Chapter 12: Wedding Proposal

564 54 101
                                    

"Jadi kalian berdua kakaknya Shea? Sudah lama kenal sama Haiden?"

Raja masih tersenyum karir.

Sementara Jian masih merasa tak punya tugas apapun di ruangan ini, kecuali memaku tatapan tajamnya pada tangan kanan Haiden yang seperti dimagnet dengan tangan Shea.

Kalau saja ia bisa, ingin rasanya Jian benturkan Haiden ke lantai beton atau menantangnya tanding mancing agar dia tahu bahwa takkan semudah itu mendapatkan adiknya.

"Memangnya kalian sudah kenal baik sama Haiden? Kok sampai repot-repot mengantarkan si cantik ini ketemu Ibu..."

Jujur, Ibu Negara. Raja membatin di antara senyum palsunya. Saya juga nyesel nurutin adik saya yang plonga-plongo ini.

"Ah, iya. Sudah lumayan kenal," Raja mengusap-usap jam Rolex-nya yang dilapisi kaca safir.

Sungguh, Raja diam-diam mengutuk teori relativitas yang menyebutkan jika di dekat gravitasi yang sangat kuat, waktu akan terasa lebih lambat.

Kabar buruknya, gravitasi keparat itu bernama cinta sontoloyo Haiden Adhikara pada Shea Syailendra yang manis, tapi minta ditoyor-toyor karena luar biasa bloon.

"Haiden dan saya pernah diundang ke acara berita, Bu, sebagai narasumber."

Saat Raja mengungkit 'memori manis' itu, bibir Haiden yang semula terkatup, refleks mengeluarkan seringaian tipis.

"Oh, ya?" Ibu Negara tersenyum tipis, "Kalau Nak Jian gimana?"

Sadar ada salah satu tamu yang terabaikan, sang ibu berpaling pada si tampan nan rupawan tapi tengil dan begajulan yang duduk di ujung sofa.

"Lepasin tangan Shea... lepasin tangan Shea...," tapi Jian justru tak henti-hentinya mendesiskan mantra.

Di otaknya tersusun tiga skenario pembunuhan:

Satu, meremukkan tulang-belulang Haiden di dalam panci presto.

Dua, menenggelamkan si songong itu ke palung Mariana.

Atau, tiga, menjadikan Haiden umpan pancing untuk ditukar dengan ikan kerapu.

"Cih, mampus kau..."

"Nak Jian?"

"..."

"Nak Jian?"

"O-oh, maaf! T-tidak usah, Bu, makasih! Saya udah makan!"

Mendengar ceplosan Jian, semua orang seketika menoleh.

"Eh, kenapa?"

Namun, si pelaku utama justru tidak sadar kalau dirinya diskoneksi.

"T-tadi saya ditawarin makan 'kan?"

Haiden merasa jantungnya hampir jebol karena sesak menahan tawa.

Raja cuma menepuk jidat, sementara Shea malah bertanya pada Haiden, "Emang iya, Mas? Ditawarin makan lauk apa?"

Setengah menit kemudian, Jian sadar bahwa dirinya sudah roaming terlalu jauh sampai nyangkut ke satelit Voyager.

Namun, hebatnya seorang Jian, dia tidak pernah salah tingkah meski malunya bertunas sampai nembus ubun-ubun.

"Haha, saya salah sangka, ya. Kirain disuruh makan." Chill, myself, chill. You're still handsome and awesome. "Tadi Ibu Negara nanya apa, ya?"

Nyonya Adhikara tertawa pelan, "Nak Jian juga sudah lama kenal Haiden? Kenal baik sampai ngizinin Nak Shea pacaran sama anak Ibu?"

Kalau saja Raja yang mendapatkan pertanyaan itu, mungkin situasi selanjutnya akan terhindar dari gonjang-ganjing pemicu bencana.

Brothers Complex | ENHYPEN ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang