Caine memberhentikan mobilnya didepan rumah di alamat yang diberikan Rion. Ia keluar dari mobilnya dan menoleh kebelakang mencari keberadaan Rion.
Caine melihat Rion mulai mendekat kearahnya. Ada satu orang yang sudah sangat dekat dengannya. Caine ingin menolong Rion, namun tiba-tiba saja orang tersebut mati karena ditembak tepat di kepalanya.
"Masuk." ucap Rion sambil menekankan perkataannya.
Caine langsung masuk ke dalam mobil dan pagar itu terbuka otomatis. Ia langsung menarik gas mobil dan berhenti tepat di depan teras rumah itu.
Beberapa orang berdiri didepan rumah sambil memegang senjata. Ia turun dari mobil dan melihat ternyata banyak orang yang ia kenal ada disini. Mereka menodongkan pistol mereka ke arah Caine tetapi langsung dihentikan oleh Rion.
"Masuk dulu. Riji sama Makoto kalo udah selesai, cepet masuk juga." perintah dari Rion segera dilaksanakan oleh semua yang ada di sana.
Mereka masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu yang saat ini menjadi ruang meeting. Caine mengekori Rion dan sampai di tempat yang sama dengan anggota Rion.
"Pertama--" Rion menjeda perkataannya.
Ia berdiri menghadap Caine dan mengarahkan pistolnya tanpa takut ke dahi Caine. Ia menatap sedikit tajam pada musuhnya disekolah itu walaupun pupil matanya terlihat seperti sedikit ragu.
"Lo tau darimana gue bawa pistol?" begitu melihat sang ketua mengarahkan senjatanya ke Caine, semuanya ikut mengangkat senjatanya ke Caine.
"..." Caine diam saja tak membalas perkataan Rion sedikit pun.
Rion memutar shuttle pistolnya dan mengarahkan pistolnya lebih dekat.
"Lo jawab apa lo mati disini?" Rion benar-benar tak main main dalam perkataannya.
"Lo pikir gue anak umur 5 tahun yang ga tau semua rahasia lo? Gue udah kenal lo sejak kecil. Gue tau semua rahasia keluarga lo bahkan rahasia lo yang orang tua lo sendiri ga tau." balas Caine dengan nada meremehkannya.
Rion menggertak giginya. Ia kesal dengan jawaban Caine. Namun, ia tahan dulu untuk beberapa saat karena ia butuh jawaban yang pasti.
"Tau apa lo tentang gue? Palingan juga lo cuma tau ten--"
"Pertama, rahasia tentang keluarga lo yang udah lama jalanin bisnis dunia bawah. Mereka ngejual organ manusia dan senjata secara ilegal, termasuk obat-obatan. Kedua, lo pernah hampir nembak papa lo sendiri waktu lo tau tentang kelakuan keluarga lo. Ketiga--" potong Caine dengan cepat.
"Diem. Udah cukup lo ngomongnya."
Rion sangat kesal sampai ingin meluncurkan pelurunya pada dahi Caine. Satu-satunya rahasia yang hanya dia tau ternyata diketahui oleh Caine.
"Gue juga tau kalo lo udah jadi ketua organisasi yang lo buat sendiri sejak lo masih SMP. Mau rahasia apa lagi yang mau gue ungkapin?! Bilang!" Caine sedikit meninggikan nadanya.
"KALO GUE BILANG DIEM YA DIEM!!!" semua yang mendengar Rion berteriak termasuk Riji dan Makoto yang baru saja datang itu terkejut.
Rion menembakkan pistolnya kearah kaki Caine hingga ia terjatuh berlutut dihadapan Rion.
Rion berjongkok dan menarik rambut Caine. Ia merasa bahwa ia seharusnya tidak melakukan hal itu namun perasaan itu segera ditepis olehnya dan menatap tajam mata Caine yang tak menunjukkan ekspresinya sedikit pun padanya.
"Lo tinggal disini selama waktu yang gue tentuin. Kalo sampe lo kabur, gue bakal kejar lo bahkan sampe ke ujung dunia sekalipun. Mia, Echi, lo bawa si Caine ke kamar Pak Sui. Minta dia ngobatin si Caine. Gue pergi dulu." Rion beranjak lalu pergi dari sana membanting pintu rumah.
"Eum... Kak Caine, ayo ikut." Mia mengulurkan tangannya pada Caine dan langsung diterima dengan baik oleh nya.
Echi membantu Caine berdiri dan menolongnya untuk ke kamar Pak Sui. Mereka berjalan meninggalkan ruang tamu yang hening dan tegang itu.
~><~><~><~><~><~><~><~><~><~><~><~><
Caine duduk pada kursi yang disediakan oleh Pak Sui. Echi dan Mia melihat dan mengawasi dari dekat.
Sedangkan Pak Sui sendiri menatap luka Caine dalam-dalam. Lalu, ia mencari alat yang ia butuhkan. Setelah menemukan alat yang dia butuhkan, Pak Sui menghadap ke arah Caine.
"Tidur dulu. Saya bius biar bisa ngeluarin pelurunya." pinta Pak Sui.
"Ga dibius juga gapapa, Pak." balas Caine sambil merebahkan dirinya ke kasur.
"Ikutin kata saya." Caine menghela nafas pasrah lalu dia dibius dan tertidur dengan cepat.
Pak Sui langsung melaksanakan operasi dadakan untuk mengeluarkan peluru yang tertanam di paha Caine. Ia menarik kasur Caine menuju ruang operasi pribadi miliknya diikuti oleh Echi dan Mia.
Pak Sui segera melangsungkan operasi itu. Untungnya, operasi tersebut berjalan lancar dan menghabiskan waktu lebih cepat.
"Selama 3 jam kedepan, Caine akan tertidur. Kalian jaga dia, biar saya yang temuin Rion." ucap Pak Sui.
Echi dan Mia saling memandang lalu mengangguk setuju. Mereka duduk di kursi yang telah disediakan di ruang operasi itu. Mereka berbincang-bincang sedikit demi menunggu Caine bangun.
Pak Sui pun meninggalkan ruangan itu menuju ruangan Rion. Ia mengetuk pintu itu berkali-kali tetapi tak ada jawaban. Ketika Pak Sui ingin turun, ia bertemu dengan Garin dan Jaki yang naik ke lantai 2 hendak ke kamarnya.
"Nyariin Papi ya, Pak? Tadi keluar pas habis nembak si Caine. Nanti aja laporannya pak, kalo Papi dah dateng, gue kabarin." ucap Garin.
"Kirim pesan aja. Saya mau ke Rumah Sakit, stok barang saya habis." Garin dan Jaki mengangguk lalu mereka bertiga pergi ke arah berlawanan melakukan tugas mereka masing-masing.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Enemies?
Fantasycerpen gais, ft. Rioncaine xixixi (btw, ini OOC dari gameplay mereka ya. Real fantasi saya sendiri, semoga suka) oh iya, warn! harsh word ya