21. Pengkhianat.

1.1K 136 4
                                    

Di pagi harinya, Caine sudah duduk termenung di teras rumah. Ia berkali-kali mengecek ponselnya melihat apabila ada notif pesan masuk.

Entah kenapa, Caine merasakan gelisah. Rion juga sedang sibuk karena sedang mengurus kasus bersama Riji dan Krow setelah kembali dari pertemuannya bersama Agil tadi. Dalam diamnya ia terus menggerakkan jarinya cemas.

Tak lama, terdengar suara mobil memasuki pekarangan rumah. Garin dan Elya keluar dari mobil itu lalu menyapa Caine. Tapi Ia bahkan tak menggubris sapaan dari Elya dan Garin yang membuat keduanya kebingungan.

"Mami?" tanya Elya sambil menyentuh bahu Caine pelan.

"Mami are you okay?" sahut Garin yang berdiri di sebelah Elya.

Caine langsung mengedipkan matanya terkejut lalu menoleh ke arah Elya dan Garin yang menatapnya khawatir.

"Mami okay?" tanya Garin.

"Oh, iya iya. I'm Fine. Kenapa manggil?" balasnya pada Garin.

"Kita cuma nyapa aja tadi, cuma wajahnya mami agak pucet pas kita sapa." jelas Elya dengan nadanya yang terdengar sangat khawatir.

"Mami lagi sakit kah?" Caine menggeleng pelan.

"Nggak, gue baik baik aja. Kalian masuk aja dulu, nanti gue nyusul." Elya dan Garin bertatapan mata lalu mengangguk meninggalkan Caine diteras.

"Gue gelisah banget kenapa dah?" lirih Caine lalu ia masuk ke dalam rumah menyusul Elya dan Garin.

~><~><~><~><~><~><~><~><~><~><~><~><

Di sisi lain, Rion sedang sibuk mengotak atik laptopnya bersama Riji dan Krow di ruang tamu. Masalah kemarin sebagian besar sudah diurus oleh Agil jadi ia bisa kembali ke rumah dengan cepat. Sesekali Rion mengajak Krow dan Riji untuk berbicara ringan di sela-sela kegiatan mereka bertiga demi menghilangkan suasana tegang.

Tak lama Elya dan Garin masuk dan langsung duduk di seberang kursi milik Riji, Krow, dan Rion. Mereka bermain ponselnya dalam diam hingga membuat ketiga orang didepan mereka heran.

"Tumben diem, biasanya tantrum." ucap Riji.

"Mami tadi kayanya lagi ada sesuatu. Mukanya pucet, giliran ditanya sakit apa nggak jawabnya gak." balas Elya.

"Terus kaya ngelihatin hp terus gitu." Rion pun menatap Garin.

"Ngeliat HP terus?" Garin mengangguk.

Lalu, Caine pun datang di tengah pembicaraan mereka. Semuanya sontak menatap Caine.

"Kok natap ke gue?" Rion berdiri mendekati Caine.

Ia membolak-balikan tubuh Caine lalu menempelkan punggung tangannya pada dahi nya.

"Lo sakit gini bilang ga sakit ke anak anak. Ayo gue anter ke Rumah Sakit." ucap Rion.

"Hah? Sakit apaan? Orang gue daritadi baik-baik aja kok." Rion mendesis kesal.

"Suhu lo tuh tinggi banget, saking tingginya itu dibuat goreng telur juga langsung mateng. Dah ga usah banyak protes, ikut gue ke rumah sakit." tegas Rion pada Caine yang mengerutkan dahinya tanda ikut kesal.

Riji, Krow, Garin dan Elya pun buru-buru mengikuti Rion ke Rumah Sakit untuk mengantar Caine yang sedang demam tinggi.

Di dalam mobil, tak ada yang mengeluarkan suara. Keduanya hanya diam menatap jalanan yang sepi.

"Kata Garin lo tadi kek gelisah banget, ngelihat hp mulu. Di hp lo ada apanya emang sampe lo begitu?" tanya Rion memecahkan suasana.

"..."

Enemies? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang