sejak sekolah dasar.

"Lihat semua ini. Apa Papa pernah melarangmu belajar fisika?"

Mata basah Jian memindai semua jajaran penghargaan yang berderet-deret terpajang di kamarnya.

Berturut-turut Jian mengumpulkannya, nyaris tak pernah kalah dalam pertandingan apapun: Olimpiade Sains Tingkat Nasional, International Junior Physic Olympiad, Asian Physic and Mathematic Championship—semuanya pernah ditundukkan oleh Jian tanpa kesulitan.

Namun, ini adalah kali pertama Jian menyadari bahwa 'politik' sedang berusaha menjarah kebahagiaan dalam hidupnya.

Saat ayahnya lebih memilih salah satu anak untuk dibanggakan, Jian yang tak pernah memilih takdirnya untuk terlahir jadi urutan kedua, harus disisihkan karena CEO Syailendra Ventures di masa depan sudah ditetapkan.

"Nah, sekarang, Jian mau turun untuk makan?"

"Tidak." Jian menggeleng. "Aku mau tidur siang."

"Kalau begitu, nanti telepon saja ke dapur kalau memang mau diantar makanan. Papa turun dulu. Mamamu sudah menunggu di bawah."

"Iya, Pa. Makasih."

Brothers Complex | ENHYPEN ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang