Note : Cerita ini mengandung kekerasan, tindakan tidak terpuji, dan beberapa kata kasar, mohon bijak dalam membaca.
Don't Plagiat. Don't forget for vote and comment.
.
(Sorry for typo's)
.Enjoy and Happy Reading.
_*Setelah Kehilangan.
Ketukan palu terdengar berbunyi nyaring pada hampanya ruang persidangan sepi ini.
Orang yang menjabat sebagai hakim hari ini merapikan berkas-berkas yang ada di depannya, sembari menatap iba pelaku sebenarnya, yah, pelaku yang ia akui sebagai orang yang kehilangan keluarga.
Langkahnya pergi, meninggalkan enam orang keluarga yang kini memanas, penuh amarah juga dendam, kini hanya ada kehancuran di antara mereka.
Reihan melangkah mendekat, merangkul bahu Aji dan Candra, lalu menepuknya pelan, “Maaf, karena setelah ini kita harus bertiga saja. Mas minta maaf kalau ke depannya akan berat jika bersama Mas saja.”
Aji memeluk erat kakak keduanya itu, kakak yang jarang sekali ia sadari keberadaannya.
Reihan kini berpindah, menatap Jendral yang menunduk dalam, “Nggak apa-apa Abang, tiga bulan lagi susul Mas dan adek-adek ke rumah baru, nanti Mas yang jemput abang, oke?”
Jendral mengangguk, walau matanya kini memanas menahan air mata.
Lalu, kini berpindah pada Malik, yang sama-sama duduk menunduk di samping Jendral, “Mas,”
Pelukan erat kedua ‘Mas’ itu begitu menyakitkan terlihat, “Aku bakal gantiin peran Mas untuk sementara waktu, tolong jaga diri Mas sendiri dan Abang selama disini, ya? Mas akan sering-sering jenguk kalian.”
“Maaf kalau Mas yang harus nanggung banyak hukuman.” Malik menggeleng rusuh.
Ia rentangan kedua tangannya guna mengusahakan pelukan untuk keempat adiknya.
Empat.
Sebab satu orang hanya diam menatap, dengan derai air mata juga rasa tidak mengerti yang hadir pada dirinya.
Naren.
Reihan merogoh saku celananya setelah pelukan itu mengendur, ia keluarkan kunci rumah yang dahulu kata Malik, ‘membawa perubahan’.
Malik memang tak pernah salah, rumah itu benar-benar merubah segalanya.
Ia lempar kunci itu, terseret pelan pada keramik putih persidangan, menabrak sandal biru milik Naren.
“Rumahnya buat A- kamu. Kami udah beresin semua yang perlu dibawa. Mau kamu jual, atau pun kamu tinggali, terserah. Setelah ini, tolong jangan ganggu saya lagi.”
Naren memandang tak percaya kakak keduanya.
“Nangis? Ngapain? Ini kan yang lo harepin? Dulu, lo ngerasa nggak di sayang, kan? Daripada cuma mikirin omong kosong, gue kasih aja kenyataan. Naren. Lo adalah kakak terbajingan yang gue kenal. Gue, bener-bener nyesek jadi adek lo.” Aji turut berkata.
KAMU SEDANG MEMBACA
How He Died?
Fiksi RemajaDeskripsi : Bagaimana bisa, diantara ke-enam saudaranya, ada kemungkinan tindakan kriminal yang mereka lakukan. Aji, bungsu yang sangat-sangat mencintai hujan, bahkan menjadikan momen hujan sebagai masa favorite-nya. Namun, siapa sangka, kini kebenc...