19. Suatu Rencana.

905 125 21
                                        

Note : Cerita ini mengandung kekerasan, tindakan tidak terpuji, dan beberapa kata kasar, mohon bijak dalam membaca.

Don't Plagiat. Don't forget for vote and comment.

.

(Sorry for typo's)

.

Chek chapter sebelumnya ya, soalnya double up, kali aja tak ada notif.
.

Enjoy and Happy Reading.
_

*Sebelum Kehilangan

Mentari bersinar terang, seterang senyuman Hanif yang membawa buku tabungan berwarna biru ditangannya.

“Wah, udah sepuluh juta. Hanif kamu keren banget ngumpulinnya.” gumamnya sembari menepuk-nepuk kepalanya, “Pat Pat dulu biar keliatan banggain.” lanjutnya dengan kekehan kecil.

“Kalau dibagi dua sama adek Candra, berati masing-masing lima juta. Sip deh, adek Aji kan pasti banyak uangnya nanti, segini mah buat tambahan wisuda aja.” kakinya melangkah dari hadapan jendela menuju meja belajarnya, menyimpan buku itu pada salah satu laci disana.

“Nah, kalau ini,” kali ini beberapa lembar uang ia tarik dari dalam buku usang, uang berjumlah tiga ratus dua puluh ribu rupiah itu ia genggam erat, bukan sayang untuk ia gunakan, namun ia sudah tak sabar ingin membeli suatu barang yang akan ia hadiahkan pada sang kembaran.

Ngomong-ngomong, bulan ini, lebih tepatnya dua hari lagi, Naren akan berulang tahun. Dan Hanif akan membelikan sebuah hadiah yang sudah ia siapkan dari jauh-jauh hari.

Rencana pun sudah tersusun matang. Jendral bilang besok mereka akan berpura-pura lupa pada hari ulang tahun Naren, kemudian Hanif akan mengajak Naren belanja bulanan atas perintah Reihan, sementara dirumah Malik, Reihan, dan Jendral menyiapkan kejutan.

Karena Aji dan Candra memiliki jadwal kuliah, maka keduanya hanya akan hadir saat kejutan selesai, lebih tepatnya sama sekali tidak diberitahukan tentang rencana ini.

“Nulis surat dulu ah~”

•••

Naren menghela nafas keras, berkali-kali.
Entah perasaan hatinya yang tak wajar atau memang sudah sewajarnya ia kecewa bila hari ini tak ada satupun saudaranya yang mengucapkan ulang tahun padanya kecuali dua bungsu yang tidak dirumah.

“Assalamualaikum A' Na!” ucap kedua adiknya pada saluran komunikasi itu.

Panggilan vidio berlangsung beberapa menit pada pukul empat pagi. Kedua adiknya mengucapkan ulang tahun yang bahkan hampir ia lupakan.

“Selamat ulang tahun, Aa' aku yang paling baik, tampan, dan baik hati.” ucap Candra sebagai pembuka, “Maaf ya adek nggak ada disana buat peluk Aa'. Tapi serius deh, nanti sore, adek pulang!” lanjutnya dengan semangat.

Aji masih diam, hanya tersenyum dan mengangguk sebagai tanda bahwa ia menghargai lawan bicaranya, ia tidak boleh memotong perkataan saudaranya sebelum selesai. Kala ia lihat Candra yang berkata pulang, “Selamat ulang tahun Aa', adek doain yang terbaik buat Aa' ya, nggak perlu adek sebutin apa aja doanya, tapi yang pasti, adek harap Aa' selalu cukup dan bahagia.”

Naren tersenyum bahagia, mengaminkan juga berterimakasih atas ucapan kedua adiknya.

Namun kini, coba lihat, bagaimana bisa, Malik, Jendral, Reihan, bahkan Hanif, hanya duduk melingkar berempat dan memaikan ular tangga? Apakah mereka benar-benar melupakan ulang tahunnya?

How He Died?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang